Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3: Jejak Bayangan

Angin malam menyusup masuk ke dalam gua, membawa aroma tanah basah dan... sesuatu yang lain. Aroma aneh yang membuat bulu kuduk Meiran merinding.

Yuhuan berdiri tegak di hadapannya, tubuhnya setengah menutupi Meiran, seolah secara naluriah melindunginya. Pedangnya sedikit terangkat, siap menghadapi apapun yang akan datang.

Sosok itu perlahan muncul dari balik kegelapan.

Seorang perempuan. Rambut panjang berwarna gelap tergerai di punggungnya, dan matanya... mata berwarna ungu, menatap mereka tanpa emosi.

Dia tampak seperti manusia, tapi aura di sekelilingnya jelas bukan manusia biasa.

"Penjaga," ucap perempuan itu pelan, hampir seperti berbisik. "Berikan gadis itu. Dan aku akan membiarkanmu hidup."

Meiran merasa tubuhnya membeku.

Gadis itu... dia berbicara tentang dirinya.

Yuhuan menggeram rendah, suara serak yang lebih menyerupai geraman serigala daripada manusia. "Kalau kau pikir aku akan menyerahkannya, kau terlalu meremehkanku."

Senyum tipis menghiasi wajah perempuan itu. "Kristal itu tidak pernah menjadi milikmu. Itu milik Tuan Moyan."

"Siapa dia?" bisik Meiran di balik punggung Yuhuan.

"Seseorang yang tidak seharusnya bebas di dunia ini," jawab Yuhuan cepat. "Dia adalah Yin Jue, kekuatan gelapnya bisa memanipulasi bayangan."

Tanpa peringatan, perempuan itu melesat ke depan, gerakannya begitu cepat hingga mata Meiran hampir tak bisa mengikutinya. Kilatan cahaya berwarna ungu kehitaman muncul di tangan perempuan itu, membentuk semacam cambuk energi.

Yuhuan mengangkat pedangnya, menangkis serangan itu dengan percikan api di udara.

"Pegang ini!" Yuhuan menyerahkan sebuah benda kecil yang bersinar ke tangan Meiran sebuah jimat berbentuk serpihan kristal.

"Kalau aku bilang lari, larilah!" serunya.

Meiran menggenggam jimat itu erat-erat, hatinya berdegup kencang. Ia tahu ia tidak boleh menjadi beban.

Pertarungan di depan matanya begitu cepat dan mematikan.

Yuhuan bergerak lincah, menghindari serangan cambuk, lalu membalas dengan tebasan pedangnya yang membelah udara. Namun perempuan itu juga kuat, setiap serangannya seolah membawa kekuatan untuk merobek ruang itu sendiri.

"Apa dia bagian dari Moyan?" teriak Meiran, mencoba mencari perlindungan di balik batu.

"Dia pengikutnya," jawab Yuhuan sambil bertahan dari serangan bertubi-tubi. "Penghuni bayangan."

Tiba-tiba cambuk itu menghantam lantai batu di dekat Meiran, membuat retakan besar. Debu beterbangan.

Meiran batuk, matanya berair. Ia harus keluar dari sini atau paling tidak, menjauhkan diri agar tidak mengganggu Yuhuan.

Namun sebelum ia bisa bergerak, perempuan itu melirik ke arahnya. Dan untuk sesaat, Meiran merasa seperti tenggelam dalam tatapan yang dingin itu.

"Serahkan dia," bisik perempuan itu. "Atau kalian berdua akan lenyap."

Yuhuan menggeram, dan dalam satu gerakan cepat, dia menciptakan lingkaran pelindung di sekitar Meiran menggunakan energi spiritualnya sebuah dinding transparan yang berkilau samar.

"Jangan dengarkan dia," serunya. "Tetap di dalam lingkaran ini!"

Meiran mengangguk cepat, meski kakinya terasa gemetar.

Yuhuan kemudian berbalik menghadapi lawannya, aura peraknya mulai membara, membuat rambut panjangnya tampak berkibar oleh kekuatan tak kasatmata.

"Kalau begitu," katanya dengan suara serendah geraman, "kau harus melewatiku dulu."

Dengan pekikan pendek, Yuhuan melompat ke depan, membalas serangan perempuan bayangan itu dengan kekuatan penuh.

Sementara itu, di balik lingkaran pelindung, Meiran memeluk jimat di dadanya, merasakan detak jantungnya berpacu cepat.

Ini... baru permulaan.

Kilatan demi kilatan cahaya spiritual bertabrakan di udara. Gua yang tadinya hanya diterangi cahaya remang-remang kini dipenuhi gemuruh energi yang saling menghantam. Dinding-dinding batu bergetar, serpihan batu runtuh dari langit-langit, dan tanah di bawah kaki Meiran berdenyut seakan merespons benturan kekuatan dua sosok di hadapannya.

Meiran menggigit bibir. Ingin rasanya ia menutup mata dan berharap semuanya segera usai. Tapi suara tebasan, benturan, dan dentingan itu membuatnya tetap terjaga dalam ketegangan yang mencekam.

Perempuan bayangan itu melayang di udara, cambuk energinya berubah bentuk menjadi semacam tombak bercabang. Ia meluncur dengan kecepatan mematikan, tapi Yuhuan mampu menangkisnya, menciptakan ledakan kecil yang menggema hingga ke lorong gua terdalam.

Namun, satu hal yang jelas. Perempuan itu mulai kehilangan keunggulan.

Napasnya mulai terengah, gerakannya tidak secepat tadi, dan sorot matanya berubah dari penuh keyakinan menjadi penuh amarah.

"Kau telah berkembang, Penjaga..." desisnya dengan suara serak. "Tapi kau belum layak melawan kami."

Yuhuan tidak menjawab. Ia hanya menatap dengan mata tajam, lalu mengangkat tangan kirinya. Cahaya keperakan yang membungkus tubuhnya semakin terang, lalu membentuk bayangan serigala besar di belakangnya. Bayangan itu meraung pelan, seram dan agung dalam satu waktu.

Perempuan itu tampak ragu sesaat, lalu mengatupkan rahangnya. Dia memutar tombaknya, menanamkan ujungnya ke tanah, dan semburan energi hitam mengalir dari titik itu, menciptakan kabut gelap yang menyebar cepat.

Yuhuan melangkah maju, menembus kabut tersebut. Sorotan matanya tidak goyah.

"Aku sudah bilang," katanya datar. "Kau tidak akan menyentuhnya."

Seketika itu, Yuhuan meluncur dengan kecepatan luar biasa, pedangnya bersinar terang seperti cahaya bulan. Ia menghantam perempuan itu dengan tebasan silang. Perempuan bayangan itu sempat mencoba menangkis, namun kekuatan Yuhuan terlalu besar energi spiritualnya menembus pertahanan lawan dan menghantam tubuhnya secara langsung.

Perempuan itu terlempar ke belakang, menabrak dinding batu dengan keras. Retakan besar terbentuk, dan dia jatuh ke tanah, terduduk dengan napas memburu.

Meiran menahan napas, tak percaya bahwa Yuhuan bisa membuatnya jatuh.

"Ini belum selesai..." gumam perempuan itu, mencoba berdiri. Tapi tubuhnya mulai bergetar, dan luka terbuka di bahunya mulai mengalirkan darah hitam kental.

"Katakan pada Moyan," ujar Yuhuan sambil menurunkan pedangnya perlahan, "kalau dia datang sendiri... aku yang akan menunggu."

Perempuan itu menatap mereka untuk terakhir kalinya, lalu kabut gelap kembali menyelimuti tubuhnya. Dalam sekejap, dia menghilang lenyap seperti bayangan yang ditelan malam.

Keheningan menyusul.

Hanya suara napas Yuhuan dan detak jantung Meiran yang masih terdengar.

Lingkaran pelindung di sekitar Meiran perlahan memudar. Gadis itu berdiri, lututnya masih sedikit gemetar, lalu menghampiri Yuhuan yang kini terlihat kelelahan.

"Kau... kau baik-baik saja?" tanyanya pelan.

Yuhuan mengangguk, meski napasnya masih berat. "Tidak apa-apa. Dia hanya pengintai. Tapi kalau dia sudah datang, artinya Moyan tahu kamu masih hidup."

Meiran menatap Yuhuan dengan napas tak beraturan, dadanya naik turun. Matanya masih terpaku pada arah kepergian musuh.

"Tunggu… kenapa dia tahu aku yang punya kristalnya?" tanyanya, suaranya gemetar, setengah tak percaya.

"Dia tak bisa melihat kristalnya, tapi aura dari kristal itu tak bisa disembunyikan darinya. Saat melihatmu, dia langsung tahu."

Meiran menunduk, jari-jarinya mengepal erat.

"Jadi... aku benar-benar sedang diburu," gumamnya.

"Dan aku sudah bersumpah akan menjagamu," balas Yuhuan, kali ini dengan suara yang lebih lembut. Ia menoleh, menatap Meiran dalam-dalam. "Kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama. Kita harus terus bergerak."

Meiran mengangguk pelan, menatap jimat di tangannya yang masih bersinar samar.

Jejak bayangan pertama sudah muncul. Dan ini baru awal dari perjalanan panjang mereka.

Meiran terdiam sejenak, sebelum akhirnya meledak dengan tawa kecil yang agak canggung, namun tulus. "Aku... aku nggak bisa ngeliat semua itu dengan tenang, serius ! Tadi itu keren banget, aku sampai nggak bisa kedip saking kagumnya. Kekuatan seperti itu, biasanya aku cuma liat di drama-drama aja. Gila, keren banget! Kamu memang cocok banget jadi penjaga aku... "Hehe, maksudku penjaga kristal," katanya sambil menggaruk kepala, berusaha menutupi rasa malunya.

Yuhuan menatapnya dengan tatapan yang sulit dibaca, namun ada sedikit kilau kebanggaan di matanya. "Itu hanya tugas. Tapi aku akan melindungimu, apapun yang terjadi."

Meiran tersenyum lebar, meski ada sedikit perasaan canggung karena kalimatnya tadi. "Tapi serius, aku nggak nyangka kamu sekuat itu. Kalau saja aku nggak ada di sini, kamu pasti bisa menang lebih cepat."

"Jangan merendah," balas Yuhuan, matanya tetap fokus pada jalan di depan. "Kita bekerja sama. Tanpa kau, kristal itu mungkin akan jatuh ke tangan yang salah. Dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi."

Meiran merasa hatinya sedikit lebih tenang setelah mendengar kata-kata itu. Tapi tetap saja, banyak hal yang masih harus dipelajari, banyak misteri yang harus dipecahkan. Salah satunya adalah siapa sebenarnya Moyan, dan mengapa dia begitu ingin mendapatkan Lingya Crystal.

Yuhuan memimpin jalan ke utara dengan langkah mantap, dan Meiran mengikuti di belakangnya, meskipun perasaan heran dan kagumnya masih mengendap di dalam hatinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel