Bab 6: Bayangan di Kabut
Langkah kaki berat itu terdengar semakin dekat, menghantam tanah seperti hentakan palu raksasa. Meiran mundur setengah langkah, sementara Yuhuan berdiri kokoh di depannya, tubuhnya siaga penuh.
Dari balik kabut, siluet besar mulai tampak tinggi, membungkuk, dan diselimuti bulu gelap yang bergoyang pelan seperti asap hidup. Matanya menyala merah dalam kabut, dan cakarnya mencengkeram tanah setiap kali ia melangkah. Wujudnya tidak sepenuhnya nyata, seperti perpaduan antara bayangan dan makhluk buas.
Xiao Luo melompat turun dari batu, ekspresinya berubah panik. "T-Tidak mungkin... Itu Bayangan Kabut! Makhluk itu tidak pernah muncul siang hari!"
"Bayangan Kabut?" Meiran bertanya cepat, matanya membesar.
"Roh penunggu batas dunia spiritual. Ia memburu siapa pun yang melintasi wilayah ini tanpa izin," ujar Xiao Luo, tergesa-gesa. "Tapi... biasanya dia tidur! Dia hanya muncul kalau—"
Kalimatnya terputus ketika makhluk itu menggeram rendah. Kabut makin menebal, mengelilingi mereka seperti pusaran dingin.
"Kita harus pergi sekarang," kata Yuhuan, matanya tajam mengamati pergerakan makhluk itu.
Namun sebelum mereka sempat bergerak, Bayangan Kabut melompat maju dengan kecepatan luar biasa. Tanah bergetar hebat, dan kabut mencengkeram tubuh mereka seperti jaring dingin tak kasat mata.
"Pegang tanganku!" seru Xiao Luo, mengulurkan cakarnya pada Meiran.
Tanpa ragu, Meiran menggenggamnya. Seketika tubuh mereka diselimuti cahaya hijau pucat. Angin melesat kencang, dan dunia di sekitar mereka memudar saat mereka berpindah melalui lorong kabut yang dibentuk Xiao Luo.
Beberapa detik kemudian, mereka terhempas keluar ke mulut sebuah gua kecil di tepi jurang. Nafas Meiran terengah, wajahnya pucat.
Yuhuan berdiri cepat dan menatap ke arah kabut yang menggantung di kejauhan. "Makhluk itu… aku tak pernah melihatnya sebelumnya. Dulu, saat aku ke tempat petapa, aku melewati hutan ini tapi tidak ada wujud seperti itu," ucapnya pelan, nyaris seperti bicara pada diri sendiri.
Xiao Luo mengangguk pelan. "Dulu dia memang tidak aktif. Tapi sekarang berbeda. Dia terbangun karena sesuatu... karena benda yang kau bawa."
Meiran menoleh pada Xiao Luo. "Kau maksud Lingya Crystal?"
"Benar," Xiao Luo menatapnya serius. "Kehadiranmu telah membangunkan kekuatan yang sudah lama tidur. Bayangan Kabut bisa mencium jejak Lingya Crystal dari jauh. Dia bukan satu-satunya."
Yuhuan mengepalkan tangan. "Jadi... sejak saat ini, kita akan terus diburu?"
Xiao Luo menunduk. "Kalau kalian terus menyimpan kristal itu, ya. Tapi kalian juga tak bisa meninggalkannya. Karena saat kristal itu memilih seseorang... itu bukan lagi sekadar benda. Itu bagian dari takdirmu."
Meiran terdiam, tubuhnya masih gemetar. Tapi di balik ketakutan, ada sesuatu yang tumbuh perlahan dalam hatinya kesadaran bahwa semua ini bukan lagi mimpi aneh. Dia benar-benar sedang berjalan di jalur yang tidak bisa ia tolak.
Angin sore berembus pelan, membelai dedaunan dan permukaan air sungai yang mengalir jernih di depan mereka. Setelah berhasil menjauh dari bahaya, Meiran, Yuhuan, dan Xiao Luo kini duduk di tepi sungai kecil yang tersembunyi di tengah hutan. Burung-burung mulai terdengar berkicau, seakan memberi jeda sejenak dari hiruk pikuk dunia spiritual yang penuh bahaya.
Meiran duduk di atas batu besar, kakinya menggantung di atas aliran air. Tangannya masih gemetar ringan, tapi sorot matanya mulai tenang. Ia menatap aliran sungai seolah mencoba mencari jawaban di antara riaknya.
Yuhuan berdiri tak jauh darinya, bersandar pada batang pohon. Rambut peraknya berkilau lembut diterpa cahaya senja.
"Aku takut," bisik Meiran, nyaris tak terdengar.
Yuhuan menoleh pelan.
"Semua ini... terlalu cepat. Aku bahkan belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi... aku tidak bisa lari, kan?"
Butuh beberapa saat sebelum Yuhuan menjawab. "Tidak."
Meiran mengangguk kecil, lalu menarik napas panjang. "Kau tahu... sejak aku datang ke tempat ini, semuanya terasa asing. Tapi anehnya, saat melihatmu entah kenapa aku tidak merasa sendirian."
