4.Tugas
Suasana di dalam ruangan ini begitu mencekam. Aura membunuh yang berada di sekitar Jefri seakan bisa membunuh seseorang yang ada di sekitarnya.
Tetapi hal itu tidak berlaku kepada Caroline. Carolin, Carolin menampakan wajahnya yang ceria seperti matahari yang sangat cerah, tidak ada raut wajah sedih, takut, ataupun sakit di dalam ekspresi wajahnya.
'Apa yang dimakan oleh wanita ini? Kenapa dia sama sekali tidak takut terhadap aku, semua orang jika aku sudah marah maka akan takut untuk mengangkat kepalanya, tetapi wanita ini bukan hanya berani untuk mengangkat kepalanya tetapi dia Bahkan tersenyum dengan sangat cerah kepadaku, apa dia tidak punya rasa takut?' Pikir Jefri.
"Kau ikut denganku!" ucap Jefri dengan suara baritonnya.
Jefri berjalan keluar dari ruangan itu dan diikuti oleh Carolin yang berjalan di belakang Jefri.
Carolin mengerutkan dahinya saat Jefri mengajaknya ke tanah kosong yang berukuran cukup luas.
'untuk apa dia mengajakku ke mari? Apa dia akan menyuruhku menggali lubang?' pikir Caroline
"Kau lihat tanah kosong itu," ucap Jefri menunjuk tanah yang kosong melompong di depan mereka.
'Apa dia pikir aku tidak bisa melihat?! Jelas-jelas itu ada di depanku tidak perlu untuk menyuruhku melihat aku juga sudah melihatnya.'
"Kau buatkan aku kebun buah dari seluruh tanah kosong ini, dan ingat hanya kau tidak ada yang boleh membantumu. Kebun itu harus segera selesai di saat aku bangun besok pagi, sudah dengan bibitnya yang tertanam. Jika kau tidak bisa menyelesaikannya sampai besok pagi, kau akan mendapatkan 50 cambukan saat itu juga!" ucap Jefri dengan aura dinginnya menyebar di sekitarnya.
Gluk
Caroline menelan salivanya dengan sangat kasar, mendengar tugasnya yang sangat berat membuatnya seketika seperti ingin pingsan saat itu juga.
'apa dia gila, bagaimana bisa aku membuat kebun buah hanya dalam waktu satu hari? Apa lagi kebun ini sangat luas, siapa yang bisa mengerjakannya dalam waktu satu hari?'
"Owh, ya, dan satu lagi, aku tidak mengizinkanmu untuk menggunakan teknologi dalam membuatnya, kau harus membuatnya dengan tenagamu sendiri," ucap Jefri dengan wajahnya yang datar.
"Apa?!" pekik Carolin mendengar kalimat yang keluar dari mulut Jefri.
"Kenapa? Apa kau menyerah? Boleh saja, aku akan langsung memberikanmu seratus cambukan, sekarang juga." Dengan wajah yang datar dan tatapannya yang lurus ke depan melihat ke arah tanah kosong yang ada di depannya, membuat Carolin merinding.
"Tidak, siapa bilang aku menyerah, aku akan menyelesaikannya tepat waktu, kau lihat saja nanti," ucap Carolin dengan penuh percaya diri.
"Kalau begitu cepat kerjakan!" ucap Jefri tanpa menoleh sedikit pun dan langsung pergi meninggalkan Caroline begitu saja.
"Ternyata jika di berikan tugas oleh orang gila, maka tugasnya sama gilanya dengan yang memberikan," gumam Carolin dan membuang nafasnya kasar.
"Masih untung dia yang menyelamatkanku dari terkaman mafia bejat itu, jika dia tidak membawaku ke sini, mungkin aku sudah kehilangan benda berharga yang aku rawat selama bertahun-tahun," gumam Carolin.
Selama ini Carolin tidak menunjukan ekspresi wajah sedihnya, karena dirinya memang tidak sedih saat Jefri membawa dirinya ke sini, Carolin bahkan sangat bersyukur karena di bawa ke sini oleh Jefri, Jefri membuat dirinya masih bisa menjaga keperawanannya sampai saat ini jadi Carolin ingin berterima kasih kepada Jefri.
Walaupun Carolin tidak mengetahui apa alasan Jefri membencinya, tetapi setidaknya Carolin berterima kasih kepada Jefri karena sudah menyelamatkan dirinya.
Carolin berdiri di tengah-tengah tanah kosong itu melihat sekelilingnya tanah kosong yang kira-kira luasnya hampir mencapai satu hektar.
Dengan tanah yang terlihat masih padat dan sangat susah untuk di gali, Carolin memikirkan cara untuk bisa membuat tanah itu mekar.
Dengan menggunakan kecerdasannya Carolin mengambil selang yang sudah di pasang pada keran dan langsung menyiram seluruh bagian permukaan tanah.
Jefri melihat apa yang Carolin kerjakan dari balkon ruang kerjanya dengan mengerjakan beberapa dokumen yang ada di atas mejanya.
"Cukup cerdas," gumam Jefri pelan dengan menganggukkan kepalanya.
"Siapa yang cerdas, Tuan?" tanya Miko tangan kiri Jefri yang melakukan semua tugasnya di perusahaan milik Jefri saat dirinya tidak bisa melakukan tugas tertentu.
"Sejak kapan kau di sini?" tanya Jefri mengalihkan pandangannya ke berkas yang ia pegang.
Miko mendongakan kepalanya melihat seorang perempuan yang sangat cantik dan bohay sedang menyiram tanaman.
Miko yang sering gonta-ganti pasangan, tentunya merasa senang karena menemukan mainan baru baginya, apalagi Carolin yang memiliki body yang sangat bohay dan seksi itu akan menjadi nilai plus dimata Miko.
"Dia siapa, Al?" tanya Miko memanggil nama kecil Jefri. Miko berani memanggil nama kecil Jefri karena mereka adalah teman sejak masih orok.
Almarhum ayah Miko adalah asisten almarhum ayah Jefri. Begitu juga ibu mereka yang sangat dekat membuat Jefri dan Miko tumbuh besar bersama.
"Tawanan," jawab Jefri simpel.
"What?!" pekik Miki tepat di telinga Jefri.
"Apa kau mau aku potong gajimu?" jefri menunjukan wajah iblisnya kepada Miko dan membuat Miko sedikit merinding melihat wajah itu.
"Tidak-tidak, tapi kau yang benar saja, wanita secantik itu kau jadikan dia tawanannya? Apa kau gila? Sebaiknya kau nikahi dia saja, lebih bermanfaat, lagi pula selama ini kau tidak pernah dekat dengan perempuan kecuali Aurel," ucap Miko memejamkan matanya menikmati angin yang berhembus di balkon.
"Sekali lagi kau bicara aku tidak main-main memotong seluruh gajimu," Jefri mulai berbicara dengan nada dinginnga dan itu membuat Miko bungkam.
"Baiklah aku tidak akan bicara lagi, ada apa kau memanggilku ke mari?" tanya Miko to the poin
"Ambil alih perusahaan Citra group, buat perusahaan itu menjadi di bawah naungan perusahaan Al Zero," ucap Jefri dengan ekspresi datar.
"Kau menyuruhku hanya untuk mengatakan ini? Kau bisa mengatakannya melalui telepon, apa kau sudah tidak memiliki handphone?" ucap Miko kesal, Miko datang ke mension Jefri dengan menempuh waktu sekitar satu jam lebih, tetapi Jefri hanya mengatakan itu, jika Jefri bukan atasannya maka Miko sudah pasti menedang Jefri dari atas sini.
Mengakuisisi perusahaan bukanlah hal besar bagi Miko, Miko hanya perlu satu hari untuk mengakuisisi perusahaan mana pun yang Jefri inginkan dengan sumberdaya yang mereka miliki itu adalah hal kecil bagi mereka.
"Ada hal lain yang ingin aku tugaskan untukmu," ucap Jefri terhenti melihat ke arah tanah kosong yang masih di siram Carolin.
"Kau, cari informasi sedetail mungkin tentang Jek, jangan sampai ada yang terlewatkan, jika ada yang salah sedikit saja pada laporanmu nanti aku akan mencambukmu seratus kali dan temukan dia hidup ataupun mati," ucap Jefri dengan ekspresi wajah yang masih sama.
"Dengan teman masa kecil pun kau masih bisa seperti ini Al, apa nasib anak buahnya jika melakukan kesalahan nantinya," gumam Miko.
"Aku masih bisa mendengarnya."
Miko hanya menunjukan deretan giginya yang rapi kepada Jefri.
"Apa ada lagi?" tanya Miko
"Tidak."
Miko menganggukan kepalanya dan pamit pulang kepada Jefri.
