Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 : Pesta Keluarga

"I love you forever," suara laki-laki itu begitu dalam.

"Aku juga selama lama lama lama nya," jawab si perempuan.

"Aku lebih selama lama lamanya lagi," laki-aki itu menggenggam tangan si perempuan.

"Kamu tau gak? Aku bisa mabuk. Mabuk cinta."

"Kalau aku bisa gila," jawab si laki-laki dengan sungguh-sungguh dan mulai mendekatkan diri kepada si perempuan.

"Aku mohon jangan..." si perempuan alias Kintari itu menolak dengan menahan dada bidang si laki-laki itu.

Gue mohon. Gue cuman pengen jadi wanita yang setia tapi kalau godaan gue berat gini. Gue gak sanggup

"Jika Cinta dia.............."

Kintari sedang asyik bermimpi dengan Lee Min Ho nya. Dan tiba-tiba suara Corina yang menyanyi dengan merdu namun terasa menganggu, masuk kedalam mimpi Kintari.

"Jujurlah padaku..."

Menutup telinga dengan kedua bantalnya. "Mah... berisik"

"Tinggalkan aku disini tanpa senyumanmu... jika cinta dia" Corina tetap bernyanyi asyik sambil membuka gorden. Sementara anaknya sudah sangat kesal.

"Mamah...." Kintari menyerah. Dia bangun dengan muka cemberut.

"Denger ya Kintari anakku sayang harusnya kamu beruntung karena mendengar mamah nyanyi. Coba yang kamu dengar buat bangunin kamu itu suara papah kamu. Ah.. suara tikus yang kejepit juga kalah."

Kintari membenarkan dalam hati. Dia pernah beberapa kali memergoki ayahnya yang menyanyi dengan suara sumbang bahkan ya persis tikus kejepit.

"Kenapa sih mah? Ini hari minggu."

"Ada Tara dibawah," bisik Corina. Membuat Kintari terkejut. Pasalnya Tara tidak biasanya datang hari Minggu pagi. Walaupun dia tau Tara itu seperti Jelangkung datang tidak dijemput pulang tidak diantar.

Kintari lansung masuk ke kamar mandi. Berendam bunga tujuh rupa. Kemudian memilih baju dari seisi lemarinya yang penuh tapi masih tetap bersuara. "Aduh yang mana ya. Gak ada baju.”

Akhirnya pilihannya jatuh pada dress biru langit di atas lutut dengan motif bunga daisy. "Oke perfect buat kencan".

Berjalan dengan high heels yang tidak pernah lepas darinya. Kintari menghampiri pacarnya yang sedang duduk di kursi ruang tamu dan tiba-tiba berdiri ketika Atala berlalu. "Pagi," sapa Tara.

"Pagi," suara Atala yang balik menyapa.

Oh liatlah ketika dua manusia itu dipertemukan.

Terdengar suara Atala. "Mau pergi?" .

"Enggak. Mau mancing. Iya lah gue udah cantik gini. Masa gak pergi sih"

"Oh"

"Oh doang? Gak ada wejangan sama adek cewenya ini gitu? Atau kaya Om Cello ke papah atau ke mamah?"

"Oh ya..

"Jangan lupa pintu ditutup" sambung Atala sambil berlalu.

Dan begitulah kalau gue sama Atala si irit ngomong kalau ketemu.

"Fine".... "Sayang... udah lama nunggu?"

"Engga ko cuman dua jam, biasanya juga tiga jam" ucap Tara datar membuat Kintari terkadang gemas ingin melihat ekspresi lainnya.

"Tapi cantik kan?" Kintari memutar tuhunya dengan centil.

"Cantik tapi kita mau ke..." bunyi nyaring dari ponsel Tara terdengar. Samar samar Kintari mendengar Tara menyebutkan omnya.

"Siapa? Kita mau kencan kan?"

Tara melihat jam yang melingkar ditangannya. "Om. Kita mau ke pertunangan sepupu aku. Udah ayok berangkat aja Kin"

"Oke" Kintari awalnya ingin bertanya apakah sudah pantas dia berdandan seperti ini ke acara pertunangan tapi Tara yang buru-buru dan dia merasa bersalah karena terlalu lama mandi dan berdandan hanya bisa pasrah saja.

"Sis.. Kintari pergi dulu ya" Kintari berteriak memanggil mamahnya membuat Tara melotot. "Kalau panggil mamah kamu itu yang lembut.”

"Mamah.. Kintari Gardapatri Sastra ini berangkat dulu ya" ucap Kintari berubah pelan.

"Oke sis. Ati-ati" tapi jawaban Corina sama kerasnya suaranya dengan Kintari. "Tuh kan mamah aku gitu. Kalau gak diteriakin dan gak dipanggil sis gak akan keluar"

"Mau kemana nih?"

Dengan sopan dan lemah lembut Tara menjawab. "Mau ke pertunangan sepupu tante. Boleh saya ajak Kintari kan?"

"Oh tentu. Tapi jangan lecet ya anak tante. Jagainnya yang ekstra maklum gak bisa diem anaknya kaya kangguru loncat sana loncat sini" Corina tertawa terbahak-bahak sementara Kintari tertawa palsu dan Tara jangan ditanya dia tertawa canggung.

"Mah.. malu-maluin deh"

Makasih pah udah datang nyelametin hidup aku didepan calon mantumu ini.

"Permisi tante om" Tara menciumi kedua tangan Raffa dan Corina.

"Dadah brother and sister. Yuk sayang" Kintari mengapit lengan pacarnya itu dan berbisik namun keras. "Aku gak akan bikin ricuh kan dipesta karena kecantikan aku ini?"

Corina menggelengkan kepalanya. "Mirip siapa ya dia?" Satu suara mengusik Corina dari belakang. Suaminya siapa lagi.

"Aku gak gitu banget. Mamah deh kayanya.”

Mamah Rastari dirumah sana. "Aduh Cal ko telinga mamah panas gini ya? Siapa ya yang ngomongin? Berita artis kah?"

**

Kintari memandang rumah besar berlantai dua itu dipenuhi oleh banyak orang. "Wait.. ko semua pada pake baju putih sih?".

Membuka sabuk pengamannya Tara berkata dengan santai. "Iya tadi aku mau bilang. Sebenarnya pestanya itu ada dress codenya warna putih. Tapi waktunya udah mepet dan om udah telepon. Aku rasa kamu gak....".

"WHAT??!!!" Teriak Kintari memotong. "Please ya Tara pacar yang gak gue raguin lagi kegantengannya. Kamu mau buat aku saltum didalem?"

"Enggak. Lagian baju kamu biru langit mirip sama putih"

"Tara... putih sama biru langit itu sama ya kata yang buta warna. Lagian ini siang keliatan banget. Aku gak mau turun ah malu". Tara menghela nafasnya. Dia mengambil kedua tangan Kintari.

"Sayang please. Aku harus turun sama kamu. Kalau kamu gak turun aku juga gak turun. Aku mohon" Kintari melihat mata Tara yang memohon kepadanya dengan sungguh-sungguh membuatnya tidak bisa menolak tapi mengingat dia yang akan salah kostum jika turun. Dia sungguh tidak ingin turun. Bisa ditertawakan jika ada si guru bahasa Indonesia temannya itu dan menceramahinya dengan duduk ala ningrat "Kintari tanpa meragukan kecantikanmu, apalah arti dari kehadiranmu jika kamu berdiri diantara orang-orang dengan baju yang berbeda?. Kamu mungkin akan dibisiki dari jauh 'coba lihat yang malas membaca undangan'. Dan apa yang akan dikatakan oleh keluarga sang pria yang teramat tampan pacarmu itu?" Begitulah kira-kira wejangan panjangnya.

"Aku gak mau Tara. Aku saltum juga bakal bikin kamu malu"

"Aku yang bakal didepan kamu kalau ada yang sampei bilang yang enggak enggak"

"Tar.. please. Aku terlalu takut juga. Aku belum tau siapa aja yang bakal ada didalam" Tara menghembuskan nafasnya dan berkata "Baiklah. Aku mengerti". Tara tersenyum tulus. Seketika perasaan Kintari benar-benar merasa tidak tega. Hingga akhirnya Kintari menahan tangan Tara yang akan mebghidupkan kembali mesin mobil.

"Ya udah ayo kita masuk"

"Kamu yakin? Aku gak maksa kamu ko"

"Iya aku tau. Aku cuman... pengen kenal keluarga kamu yang lain selain ibu"

Senyum Tarapun terbit bak matahari yang bersinar menyinari bumi. "Terima kasih Kintari".

Oke Kintari. Selamat karena membuat pujaan hatimu meleleh kaya keju mozarela. Oh betapa perempuan disana akan iri dengan kecantikan dan keutulusan hatimu.

Berhenti menyombongkan diri Kintari!.

**

Dengan memegang lengan kekasihnya erat. Kintari masuk ke dalam rumah besar nan megah itu. Bukan masalah rumah besar yang membuatnya gugup. Kakek dari ayahnya, Verrel memiliki rumah sama besarnya bahkan lebih besar namun yang membuatnya gugup adalah orang yang kini berada dalam rumah itu. Hampir semua mata kini tertuju padanya.

"Tara... tas aku ketinggalan

"Ketinggalan ditangan kamu?"

Aduh Kintari jangan oon dong disaat genting gini.

"Oh lipstick aku kayanya jatuh deh di mobil. Aku perlu touch up"

Tara menahan langkah Kintari. Memandang Kintari  "Kamu lupa pake lipstik yang tahan beberapa jam? Lagian kalau kamu pake lisptik kan makannya kaya yang di video-video chalenge jaman sekarang"

"Ehm.. ehmm... mamah aku ketinggalan"

Tara mengerutkan keningnya. "Kamu kenapa Kin? Kamu gugup?".

