Bab 6 : Cerita Manis
Kintari diam saat Tara menempelkan bibirnya. Mengecupnya lama. Kintari tidak tau betapa Tara berkerigat dingin melakukan itu didepan banyak orang. Dia bukan orang yang senang mempertontonkan sesuatu di depan umum dia lakukan ini dengan terpaksa. Tara merasa harus melakukannya.
"Tara," gumam Kintari. Sontak semua yang berada di aula melihat mereka berdua.
"Aku mencintaimu. Sangat." Ungkapnya sekali lagi dengan segenap perasaan membuat Kintari berkaca-kaca. Kintari tidak tau kenapa Tara melakukan ini semua tapi dia tau Tara melakukan itu semua dengan tulus. Sebenarnya dalam hati Kintari bertanya apakah mungkin Tara mengetahui sesuatu? Tapi jika memang Tara mengetahui Makala dan dirinya yang pernah berpacaran tentu Tara tidak akan seperti ini. Tara akan terang-terangan bilang. Seperti pada saat dia cemburu pada Pongky mantannya yang sama sama dosen dan putus karena Pongky jorok bukan main sampei bau ketek padahal wajahnya ganteng. Apakah Tara mengetahui ceritanya bersama Makala?.
"Aku juga cinta kamu." Tara langsung memeluk Kintari kembali dengan erat. Lagu yang mengiringi keromantisan mereka menambah beberapa yang ada di aula terbawa suasana hingga berteriak histeris. "Kintari... gaspol."
"Kintari patahin aja hati si playboy itu."
"Mampus deh si Makala."
Bukan rahasia lagi kisah Makala dan Kintari. Kintari yang terkenal sebagai kembang sekolah dan Makala yang terkenal sebagai laki-laki paling macho di sekolah karena hobinya yang menaiki gunung. Jadi tentu saja kisah mereka yang berakhir di penghujung sekolah menjadi desas desus kencang dan menempel diingatan teman sekolah seangkatannya.
Sementara di sudut aula seseorang yang sedang memainkan piano seraya bernyanyi dengan lirih menatap kedua sejoli yang mesra itu dengan pandangan terluka. Sangat memprihatinkan. Mungkin Makala harus dimasukkan kedalam Mak Lambe sebagai Manes. Mantan Ngenes yang membutuhkan dukungan moril dari para mantan yang mengalami hal serupa.
Harusnya lagu ini bakal terus jadi kenangan kita. Bukan seperti sekarang
**
Tara menggandeng Kintari mesra. Membuat beberapa pasang mata yang ada disekolah menatap mereka iri. "Eh liat pada ngeliatin kita" ucap Kintari dengan wajah berseri-seri seperti ibu-ibu di tanggal muda.
"Biarin.. biar mereka gak ada yang lirik kamu" Tara dengan ekspresi selempeng jalan tol.
"Possesive," jawabnya cemberut padahal dia kegirangan. Heh loe gak tau Tara pacar gue yang ganteng ini jarang banget bisa manis kaya gini! Syirik aja!. Oke Kintari memang ajaib dia selalu berbicara dengan dirinya sendiri seperti itu.
"Biarin. Kayak kamu engga aja."
"Aku engga ya.. kapan?" Ini lah Kintari menyebut Dea gengsian sebenarnya diapun sama saja. Oke kalau itu gue ngaku.
"Memang aku gak tau kamu marahin Santi. Pramugari"
DEG
Oh namanya Santi. Pasti dia bilang deh. Huh dasar panci rombeng. Harusnya ditambal sama Bi Surti kaya panci-panci dirumah biar gak bocor.
"Dasar rombeng. Bukan aku yang marahin tapi dia yang tiba-tiba nyolot."
"Aku..."
Perkataan Tara terpotong. Terima kasih Udin loe udah nolong gue kalau gak ada loe bisa ada kultum dari Tara untuk pacar tercintanya ini. "Kintari... masih inget gak? Gue yang dulu sering loe jajanin bakso sama nasi padang?.”
"Udin kan? Temen sebangkunya Laksa?."
Udin langsung memeluk Kintari dan menepuk-nepuk punggungnya tanpa sadar ada sepasang laser tajam. "Ehem..." seperti orang batuk di iklan Tara membuat Udin melepas pelukannya. "Maap.... loe pasti pacarnya yang tadi nyium dia ya? Cie... mesra banget. So swiiit.”
"Hem.." jawab singkat Tara. Sementara Kintari mengelus dada. Tunggu sebentar lagi dikelas pasti rame. Ini baru Udin belum yang lain.
"Maap abis dia ini berkesan buat gue. Gue kan ngekos dia suka jajanin gue makan pas gue gak punya uang. Sipatnya aja yang centil, ceplas ceplos padahal baik lho..."
"Ya ampun Din lebay banget deh. Kaya lagi acara perjodohan. Udah ayok ke kelas" Kintari tersenyum pada sang Udin yang berpenampilan sederhana dengan kemeja kotak-kotak merah biru.
Benar saja ketika sampai kelas. Semua ricuh ketika Tara dan Kintari masuk. Terlebih lagi kepada Tara larena teriakan para wanita sangat kencang. Mereka lupa akan anak yang ada digendongan papahnya atau yang ada di gendongannya. Sang pria tampan bak bidadara yang turun dari kahyangan buat mandi di kali. Kintaripun yang selalu berpenampilan seksi sontak mengundang banyak teman laki-lakinya yang berteriak.
"Farhana...." teriak Kintari. Farhana menoleh kemudian sama berteriaknya. Mereka lupa kalau saat ini bukan sedang berada hutan tapi di ruangan kelas.
"Aduh makin semok, cantik aja sih loe" puji Farhana ketika mendekati Kintari.
"Loe juga makin kece aja. Daridulu gue suka gaya loe" mereka tertawa bersama hingga Kintari memperkenalkan Tara. "Jadi ini dua pemain utama di aula tadi? Romantis banget sih."
"Udah gak usah pikirin tutup botol kecap kaya si Makala. Sama dia aja. Ya walaupun gue tau si Makala udah ganteng pake banget sekarang. Tapi gue dukung loe sama si ganteng ini. Kalau loe gak mau buat gue aja" bisik Farhana panjang lebar membuat Kintari kesusahan agak menjauhkan diri dari Tara agar Tara tidak mendengar dengan posisi tangan mereka yang masih bertautan.
Aduh udah kaya truck gandeng aja mereka
"Ya ampun itu anak loe?" Seorang bocah perempuan yang berjalan dengan susah payah mendekati Farhana dan Kintari, tak lupa suster bermuka lelah mengikutinya.
"Iya.. namanya Cinta. Gue ngidam liat film AADC sampei diputer berpuluh-puluh kali. Belum minta si Irsyad harus cool kaya Rangga. Dia frustasi banget waktu itu" cerita Farhana membuat Kintari tertawa mengingat Isrsyad suami Farhana itu pecicilannya minta ampun. Seperti Makala. Makala lagi udah kaya micin aja dia buat gue. STOP loe udah lupa sama dia!.
"Mamah...."
"Halo.. Cinta.. ini tante Kin. Sama tante yuk?" Pegangan Kintari terlepas dari tangan Tara. Dengan cekatan Kintari langsung memangku Cinta. "Uuuh... anak cantik."
"Hebat banget loe. Dia biasanya nangis sama orang yang baru kenal."
"Mungkin dia tau mana orang cantik."
"Hadeh. Eh gue titip dulu ya. Gue mau cari Irsyad. Kemana itu orang lagi? Ngilang gitu aja."
"Tenang serahin aja ke gue.”
"Mba.. mbanya duduk aja dulu. Cape gitu."
"Makasih mba. Aduh iya nih kakak cantik ade Cinta lagi gak mau diem" dengan wajah senang. Mbanya duduk dan mengibas-ngibas wajahnya dengan ais yang sedari tadi di tangannya.
Gue juga punya anak nanti kaya gitu kali ya. Aduh tapi gue harus tetep tampil paripurna. HARUS!. JANJI!
"Tara... sini.. lucu loh."
"Hai," sapanya datar.
"Jangan kaya ngajak main gundam-gundam kamu dirumah dong. Lebih banyak ekspresinya. Gimana nanti kalau punya anak?" #kodekeras.
Tara hanya tersenyum. "Hai.. Halo... Selamat siang.”
"Selamat datang di penerbangan kami..." potong Kintari gemas melanjutkan. "Bukan gitu. Maksudnya kayak ngajak main. Ngoceh apa aja kaya orang gila.”
"Kamu.. siapa namanya? Berapa tahun?"... Kintari hanya menghela nafas. Hingga perhatiannya teralihkan ketika Cinta tiba-tiba menangis kencang. Susternya yang sedang tertidur tanpa sadar itu kini terbangun. "Udah mba lanjutin aja tidurnya". Susternya merasa tidak enak tapi karena memang dia sangat kelelahan jadilah dia memilih untuk tidur.
Si bayi masih menangis. Kintari menimang-nimangnya hingga keringat bercucuran. "Ayok... ini si cantik kenapa nangis terus? Cari mamah sama papah iya?. Sebentar ya sayang"..
Masih menangis. "Sini biar aku coba". Tara sebenarnya sedari tadi memperhatikan Kintari yang dengan sabarnya menimang bayi itu walaupun dandanannya sudah acak-acakkan karena keringat. Tara tak menyangka sampai sejauh itu pada Kintari.
"Ya udah barangkali sama cowok ganteng dia mau. Jangan diambil tapi ya dek omnya. Susah nemunya" Tara melotot tajam yang dijawab hanya dengan cengiran oleh Kintari.
Benar saja ketika Tara yang memangku dan menimang. Anak bayi itu mulai diam dan mencari posisi enak tiduran di dada bidang Tara.
Ya ampun anak kecil aja tau mana yang ganteng.
"Tuhkan apa aku bilang. Aku baik lho dek aku kasih pinjem dada bidang omnya. Ke yang lain tante gak kasih" cerocos Kintari seperti orang gila. Padahal bayinya sudah tidur.
"Ya ampun kaca..." Kintari mencari kaca dalam tasnya. Ditelaah penampilannya itu. Dibereskan rambutnya. Wajahnya sedikit di touch up. "Oke done. Untung udah cantik dari sananya".
Tara tidak aneh dengan kenarsisan pacarnya itu. "Kin liat dia tidurnya ngeces".
Kintari dengan heboh menghampiri Tara kemudian tertawa sambil memeluk pinggang Tara "Iya bener. Sampei kena kaos kamu. Kalau aku yang ngeces di kaos kamu kayak gitu?.”
"Gak apa-apa kalau Cinta. Kamu enggak" Kintari cemberut. Pacarnya itu memeng hobi sekali mengerjainya.
Tanpa mereka sadari. Mereka sudah jadi pusat perhatian teman-temannya yang ada di kelas. Tak terkecuali Dea, Deni dan Farhana. "Liat best couple kita". Kintari dan Tara yang saling berpelukan memperhatikan bayi kecil yang mengeces ke kaos Tara.
**
"Bentar ya aku ke toilet dulu" Tara hanya mengangguk. Kintari berlalu dan masuk ke toilet perempuan tapi begitu terkejutnya Kintari ketika melihat Makala didepan toilet perempuan dengan satu tangan masuk kedalam saku celananya. "Ya ampun.. ngagetin banget. Nakutin amat didepan toilet cewe. Ngapain sih? Udah kaya stalker aja loe".
"Aku gak peduli kamu panggil aku apa. Aku kesini mau ngasih sesuatu yang ketinggalan. Aku udah gak sanggup nyimpennya."
Kening Kintari berkerut tanda dia sangat memikirkannya "Apa?.”
"Rasa yang tertinggal. Rasa yang pernah kamu isi" Kintari memutar mata kemudian berjalan meninggalkan Makala yang tertawa. "Oke oke. Kiranti.. bisa kita ketemu berdua?."
Kintari terdiam. "Buat apa? Kayanya buang-buang waktu aja."
"Ada yang harus kamu tau."
"Sepenting apa itu?."
"Sangat penting."
"Sorry gue gak mau." Kintari melanjutkan langkahnya tapi dihadang oleh Makala dengan merentangkan kedua tangannya dihadapan Kintari.
Liat si sableng ini
"Ambil kartu nama ku. Aku tau kamu suatu saat akan hubungin aku" Makala memberikan kartu namanya ditelapak tangan Kintari lalu pergi meninggalkan Kintari. Kintari memandangi kartu nama itu. Menghela nafas. Dia meremas kertas itu kemudian membuangnya ke tempat sampah.
**
