Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 : Hati Emas

Tara masih diam saat memasuki restaurant. Dia menanyakan Kintari ingin memesan apa dan diapun memesan satu makanan dan minuman. Hingga ketika pelayan itu pergi Tara mulai bersuara. "Kamu pasti ingin tau siapa Ajeng".

Pake nanya lagi

Tara meminum air putihnya dulu. "Ajeng adalah sahabatku".

Kintari menaikkan satu alisnya. Rasanya tidak mungkin jika Ajeng hanya sebagai sahabatnya jika dilihat dari cara Tara menatap Ajeng tadi. "Jangan berbohong Tara"

Nenek koprol juga tau kalau tadi loe natep Ajeng itu kaya ibu-ibu lagi liat diskon atau mahasiswa liat makanan buy 1 get 1 free.

"Ajeng memang sahabatku Kintari" tegas Tara.

Kintari tertawa. "Oke aku akan jujur saja. Dari cara kamu tadi natap Ajengpun semua yang lihat tau kamu punya perasaan yang beda sama Ajeng"

Tara diam mengusap wajahnya kasar dan menghela nafasnya "Kami memang bersahabat Kintari. Dulu kami dekat karena Ajeng adalah kakak kelasku. Dan.... akirnya dia menikah dengan sepupuku Wira."

Kintari kesal lagi-lagi melihat ekspresi tidak menyenangkan bagi dirinya. "Oke. Lalu apa yang membuat kamu berpikir aku akan meninggalkanmu?" Oke Kintari akan menyerah dulu untuk mencari tau antara Ajeng dan Tara. Percuma Tara orang yang akan melakukan sesuatu demi melindungi sesuatu yang berharga untuknya. Dan Kintari tidak tau apakah Tara melindungi dirinya atau Ajeng si Putri Keraton itu.

"Cerita mengenai keluargaku.." ucap Tara menghela nafas, tampak berat dan sulit untuk mengatakannya membuat Kintari yang pada awalnya marah dan ingin mengetahui semuanya menjadi tidak tega. "Ayahku..." Kintari mengulurkan tangan di atas meja mencapai tangan Tara membuat Tara terdiam. Kintari menggeleng "Lebih baik kamu pandangi wajah aku aja. Aku dandan cantik banget lho hari ini buat kamu" menutup matanya genit dan senyuman yang lebar selebar omelan mamah Corina juga kedua telunjuk yang di tekan ke pipi membuat Tara tertawa.

**

Tara berdiri tiba-tiba dan mengecup kepala Kintari lama membuat Kintari terkejut dan menengadah. "Cup" Tara mencium bibir Kintari sekilas kemudian duduk kembali dikursinya. "Tara.. si kaku mulai berani ya ditempat umum" ucap Kintari sembari memegang pipinya yang memanas. Gak pake aba-aba kan jadinya gini.

"Kamu gak usah cerita apapun dulu sama aku kalau kamu belum siap. Aku gak mau buat kamu tersiksa. Tapi kalau suatu saat kamu siap aku harap kamu bakal cerita. Ingat satu hal sebagaimanapun keluarga kamu itu, jangan malu dan jangan takut aku tinggalin kamu karena setiap keluarga adalah berkah untuk kita. Dan aku menerima apapun yang ada dalam dirimu"

Beuh.. coba mamah papah denger. Rekam catet kasih ke keluarga besar gue

"Kecuali mantanmu dan penyanyi wanita atau model favoritmu" sambung Kintari membuat Tara kembali tertawa.

"Thanks" ucap Tara tulus. Mungkin teman pramugarinya sering bertanya kenapa dia berpacaran dengan perempuan yang centil, banyak bicara dan narsis inilah satu alasannya. Mereka tidak tau si gadis centil dan banyak bicara ini mempunyai hati yang peka. Walaupun masih ada alasan lainnya.

Sementara teman laki-lakinya diluar sana mendukung karena wajah Kintari yang sangat cantik, hanya itu. Pria mana yang tidak tertarik dengan kecantikan Kintari kata salah satu teman pilotnya. Padahal itu hanya alasan kecil lainnya.

**

Di kampus sore itu sudah sepi. Kintari masih ada dikubikelnya menilai hasil pekerjaan mahasiswanya. Mengurut tengkuknya sendiri, Kintari merasa sangat pegal. Sudah tiga jam dia beerja dengan posisi yang sama sehingga dia memilih berdiri dan meregangkan tubuhnya berlenggok ke kanan dan ke kiri. Mumpung udah pada pulang di ruangan sini, katanya.

Hingga handhone yang berada dalam kantung blazernya berbunyi. Dari Dea. "Halo De..?"

"Kintariii....... loe tau gak? tau gak?" Kintari mengusap telinganya. Merasa ksihan harus sering mendengar teriakan mendadak Dea. Si manusia dengan suara paling melengking yang pernah didengernya.