Kintari tidak menjawab. Dia hanya memandang Tara dengan mata yang ke kanan dan ke kiri. Hingga pandangan mata itu terputus karena Tara menarik Kintari ke pelukannya. Menepuk-nepuk punggung Kintari.

"Ada aku Kintari" punggung Kintari yang awalnya tegang kini melunak.

"Wah ini rupanya sang penarik perhatian tamu sedang bermesraan disini" Kintari melepaskan pelukan Tara.

"Oh pantas saja. Cantik sekali yang dipeluk Tara ini" Seorang laki-laki seumuran Tara kini berdiri dihadapan mereka dengan bertepuk tangan dengan wajah sok terkejut. Kintari menelaahnya. Siapa laki-laki songong yang punya modal pas-pasan ini?. Aduh bikin gue dosa pagi-pagi gini

"Hai saya Wira Sasongko" ucap laki-laki itu dengan mengulurkan tangan masih dengan wajah sok tampan.

"Kintari Gardapatri Sastra" Menyambut uluran tangan itu kemudian saat akan melepaskan tangan, laki-laki songong bernama Wira itu menahannya.

"Maaf.. Wir. Kami perlu berkeliling dan tidak bisa berjabat tangan mama-lama" Wira tampak menyeringai seperti tokoh antagonis di sinetron-sinetron yang tak kunjung usai.

Mukeeeee mas

"Datang ke perusahaan ku. Mungkin kamu tertarik dengan kantorku" Wira Songong itu memberikan kartu namanya.

Oh.. My Lord terhina gue. Gue ini bukan cewe matre ya. Gue cuma suka uang. Tapi bukan berarti gue bisa tergila-gila sama harta gak seberapa loe dan ninggalin cowo gue yang berhati malaikat ini. Catet jangan cetak miring aja tebelin thor biar dia tau!.

"Terima kasih" senyum Kintari canggung dan tidak berniat menggapai sedikitpun kartu nama itu membuat pacarnya yang memang tampan hanya tersenyum kira-kira lima cm.

"Kami mau ke mempelai pria dulu" ucapnya gagah. "Permisi tuan kaya" sambung Kintari dengan senyum devilnya.

Tara terus berjalan menggiring Kintari hingga ke sebuah taman yang tepat berada dibelakang rumah. Ditaman itu terlihat hiasan dominasi putih dapat dilihat banyak sekali ibu-ibu sosialita yang setiap langkahnya ditemani gemericik suara perhiasannya yang beradu. Tak lupa dengan cara tertawanya yang seperti ada cabe nyangkut di gigi. Mulutnya ditutupi tangan.

"Halo Tara.... " suara seorang laki-laki paruh baya sekitar 50 tahunan menghampiri mereka tersenyum dengan lebar.

"Halo"

"Om saja. Ini... "Kintari merapihkan dress dan tatanan rambutnya. Oke gue lagi discan.

"Kintari Gardapatri Sastra" tangan Kintari terulur. Omnya yang berambut putih itu belum menyambut tangan putih Kintari yang terulur. Membuat Kintari jantungnya serasa di pacuam kuda. Dia berharap tidak ada drama berjudul panjang seperti karangan cerita Dea tentang pernikahan yang tidak direstui akibat salah kostum.

"Ah iya kamu itu cucunya Verrel Adhijaya kan?" Kintari terdiam lalu om Tara itu langsung mengambil uluran tangan Kintari dan memeluknya erat hingga sesak.

"Om.. kenal?" Tanya Kintari hati-hati.

Pria itu tertawa terbahak-bahak. "Siapa yang tidak kenal dengannya? Perusahaannya dimana-mana. Dan dari namamu aku juga tau kamu cucu dari keluarga Sastra"

"Iya" jawab Kintari canggung. Dia merasa hal itu bukan yang patut dia banggakan secara berlebih. Dia adalah anak dari Raffa Adhijaya. Seorang PNS dengan perusahaan penerbitan buku yang sudah lumayan berkembang. Berbeda dengan kedua kakeknya yang memang berkecimpung didunia bisnis dan berhasil.

Om itu memajukan tubuhnya membuat Kintari mundur langsung. Dia tidak ingin di gebet oleh om-om beruban. "Kakek Verrel kamu itu teman om jaman kita suka ke undangan yang tidak diundang sekedar buat makan"

Oke catet kakek Verrel yang gak banyak bicara dan agak tinggi hati seperti galah ternyata sempat seperti itu.

"Oh gitu ya om?"

"Iya tapi dia itu nikah duluan. Nikah sama perempuan yang om taksir juga"

Buset berarti nih om-om seumuran kakek gue. Dan dia...... wow masih keliatan 50 tahunan. Suntik botox atau apa ya?.

"Hai Tara..." hingga satu suara perempuan membuat Tara tiba-tiba terlihat seperti warga keciduk hansip lagi mojok. 

Siapa dia? Kintari bertanya-tanya kenapa reaksi Tara kaya gitu.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel