Bab 5: Jejak di Hutan Utara
Kabut pagi menyelimuti tanah saat mereka melangkah lebih dalam ke pegunungan utara. Pepohonan tinggi menjulang, daunnya bergerak pelan diterpa angin dingin yang menusuk tulang. Meiran menarik mantelnya lebih rapat, sementara Yuhuan tetap tenang, matanya tajam mengamati sekeliling.
"Kau yakin jalurnya benar?" tanya Meiran pelan, melirik kompas kuno yang digenggam Yuhuan.
"Petapa Lao Ji tinggal di Kaki Gunung Shenzhou. Kita akan temui jalurnya setelah melewati Hutan Seribu Bisikan," jawab Yuhuan tanpa menoleh.
Nama hutan itu terdengar tidak bersahabat di telinga Meiran, tapi ia tetap mengikuti langkah Yuhuan tanpa ragu. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak sempit di antara pepohonan lebat. Suara-suara aneh mulai terdengar gumaman halus, tawa samar, dan bisikan tak jelas arah datangnya.
"Kenapa sepertinya ada yang mengawasi?" bisik Meiran, mulai gelisah.
Yuhuan berhenti sejenak, tangannya terulur melindungi Meiran di belakangnya. Tapi sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, terdengar suara mencicit nyaring.
"HEI! Manusia! Jangan injak bunga itu! Itu favoritku, tahu!"
Dari semak di depan mereka, melompat keluar seekor makhluk kecil berbulu putih sekilas mirip rubah, tapi dengan telinga panjang dan ekor bercabang dua. Matanya bulat berkilat, dan mulutnya bergerak cepat tanpa henti.
"Aku melihat kalian dari tadi! Mana sopan santunnya berjalan masuk ke wilayah orang tanpa salam?"
Meiran melongo, tidak tahu harus takut atau tertawa. "Itu... hewan bisa bicara?"
Makhluk itu menaikkan dagunya bangga. "Namaku Xiao Luo! Aku ini spirit penjaga hutan, dan juga... eh... petualang pensiunan! Jangan remehkan aku!"
Yuhuan memelototi makhluk itu. "Kami tidak datang untuk mengganggu. Kami hanya ingin lewat."
"Lewat? Di hutan ini kalian bisa tersesat selama tiga bulan hanya karena memilih belokan yang salah!" Xiao Luo berseru dramatis. "Tapi tenang saja, untung kalian bertemu aku."
"Dan kau mau bantu kami?" tanya Meiran.
Xiao Luo tersenyum lebar. "Tentu! Asal kau bawakan aku buah siluman merah di pohon sebelah sana. Aku lapar."
Yuhuan menghela napas, sudah bisa menebak kalau perjalanan ini akan semakin... ramai.
Meiran menatap Xiao Luo dengan pandangan campur aduk antara bingung dan geli. Tadi, ia datang dengan ekspektasi akan bertemu dengan makhluk buas atau setidaknya sesuatu yang menyeramkan, namun ternyata mereka justru bertemu dengan makhluk kecil yang lebih mirip anak anjing yang berperilaku canggung. Namun, rasa ingin tahunya lebih besar daripada rasa takutnya.
"Baiklah, Xiao Luo, kami akan mencari buah siluman merah untukmu," kata Meiran dengan nada ragu, sementara Yuhuan hanya mengangguk tanpa berkomentar. Mereka berdua tahu bahwa jika ingin melanjutkan perjalanan, mereka harus mengikuti permintaan makhluk ini. Tidak ada banyak pilihan selain mematuhi keinginan makhluk itu yang tampaknya sudah sangat tahu tentang hutan ini.
Xiao Luo melompat-lompat kegirangan. "Luar biasa! Aku yakin kalian tidak akan menyesal! Hanya satu pohon di sana, mudah sekali mencapainya! Aku menunggu di sini, jangan terlalu lama!" Makhluk itu segera berlari kembali ke semak-semak, meninggalkan mereka berdua berdiri bingung di tempatnya.
"Apakah kita benar-benar harus mengikuti dia?" tanya Meiran, matanya masih memandang pohon-pohon tinggi yang tumbuh rimbun di sekeliling mereka.
"Tidak ada pilihan lain," jawab Yuhuan singkat, meskipun ekspresi wajahnya terlihat datar, jelas-jelas ia tidak terlalu tertarik dengan ide ini. "Jika kita ingin melewati Hutan Seribu Bisikan ini, kita harus mencari cara untuk mendapatkan bantuan."
Meiran hanya mengangguk, meskipun rasa was-was di hatinya terus berkembang. Hutan ini, dengan segala suasana mencekam dan suara-suara aneh yang berbisik dari setiap sudutnya, benar-benar membuatnya merasa tidak nyaman. Terlebih lagi, dengan makhluk aneh seperti Xiao Luo yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka.
Mereka berjalan menuju pohon yang disebutkan oleh Xiao Luo, yang ternyata tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Pohon itu tampak berbeda dari pohon-pohon lainnya di hutan batangnya besar dan berwarna ungu kehitaman, sementara buahnya bersinar dengan warna merah terang, memancarkan cahaya samar yang aneh. Meiran mendekati pohon itu, sedikit ragu, karena ia merasa ada sesuatu yang tidak beres.
"Buah siluman merah… Kenapa rasanya terlalu mudah?" gumamnya pelan.
"Jangan terlalu banyak bertanya. Ambil saja dan kita segera kembali," Yuhuan menyarankan, tangannya sudah siap untuk bergerak jika ada hal-hal yang tidak terduga.
Meiran meraih salah satu buah yang menggantung rendah di cabang pohon, lalu memetiknya. Saat ia memegang buah itu, ia merasa sensasi dingin merambat ke tangannya, seperti ada energi tersembunyi di dalamnya. Rasa aneh itu membuatnya berhenti sejenak, namun ia mengabaikan perasaan tersebut dan menaruh buah itu dalam kantong yang dibawanya.
Mereka berdua segera kembali menuju tempat semula, di mana Xiao Luo tampak sedang duduk santai, berbaring telentang dengan tangan di belakang kepala. Begitu melihat mereka datang, Xiao Luo melompat berdiri dengan cepat.
"Bagus sekali! Aku sudah menunggu lama!" kata Xiao Luo dengan semangat, lalu ia melompat mendekat dan meraih buah siluman merah dari tangan Meiran. "Hmm… harum sekali. Aku hampir lupa bagaimana rasanya! Terima kasih banyak!"
Xiao Luo segera menggigit buah itu, dan sekejap kemudian wajahnya terlihat lebih segar. "Ah, benar-benar nikmat! Kalian beruntung bertemu denganku. Sekarang aku akan bantu kalian keluar dari hutan ini."
Xiao Luo segera menggigit buah itu, dan sekejap kemudian wajahnya terlihat lebih segar. "Ah, benar-benar nikmat! Kalian beruntung bertemu denganku. Sekarang aku akan bantu kalian keluar dari hutan ini."
Meiran menatap makhluk mungil itu dengan senyum geli. "Xiao Luo... hmm, rasanya kepanjangan. Kamu lucu, jadi aku panggil aja Luoluo, ya?"
Makhluk itu berhenti mengunyah, lalu matanya membulat. "Luoluo?"
"Ya! Lucu, kan?" Meiran mengangguk puas. "Kayak nama manja. Cocok buat makhluk menggemaskan kayak kamu."
Xiao Luo sekarang Luoluo mengangkat dagunya bangga. "Hmm, aku rasa... aku suka juga. Mulai sekarang, panggil aku Luoluo saja!"
Yuhuan hanya mendesah pelan. "Jangan terlalu akrab. Kita masih di hutan."
Meiran tersenyum lebar. "Baik, baik, Tuan Serius. Ayo, Luoluo, tunjukkan jalannya."
Yuhuan hanya memandang makhluk kecil itu dengan sedikit ketidakpercayaan. "Aku berharap kamu benar-benar bisa dipercaya."
"Tenang saja! Tidak ada yang perlu dikhawatirkan!" jawab Xiao Luo sambil tertawa. "Ikuti saja aku. Aku tahu jalan-jalannya."
Mereka pun mengikuti Xiao Luo yang mulai berjalan cepat. Suasana hutan semakin sunyi, hanya suara langkah kaki mereka yang terdengar. Suara-suara aneh yang sebelumnya memenuhi udara mulai hilang, dan seolah-olah hutan itu menjadi lebih tenang. Meiran merasa aneh seperti ada sesuatu yang bergerak di dalam hutan, mengikuti mereka. Namun, ia tidak bisa memastikan dari mana suara itu berasal.
Beberapa saat kemudian, mereka tiba di sebuah tempat lapang, sebuah padang rumput yang luas dikelilingi pohon-pohon tinggi. Di tengah lapang, ada sebuah batu besar yang tertutup lumut, tampak seperti batu alam biasa. Xiao Luo menghentikan langkahnya dan melompat ke atas batu itu, berdiri dengan gagah.
"Ini dia, jalan yang benar!" seru Xiao Luo, menunjuk ke sebuah jalur yang membentang di antara pohon-pohon besar di sebelah kiri mereka. "Ikuti jalur itu, dan kalian akan sampai di kaki Gunung Shenzhou. Petapa Lao Ji pasti menunggu kalian di sana."
Meiran menghela napas lega, merasa bahwa perjalanan mereka akhirnya menuju tujuan yang jelas. Namun, ketika ia melirik ke arah Yuhuan, ia melihat ekspresi yang tidak biasa pada wajah pemuda itu. Matanya terlihat serius, dan tubuhnya sedikit menegang, seolah ada sesuatu yang tidak beres.
"Ada apa?" tanya Meiran pelan, namun Yuhuan tidak menjawab. Ia malah melangkah maju, matanya tetap tajam mengamati sekeliling.
Xiao Luo yang duduk di atas batu tertawa. "Apa yang kalian takutkan? Bukankah kita sudah keluar dari Hutan Seribu Bisikan?"
Namun, sebelum Meiran atau Yuhuan sempat merespons, udara di sekitar mereka berubah menjadi berat. Suara gemerisik halus terdengar di balik pepohonan, dan kabut mulai kembali memenuhi tempat lapang itu. Meiran merasakan sesak di dadanya, sementara Yuhuan sudah bersiap, matanya menyapu setiap sudut dengan hati-hati.
"Ada sesuatu yang tidak beres…" kata Yuhuan pelan, dan seketika, mereka mendengar suara langkah kaki berat mendekat dari balik kabut.