Yuhuan menunduk sedikit, ekspresinya sulit ditebak. "Aku juga tidak tahu kenapa kau yang dipilih oleh kristal itu. Tapi begitu aku melihatmu... aku merasa harus melindungimu. Bukan karena perintah. Tapi karena... ada sesuatu yang lebih dari itu."
Meiran menoleh, tatapannya bertemu dengan mata Yuhuan. Untuk sesaat, dunia terasa diam hanya ada suara aliran air dan desir angin.
Xiao Luo yang duduk agak jauh hanya melirik mereka sebentar, lalu menguap pelan sambil mencelupkan ekornya ke sungai. "Hm... kalau kalian mau ngobrol lebih dalam, tolong jangan terlalu lama ya. Hari hampir malam, dan aku nggak yakin kita udah cukup jauh dari Bayangan Kabut tadi."
Yuhuan menoleh ke arah Xiao Luo. "Kau bisa berjaga nanti malam?"
"Tentu saja tidak. Aku makhluk damai," jawab Xiao Luo cepat. "Itu tugasmu, Tuan Penjaga."
Meiran tertawa kecil untuk pertama kalinya hari itu.
Yuhuan hanya menghela napas, lalu duduk di samping Meiran, diam-diam menikmati momen tenang yang jarang mereka miliki di tengah perjalanan yang belum tahu akan ke mana.
Malam semakin larut, dan langit yang tadinya cerah mulai diselimuti kabut tipis. Angin malam berhembus sejuk, menyapu dedaunan yang bergoyang lembut di sekitar mereka. Meiran duduk bersandar pada batu besar, matanya mulai berat. Hari yang penuh bahaya dan kejutan membuat tubuhnya kelelahan, sementara pikirannya masih dihantui dengan pertanyaan tentang Lingya Crystal dan makhluk-makhluk yang mungkin memburunya.
Xiao Luo, yang duduk di dekat Meiran, tidak lama kemudian terlelap. Ekornya yang berbulu halus bergerak-gerak pelan, namun tubuhnya mulai melunak, dan ia pun tidur dengan tenang, meski telinganya sesekali bergerak, mendeteksi suara yang bisa membahayakan.
Meiran memandang sejenak ke arah Xiao Luo yang tertidur. Meskipun makhluk itu terlihat seperti hewan yang aneh, namun ia merasa sedikit lebih tenang karena ada Xiao Luo yang menjaga mereka. Tanpa terasa, matanya terpejam, dan tubuhnya pun tertidur dalam keadaan duduk, dengan kepala bersandar pada batu.
Sementara itu, Yuhuan tetap berdiri di dekat mereka, matanya tajam menatap ke arah hutan yang gelap dan kabut yang masih terperangkap di antara pepohonan. Sesekali, ia melirik ke arah Meiran dan Xiao Luo, memastikan keduanya aman.
Angin malam terdengar semakin menderu, membawa suara-suara yang asing dan menakutkan. Yuhuan menarik napas panjang dan melangkah sedikit menjauh, berhenti di pinggir tebing untuk mengawasi sekitar. Ia tidak bisa sepenuhnya tenang. Bayangan Kabut yang baru saja mereka hadapi masih terbayang dalam benaknya, dan ia tahu bahwa ancaman itu belum benar-benar hilang.
"Meiran..." bisik Yuhuan, meskipun ia tahu gadis itu sudah tertidur. "Aku akan melindungimu, apapun yang terjadi."
Ia menegakkan punggungnya, mata menyorot tajam ke dalam kegelapan hutan. Sebuah suara gemerisik terdengar dari arah jauh, seperti langkah kaki besar yang menginjak tanah lembut. Yuhuan langsung berdiri lebih tegak, waspada, menyiapkan diri untuk segala kemungkinan.
Namun, hanya beberapa detik kemudian, suara itu hilang begitu saja. Hanya ada angin yang terus berbisik di sekelilingnya. Yuhuan menghela napas, sedikit melepaskan ketegangannya. “Bahkan di malam yang tenang seperti ini... aku tak bisa merasa aman.”
Di dekatnya, Meiran masih terlelap dengan tenang. Keadaan sekeliling semakin hening, hanya ada suara aliran air sungai yang menenangkan, meski kedamaian itu terasa rapuh.
Yuhuan menunduk, matanya melembut sejenak saat melihat Meiran tertidur. Di dalam hatinya, ia merasa perasaan yang aneh... sesuatu yang lebih dalam daripada sekadar tugas melindungi. Sesuatu yang mungkin mulai berkembang meskipun ia berusaha menahannya. Namun, untuk sekarang, ia tahu satu hal pasti bahwa takdir yang mengikat mereka tidak bisa dihindari.
Dengan sedikit mengerutkan kening, Yuhuan kembali mengalihkan perhatian ke sekeliling. Malam masih terasa panjang, dan mereka belum sepenuhnya aman. Bayangan Kabut mungkin hanya permulaan dari ancaman yang lebih besar.
"Tetaplah kuat, Meiran..." gumamnya pelan, berharap bahwa malam ini tidak ada lagi bahaya yang akan mengganggu kedamaian yang sejenak mereka rasakan.
Tapi di luar sana, di dalam kegelapan, sesuatu yang lebih mengerikan sedang mengintai.