"Apa sih De? aduh teriak-teriak kaya lagi di kebun binatang aja"

"Denger gue baik-baik ya. Pertama.. kita dapat diskon baju dari si Gentiara sebesar 50% untuk 10 item"

"APA??!!" teriak tak kalah heboh Kintari dengan suara melengkinhnya yang membuat Dea diseberang sana menjauhkan ponselnya. Gue kan bilang suara paling melengking yang pernah gue denger. Kan ge gak tau apakah suara gue melengking banget  atau engga dibanding Dea.

"Belum seberapa. Kita juga liburan ke Bali gratiiiiiis"

"APA??!!" Teriak Kintari lebih heboh. Membuat Dea kali ini tak bisa diam saja. "Loe tau suara heboh loe itu paling bisa bikin kuping gue sakit".

"Sorry.. gue perasaan biasa aja deh. Gue seneng banget"

"Dasar, masa cucu keluarga Adhijaya sama Sastra seneng banget dapet kupon diskon 50% dan liburan gratis ke Bali tiga hari?"

Kintari tertawa. Benar apa yang dikatakan Dea, sepele bagi keluarganya jika hanya tiket Bali dan kupon diskon 50% untuk baju 10 item tapi dikeluarganya apalagi kelurga kecilnya dan keluarga Sastra tidak pernah memandang remeh papun pemberian orang. Malah ya seperti Kintari sekarang sangat senang. Mungkin bagi tantenya Caca dan Kakek Verrel beda hal tapi Kintari lebih senang mengikuti keluarga Sastra dan keluarga kecilnya dirumah. Hidupnya menjadi lebih berarti. Apalagi pemberian kakek Verrel untuknya terlalu sangat besar artinya setiap bulan.

"Loe tau kenapa dua keluarga gue bisa gitu?”

"Engga"

"Ya karena usaha dan doa mereka. Bukan usaha dan doa gue jadi gue ya seneng dong dikasi kaya gitu gratis"

"Kamvret. Gue udah dengerin loe serius" Kintari tertawa terbahak-bahak. Sungguh menyenangkan memang membuat Dea kesal. Walaupun sebenarnya itu cara lain Kintari agar Dea tidak membahas mengenai harta keluarga besarnya.

"Kamu memang bener gak berubah ya Kiranti" Kintari langsung menoleh cepat kebelakang. Terlihat sang mantan berdiri menyender pada pintu masuk ruang dosen dengan tangan bersidekap di dada. "Semenjak kapan loe disitu?"

"Ehm... mungkin semenjak kamu jingkrak-jingkrak karena sesuatu yang gratis"

"What..?!"

Makala berjalan mendekati Kintari. "Oh enggak. Mungkin pas kamu regangin otot kaya gini" Makala menirukan gaya Kintari.

"Shit"

"Shit? Kintari?" Dea masih terhubung dengan panggilan Kintari dan mulai bingung.

"Buat apa loe ke sini?"

"Em.... buat ini" Makala mengeluarkan kalung dari saku celananya. Kalung dengan nama Kintari. "Gue gak ulang tahun hari ini".

Dia memang tau selera cewe

"Aku cuman pengen kamu pake ini" Makala merentangkan kalung itu sementara Kintari mundur langsung. "Gue gak mau nerima barang apapun dari loe apalagi barang kaya gitu"

"Kin... Kin.. loe masih idup kan?" Dea masih ada disana. "Gue tutup ya. Pulsa gue mau abis" tut.... dan Dea mematiikan sambungan telepon tanpa tau si penerima panggilannya sedang mundur panik karena Makala mendekat padanya dengan tenang namun tak lupa senyum manisnya. Hingga ketika sampai tubuhnya menubruk tembok Kintari tak punya jalan lain lagi. Makala mengaitkan kalung itu di leher jenjang Kintari. "Cantik".

"Apa sih loe?. Gue bilang gue gak mau" Kintari sudah akan mencabut kalung itu tapi tangannya ditahan oleh Makala hingga mereka kini beradu pandang dengan jarak yang sangat dekat.

Aduh siapapun dateng ke sini please tolong gue. Mimi peri juga gak apa-apa. Jenis perhantuan jugaaaa gak apa-apa deh.

"Gue cuman pengen loe pake kalung yang sebenarnya dari dulu gue beli dan belum berjodoh untuk loe pake" Kintari yang awalnya memberontak diam seketika. Memandang Makala mencari sebuah kebohongan di matanya tapi sialnya tidak.

"Apa maksud loe?"

"Ya kalung ini aku beli tepat beberapa jam sebelum kamu bilang ingin putus buat yang kedua kalinya" Kintari diam. Hingga tak sadar Makala mengecupnya sekilas. "Kalung itu selalu gue bawa, berharap gue bisa ketemu loe dan pakeiin kalung itu. Dan hari ini harapan gue itu terkabul. Gue bakal dateng lagi Kintari". Makala melepaskan kedua tangan yang mengukung tubuh Kintari. Berlalu meninggalkan Kintari yang masih diam dan lemas.

Apa maksud si Makala sableng itu?.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel