Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 : Kisah Belum Usai

Kintari berjalan dengan tegak dan berwibawa, namun tetap mementingkan asas kemodelan bak pragawati. Dengan hak tinggi 10 cm, rok span diatas lututnya dan kemeja sifon berwarna gading Kintari dipandang oleh banyak pasang mata. Rambut sepunggung yang selalu dibiarkannya untuk tergerai menjadi terbawa-bawa angin macam iklan shampo.

Make up tipis-tipis yang dia oleskan berbeda dengan warna lipstick merahnya. Kintari termasuk perempuan yang berani memakai warna lipstick yang menyala dan menganut 'tergantung situasi'. Tapi dia juga menyukai warna-warna soft. Apa yang dipakainya dari atas sampai bawah adalah yang berkelas. Mengumpulkan dengan segenap jiwanya. Menggunakan prinsip, membeli barang itu tidak harus sering tapi harus yang bagus. Biarin ngumpulin uangnya harus puasa 7 hari 7 malam atau menyepi dengan listrik gelap gulita. Orang gak tau gimana cara kita menabung. Yang orang lihat hanya apa yang mereka lihat. Ya sebenarnya Kintari membenci itu, tapi apa daya saat jaman yang sudah wong edan ini memandang segala sesuatunya dari apa yang kita pakai. Kintari tidak ingin di rendahkan oleh siapapun.

"Bu Kintari saya mau mengumpulkan tugas." Salah satu mahasiswanya mendadak menghalagi jalannya. Mahasiswa itu memakai celana jeans sobek dan jaket jeans kusam. Tak lupa jenggot dan mukanya yang lecek seperti baju belum disetrika. Penuh lipatan dan garis.

"Kamu belum cuci muka?," tanya Kintari spontan. Tanpa sadar sifat ceplas ceplosnya keluar. Dan mahasiswa laki-laki yang ada dihadapannya itu terkejut. Baru kali ini ada yang memperhatikan penampilannya.

"Belum bu saya takut ibu gak menerima makalah saya. Makanya bangun tidur saya langsung kesini"

Saya lebih takut gak nerima kamu karena nafas kamu yang bau belum gosok gigi.

"Cabe." Kintari menunjuk gigi bagian depannya pada sang mahasiswa. Refleks saja mahasiswanya itu meraba giginya dan benar saja dia menemukan cabe dari giginya lalu memeperkannya pada celana belelnya itu.

"Bekas nasi goreng malem." Jawab cuek mahasiswanya.

"Gak gosok gigi kamu malem?."

"Sayang odolnya bu. Saya lagi ngirit."

Kintari mengangguk sembari mengernyit agak.. 'terkesima'. Mengambil makalah pria itu lalu berkata dengan wajah yang tidak bisa tegas seperti biasanya. "Sini saya ambil makalahnya." .... "Kamu lebih baik gosok gigi dan mandi karena sebenarnya kamu itu tampan kalau bisa ngerawat diri. Dan saya jamin fans kamu bakalan meningkat drastis," bisik Kintari membuat mahasiswa laki-laki itu merasakan angin sepoi-sepoi dari surga. Surga dunia.

"Wing.. wingko babat," panggil temannya membuat dia yang memperhatikan punggung dosennya yang sudah berlalu dari hadapannya itu terganggu.

"Loe liatin Bu Kintari sampei segitunya. Udah ada yang punya bro..." temannya itu merangkul sahabatnya yang sudah bau tujuh rupa.

"Udah nikah?."

"Belum sih cuman pacarnya pilot, pernah jemput ke kampus juga. Rame mahasiswa cewek pada ngomongin. Loe sih gak up to date banget. Makanya jangan kaya calon pengantenan pingitan. Kerjaannya nitip absen. Ngendog di kosan sambil maen game."

"Karena gue gak peduli sama kampus."

"Terus sekarang ngapain loe nanya-nanya?."

"Karena gue ngerasain sesuatu."

Temannya tidak mengerti hanya diam kemudian ditinggalkan oleh si wingko babat itu menuju kelas. Tidak Kintari tau bahwa sifat aslinya dan bisikan mautnya itu menimbulkan percikan asmara di hati si mahasiswa dekilnya.

**

Kintari sedang membereskan buku dan tasnya. Hari ini mata kuliahnya cukup padat. "Bu Kintari capek banget keliatannya," ledek Ganda. Dosen laki-laki itu kini tepat berada di sampingnya.

"Aduh Pak Ganda udah rapih aja, mau malam mingguan Pak?."

"Masa gak tau bakal ada apa di kampus bu." Dosen itu menggebrak pundak Kintari dengan cukup keras membuat Kintari agak terhuyung.

Buset kenceng banget. Sabar Kintari sabar ini di kampus loe harus inget prinsip loe.

Dengan acting yang terlatih Kintari tersenyum sangat manis. "Memang ada apa Pak?."

"Itu ada acara anak jurusan bahasa. Ada artis juga. Itu lho yang lagi kekiknian artisnya. Aduh.. siapa yo saya lupa. Yang jelas tampannya gak jauh sama saya lah bu beda-beda tipis ibu liat deh nanti." Pak Ganda itu tertawa sementara Kintari tersenyum penuh kepalsuan.

Iya pa bedanya tipis saking tipisnya saya gak tau yang mana yang ganteng dan mana yang bukan.

Pak Ganda itu bagaikan ibu hamil sembilan bulan yang sedang merasakan anaknya menendang, dia mengelus perutnya dengan gerakan naik turun. Lalu berlalu pergi sambil menyanyi lagu. "Urip sun lagi ketiban lintang. Gemerlap cahya sinare terang...."

"Di demeni ning juragan empang" sambung Kintari. Pak Ganda memang selalu menyanyikan lagu itu sambil berjalan dan mau tidak mau Kintari yang tidak menyukai aliran lagu dangdut terhipnotis. Teringat dan terngiang selalu. Bagaikan micin. Sambil mengetik di group whatsappnya yang absurd dengan beberapa sahabat SMAnya yang dinamai Gengs Power Ranger Hits.

Deniwati : Gue dateng malem ini dari Bali. Loe harus pada jemput gue.

Dea : Dikasi apa gue kalau mau jemput loe?.

Deniwati: Gua kasih pia susu.

Dea : Gak mau. Loe tiap pulang bawanya pia susu mulu. Gue juga punya susu produksi sendiri gak usah loe kasih terus pia susu juga. Yang lain kek.

Kintari : Iya loe udah pulang cuman setaun sekali doang atau pas lagi ada moment tertentu doang loe masih aja jadi Firaun korun.

Deniwati atau yang bernama asli Deni. Sahabat yang tergabung dalam geng mereka semasa SMA itu memang terkenal pelit. Karena kepelitannya Deni dipanggil deniwati karena mirip emak-emak yang selalu pelototin struck belanjaannya walaupun dia tau semuanya udah bener. Deni ini pekerjaannya oke, orang tua oke, tapi dia selalu memikirkan apa yang dikeluarkan dari dompetnya melebihi presiden mikirin rakyatnya atau calon pemimpin yang mikirin udah keluar berapa duit dia buat kampanyenya.

Seorang Deni tetaplah Deni. Berbeda dengan Dea yang senang menghambur-hemburkan uang dan tidak pernah berpikir dua kali ketika ingin makan enak atau membeli sesuatu yang diinginkannya. Berbeda dengan Deni, Dea berasal dari keluarga yang agak keurangan. Jadi disaat dia mempunyai uang sendiri, Dea memakai satu prinsip. "Jangan nyiksa perut loe sendiri apalagi hati loe. Selama ada hajar aja. Nanti ya gimana nanti aja."

Kintari sendiri termasuk kedalam golongan yang tidak pelit, tapi juga tidak hambur. Ditengah-tengah kaum itu lah. Disaat dia menginginkan sesuatu yang tidak wajar harganya maka dia akan dengan susah payah menekan yang bisa ditekan sampei kempes. Dan sesuatu itu kebanyakan adalah benda seperti tas, baju atau sepatu. Lagipula prinsipnya, "ayo mulai hidup sehat dengan makanan sehat dan tidak rakus." Padahal sebenarnya, "ayo mulai hidup mengirit dengan makanan ala kadarnya demi penampilan yang maksimal." Karedok siram mayonaise adalah makanan ala kadarnya yang dia maksud.

Deniwati: Eh gue bawa cewek gue kali ini.

Dea : Loe gak sehidup semati banget sama gue.

Deniwati: Sorry beib, bodo kalau gue lewatin cewek Bali.

Kintari: Siapa namanya?.

Deniwati: Tiara.

Kintari : Poor Tiara.

Dea: Turut berduka Tiara :(

BRUK...

"Aw.. " Kintari terjatuh kebelakang membuat bokongnya yang seksi berciuman dengan lantai LAGI. Ciuman yang dalam dan ... sakit.

"Kiranti kita ketemu lagi."

WHAT....

Kintari langsung mendongakkan kepalanya. Terkejut pasti. Here we go.. Kintari melihat wajah tampan mantannya itu LAGI di kampus. DI KAMPUS!!!. Melihat kesekeliling. Dan seakan Makala mengerti dengan wajah bingung sang mantan, dia langsung bicara. "Ini... kampus UNSERA." Bagai di sadarkan dari kebingunan yang terasa bodoh namun terlihat lucu oleh Makala.

Kintari berdiri dan segera menepuk-nepuk roknya yang kotor. Membuat Makala kecewa karena sesungguhnya sedari tadi dia sedang melihat dengan serius TV layar datar dengan tayangan banteng merah berenda. Bersyukurlah Makala karena hari ini gadis bar-bar yang masih mengguncang hatinya itu memakai rok span di atas lutut.

"Permisi." Kintari akan berlalu menghindari Makala namun terlambat tangan Kintari lebih dulu dicekal oleh Makala. "Bisa kita......... sedikit ngobrol?."

Kintari terdiam. Jiwanya goyah. Tidak bisa dipungkiri ia memang masih memikirkan laki-laki yang ada didepannya sejarang ini, tapi mendadak Kintari langsung tersadar ketika dengan tegasnya tayangan beberapa tahun lalu terputar bagai film di ingatannya.

Flasback On.

"Sayang bibir kamu pecah-pecah gitu. Aku beliin larutan yang ada badaknya ya?." Tanya laki-laki berperawakan tinggi tegap dengan kulit coklat sawo terlampau matang berdiri dari duduknya.

"Garing kaya kerupuk. Gak usah yang ada badak-badakan. Teh anget aja." Si laki-laki hanya mengangguk kemudian pergi meninggalkan Kintari yang menggosok-gosok tangannya di depan perapian melamun kurang romantis apa hubungannya dengan pacar yang sudah dipacarinya selama dua tahun lebih ini. Udara malam saat camping seperti sekarang juga paling pas untuk pacaran. Ditemani perapian biar lebih hangat dan mencegah terjadinya hal-hal dengan modus mencoba menghangatkan satu sama lain.

"Woi.." Deni mengagekan Kintari yang sedang melamunkan kekasihnya itu.

"Serem amat loe ngelamun disini. Jangan-jangan loe lagi lamunin yang hawt-hawt ya bareng si Makalah?."

Dicubitnya lengan Deniwati oleh Kintari. "Itu mah loe biji salak. Hobi ngelamun yang jorok-jorok." ..... "Eh ko dia lama banget ya ngambil teh anget?. Saking cintanya sama gue dia gak lagi ngambil daun pucuk teh termuda dari perkebunan kan?."

"Iya terus dia nyangkut di kerumunan cewek-cewek yang lagi metikin daun teh. Ngobrol bareng sambil duduk santai terus akhirnya kebablasan."

Kintari berdiri dan melemparkan syal yang dipegangnya sedari tadi ke muka sahabat sablengnya itu. "Tobat gue punya temen cowo kaya loe." Si biji salak itu hanya tertawa kencang melihat sahabatnya yang selalu polos jika digoda olehnya.

Kintari memutari area perkemahan yang diadakan oleh kedua sahabatnya itu beserta sahabat Makala untuk merayakan kelulusan. "Dimana sih itu cucurut?." Kintari membuka satu persatu tenda hingga satu tenda.. ponsel yang digenggam oleh Kintari terjatuh. Terdiam, tidak bereaksi ralat tidak bisa bereaksi. Tidak yakin dengan apa yang dilihatnya. "Kiranti."

Sial disaat beginiinpun panggilan itu yang keluar dari mulut biadabnya.

Kintari merasakan sesuatu yang memilukan, tak menyangka dunia luar sangat kejam. Berada ditengah-tengah keluarga harmonis membuatnya shock bukan main terhadap apa yang dilakukan seseorang padanya. Terlebih orang itu yang sudah membuat hatinya bertekuk lutut. Dan ketidak berdayaan itu pecah saat dering handphonenya berbunyi.

Nama mamahnya muncul "Corina".

Dengan nafas dalam yang dihirupnya Kintari berkata susah payah "Loe gak usah repot-repot liatin gue kaya gitu. Lanjutin aja. Gue mau terima telepon nyokap." Mengambil handphonenya dan secepat kilat menjauh dari tempat laknat itu.

"Halo mah," jawabnya langsung dengan penuh senyuman palsu seolah dia kini telah berakting didepan mamahnya.

"Kamu baik-baik aja kan nak?."

"Gak mah"

Kintari menahan segala sesak di dadanya yang membuncah. Menguhirup dan mengeluarkan nafasnya agar terdengar biasa-biasa saja. "Baik mah. Mah aku ini mau abis batrei.." Jeda "Aku nanti pinjem handphone temen terus aku telepon lagi ya."

"Oke sayang. Hati-hati. Inget di tempat dingin gitu gak usah mikirin trendy dan baju yang seksi-seksi nanti kamu masuk angin berabe. Mamah tau meninggalkan fashion itu sulit, tapi kesehatan kamu untuk saat ini lebih penting Kintari. Gak usah sok pake high heels juga, nanti kamu kekilir." Cerocosan panjang lebar Corina membuat Kintari sedikit tersenyum dalam tangisnya yang sudah meluncur tanpa suara.

"Iya mah. Aku tutup dulu."

"Kabari mamah kalau ada sesuatu yang membuat kamu merasa gak nyaman disana." Tangis Kintari semkian deras mengalir, namun tetap berusaha tidak mengeluarkan suara. "Love you mom."

"Love you too."

Flashback Off

"Sorry aku ada urusan," akhirnya keputusan itu yang diambil Kintari. Makala tidak lagi mencekalnya, hanya membiarkan Kintari berlalu. Kintari yang berusaha menegakkan punggungnya untuk menyembunyikan perasaaan yang dia rasakan saat teringat malam perkemahan itu. Dan tiba-tiba muka salah satu dosen yang so bossy berjalan menghampirinya. Mimpi buruk datang bagi Kintari.

"Bu Kintari tolong ya ini si tampan Makala pengen dianterin ke aula. Tadi dia lari lewat belakang biar gak dikenalin mahasiswa. Eh body guardnya kepencar, saya ini mesti buru-buru pulang."

Bener kan ibu-ibu so bossy satu ini selalu memberinya mata kuliah nyata yaitu berlatih kesabaran.

"Tapi bu saya juga buru..."

"Saya buru-buru banget deh bu bener.." Kintari mengela nafas, buang-buang tenaga gue mesti ngelawan ibu-ibu penjual gamis ini. Dia pasti buru-buru mau CODan sama customernya atau dia pasti ditunggu ibu-ibu arisan. Kenapa gue tau? Karena gue sering gantiin tugasnya karena gamis-gamis itu.

"Baik kalau gitu." Kintari pasrah dan membiarkan ibu-ibu berperawakan besar itu melenggang pergi. Oke Kintari loe harus bisa dan pasti bisa. Cuman mantan doang yang udah jadi cakep dan hot banget terus jadi artis terkenal dan populer plus bisa nyanyi dan maen alat musik yang bikin tiap hati cewe klemer-klemer. Oke RALAT itu bukan cuman.

"Jadi kita kemana?," tanya Makala membuyarkan perang batin Kintari yang ramai. Dengan topeng tebal yang dipakainya. Kintari berjalan di depan Makala dengan kaku. Sangat tidak Kintari sekali.

"Udah lama ya kita gak ketemu."

Ya loe pikir? Setelah loe berubah dan gue berubah gini?

"Oke gak apa-apa aku anggep aja jawabannya iya. Kamu jadi dosen juga ya akhirnya. Impian kamu kewujud kamu inget ga...." Makala yang ternyata berubah secara penampilan masih sama seperti dengan si Makalah gak kelar-kelar jaman SMA yaitu hobi ngoceh.

"Kata kamu gini, gue pengen jadi dosen biar nanti gak punya mahasiswa kaya pacar gue sekarang yang hobi banget bolos padahal otaknya kaya bubur mang Ohan, encer. Kalau ada mahasiswa gue kayak loe, gue bakal uber kemanapun dia ngumpet asal dia mau bener." Ucap Makala dengan bangga karena masih mengingat itu, tidak melihat mimik Kintari yang sudah berubah. Memejamkan matanya erat dan tangannyapun terkepal menahan sesuatu yang mendesak ingin keluar, tapi terhalang oleh sebuah cuplikan menyanyat hati tadi.

"Silahkan disana ruangannya." Kintari menunjuk ruangan Aula yang dipenuhi oleh para mahasiswa. "Saya permisi." Kintari mengangguk dan akan beranjak tapi kali ini lagi dan lagi langkahnya terhenti oleh ucapan Makala.

"Gue juga inget waktu loe bilang pekerjaan itu bukan mengenai uang yang kita dapetin, tapi mengenai apa yang kita rasain. Dan thanks berkat loe gue bisa milih pekerjaan ini walau dengan terpaksa gue harus buang hobby gue buat naik gunung."

Dan thanks loe udah bikin gue baper

Kintari berjalan pergi meninggalkan Makala yang tersenyum memandangnya dari belakang. "Masih aja dia pasang topeng itu."

**

Didalam mobil Kintari terduduk lemas hingga menelungkupkan kepalanya diatas kemudi setir. Dia frustasi jika harus melihat wajah itu beberapa kali. Benarkah dia bisa datang ke acara reuni itu jika seperti ini?. Kintari menjadi ciut. Sampai satu nama muncul di pikirannya. "Tara".

To : Capt

Sayang.. bisa kita bicara sebentar?

Kintari selalu mengirim pesan terlebih dulu, dia tidak ingin jika Tara sedang bekerja tidak konsentrasi karena melamunkan dirinya yang selalu berhasil menggoda iman lalu jadi ingin cepat pulang kan itu tidak baik.

Tapi nyatanya memang setelah pesan itu terkirim nada dering langsung nyaring terdengar di telinganya. Terasa seperti mendapatkan air di gurun sahara. Tara selalu meluangkan waktu untuknya sekecil atau secuil apapun untuknya ya kecuali sedang terbang. Walau hujan badai petir Tara tidak akan sok sibuk. Merapihkan rambut dan melihat lipsticknya yang masih on. Padahal untuk apa Tara tidak akan melihatnya tapi ya sudah judulnya suka-suka Kintari.

"Ada apa Kintari?"

"Sayang kamu bisa temani aku buat acara reuni lusa?".

Tara diam dan menghela nafas. "Sorry Kintari lusa aku ada jadwal terbang". Kintari kecewa. Membuatnya melipat tissue dengan gemas..

Tentu. Hallo.. wanita mana yang gak kecewa kalau pacar kita gak bisa pergi nemenin kita?.

"Okei"

"Ya sudah aku tutup" Tara menetup panggilan itu. Membuat Kintai mengumpat "Fu##*****^%$#@".

TOK.. TOOOK..

Kintari terlonjak kaget. Mahasiswa dekilnya itu tiba-tiba mengetuk pintu samping mobilnya dan berkata degan senyuman lebar ala iklan pasta gigi tanpa cabe nasi goreng yang masih tertinggal. Catat CABE!.

"Ada apa?"

"Saya mau pamer gak ada cabe di gigi" Kintari menghirup nafasnya dalam. Menahan kekesalan. Gak sekalian aja dia pamer di Aula kampus. Mahasiswa dekil itu tertawa sendiri layaknya menonton wayang golek.

"Bercanda kali bu. Saya cuman mau numpang naik mobil ibu. Boleh ya?"

Kintari memijit pelipisnya. Cobaan apa lagi ini Tuhan. Tadi si Makalah kemudian bapak pilot dan sekarang mahasiswa cabe-cabeannya.

"Dengarkan saya ya.. saya mau pulang dan saya tidak punya banyak bensin buat anter kamu pulang"

"Kalau ngikut ibu pulang biar awet bensin?" tanyanya dengan santai membuat emosi yang sedari tadi ditahan Kintari meledak.

"WHAT THE HELL?" Hempas manja tata karma dan sopan santun serta janji yang dipegangnya. Terhempas hingga hancur lebur terbawa udara sabtu malam yang kelam.

Dengan tawa yang ditahan sang mahasiswa dekil cabe itu menaik turunkan alisnya "Bu.. daripada marah-marah sendiri kaya tadi mending saya ngikut ibu. Kita bisa ngumpat bareng. Saya gak perlu ke rumah ibu deh ngikut mobil ibu aja sampai saya diturunin ibu"

"Freak!" jawab Kintari tapi akhirnya membuka kunci mobilnya dan membuat si mahasiswa dekil cabe itu naik kedalam mobilnya dengan senyuman sangat sangat lebar. Aroma buah peach langsung tercium. "Wangi ya kalau mobil cewek" cerewet laki-laki itu ketika Kintari mulai menyalakan mobinya hingga deru mobil itu terdengar bersamaan hembusan nafas Kintari.

"Ya emangnya kamu mandi aja kayanya sebulan sekali"

"Tau aja si ibu gak nyangka merhatiin saya sampei segitunya" jawab si mahasiswa dekil itu dengan menggaruk rambut gondrongnya yang entah kapan dikeramas. Mengerikan. "Kenalin gue Winggo Dharma" ucapnya membuat Kintari melotot bukan main. Berani sekali mahasiswanya ini berbahasa seperti itu padanya.

Sarap! Nih si cabe dekil. Ngelunjak

"Saya cuman mau jadi temen ibu dan kayanya kaku aja kaya kanebo kering kena panas matahari berhari-hari kalau kita ber-saya kamu. Bener gak saya? Tuh kan kaku banget ih"  Winggo bergidik ngeri yang dibuat-dibuat.

"Kenapa pengen temenan sama saya? Saya ini galak bukan main dan pelit nilai" tanya Kintari kaku membelokkan mobilnya. Si dekil gondrong itu hanya mengendikkan bahunya ke atas. "Mungkin karena ibu nganggep saya manusia".

Kintari tertawa, si dekil ini bisa-bisanya melucu. "Emang yang lain nganggap kamu apa? mahluk alien yang baru turun dari langit?"

"Bukan"

"Mahluk langka yang baru ditemuin?"

"Bukan juga"

"Terus..?"

Raut muka Winggo tiba-tiba berubah ketika dia akan mengucapkan jawabannya. "Sorry.." ucap maaf Kintari. "Tenang aja bu tegang gitu kaya belum pup seminggu"

Oh De gue punya panggilan si biji salak lagi buat cowo tengil selain si Deniwati pujaan banyaak perempuan bohay diluar sana.

Kintari yang awalnya simpatik 50% menjadi 1%. "Orang kampus mandang saya kaya..  gorilla yang baru ngelahirin kali"

"Ngaco" Kintari memberhentikan mobilnya karena lampu lalu lintas menunjukan warna merah.

"Gak ngaco kali bu, coba ibu pikir apa namanya kalalu saya dateng ke kelas tiap dosen bahkan gak nanya kenapa saya terlambat eh malah dibiarin aja gitu. Belum lagi kalau saya mau kumpulin tugas, mereka pake pulpen merah dan dikembaliin ke saya bahkan saya tau mereka gak buka makalah saya itu" cerita Winggo si mahasiswa dekil itu tanpa raut wajah sedih atau terluka hanya tawa saja yang terdengar namun terasa menyedihkan. Tapi satu saat ini pertanyaan yang bersarang di otak cerdas Kintari sang dosen famous. Kenapa para dosen berbuat seperti itu pada mahasiswa dekil sebelahnya ini. Kintari tau dari hasil tugasnya kemarin si mahasiswa dekilnya itu sangat pintar.

Nilai yang diberikan Kintari pun mendekati sempurna padahal dia bukan dosen yang bara bere nilai pada mahasiswanya. "So.. mau jadi temen gue bu?".

Mobil tak terasa sudah berhenti lagi setelah lampu merah tadi. "Saya pikir dulu"

"Oke.. wajar ibu baru kenal kan? Gak mungkin bilang iya langsung"

Iyalah gue bukan cewe murahan, sesuai kata mamah Corina harus jinak-jinak merpati.

"Oke" Winggo membuka sabuk pengamannya dan gerakannya terhenti saat Kintari dosen yang terkenal galak dan kejam bukan main itu berkata. "Kamu sebenarnya pintar hanya kurang serius saja. Mungkin itu yang buat dosen lain kurang respsect".

Hati Winggo menghangat dan menjalar hingga ke seluruh bagian tubuhya tak terkecuali bibirnya yang merekah dan berkata "Makasih tapi bukan itu alasan mereka tidak melirik saya".

Kintari mendesah frustasi, apa gue ketinggalan gosip dari dosen lain tentang anak dekil itu? Sampei gue gak tau alasan kenapa dia diperlakukan kaya gitu sama dosen lain. Begitulah resikonya jika jadi dosen yang lempeng selempeng jalan tol ya saking lempengnya kuliahnya hanya 'kupu-kupu' kuliah pulang kuliah pulang. Jangan hanya mahasiswa yang punya sebutan itu dosen sepertinya juga bisa seperti itu.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel