Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Ulah Sutangji

Sutangji mengukir senyum di bibirnya. “Nona Hu, apa maksudmu? Apa kamu pikir aku sepicik itu? Tentu saja tidak!”

Sutangji menghela napas panjang lalu kembali berkata pada Guwenki.

“Yang-mulia, Anda sebaiknya tidak perlu mengantarkan Nona Hu, meski penampilannya sederhana sebenarnya pemahamannya sangat baik dalam masalah racun, Anda juga tahu dia selama ini selalu pergi ke gunung untuk mencari tanaman obat, takutnya secara tidak sengaja karena terus berhubungan dengan tanaman obat tubuhnya ini mengandung obat, ramuan-ramuan yang tidak kita ketahui itu bisa menyebar melalui udara lalu masuk ke dalam saluran pernapasan,” ujarnya sambil melirik Dania.

Guwenki yang tadinya menggenggam tangan Dania untuk membantunya naik ke dalam kereta buru-buru menariknya dan menyekanya dengan sapu tangan lalu turun dari atas kereta.

Dania belum siap dan tubuhnya kehilangan keseimbangan sehingga dia jatuh ke tanah.

Sutangji sialan! Dia pasti sengaja!

Sutangji sangat puas melihat pemandangan itu lalu dia kembali berkata, “Kita sebagai orang biasa yang tidak tahu apa-apa tentang racun bisa-bisa terkena efek buruk jika tinggal di dalam kereta yang sempit bersama dengannya! Takutnya kita keracunan dan mati pada esok hari!” ujarnya dengan begitu santai.

Dania merasa Sutangji sangat tidak bermoral.

Pria sialan ini! Dia sudah memfitnahku dan menuduhku sebagai penyebab kesialan? Bahkan sekarang menjadikanku seperti wabah?

Guwenki menjauh dari Dania dan langsung meminta maaf padanya.

“Nona Hu, maafkan aku, aku tidak akan mengantarkanmu lagi, kusir akan mengantarmu pulang! Aku lupa masih ada beberapa hal yang harus aku urus, aku pergi dulu!” ujarnya pada Dania.

Dania memijit pinggangnya yang sakit, dia merangkak bangun dari atas tanah lalu menatap Sutangji yang kini melipat kedua tangannya dan berdiri di dekatnya.

Pria itu mengulurkan tangan kanannya untuk membantunya bangun, Dania langsung memukul punggung telapak tangannya.

“Tidak perlu!” Dania segera masuk dan duduk di dalam kereta.

Sutangji tiba-tiba ikut masuk ke dalam dan duduk di depannya.

“Untuk apa kamu ikut masuk ke dalam kereta? Bukannya kamu tadi bilang aku pembawa penyakit?” Tanyanya dengan wajah masam.

Sutangji menatap Dania dengan serius. “Kamu sungguh mengira aku mengatakan itu untuk membuatmu terlihat buruk di depan orang lain? Apa kamu tidak sadar betapa genitnya Putra Mahkota? Kecuali kamu bersedia menjadi selirnya!”

Dania melipat kedua tangannya dia menatap Sutangji dengan tatapan mata aneh.

“Jenderal Agung, aku sama sekali tidak pernah berpikir untuk menggodanya! Lagi pula dengan penampilanku seperti pria dan baju kusut yang aku pakai sekarang, apa menurutmu Putra Mahkota bisa tertarik padaku? Jangan kira aku tidak tahu semua ini hanya kelicikanmu saja! Sungguh hal baik jika Putra Mahkota benar-benar tertarik padaku maka kamu tidak akan pernah bisa menindasku lagi!”

Sutangji tertawa mengejek. “Hahahaha! Sudahlah, itu urusanmu! Apa menurutmu tidak ada risikonya? Kamu tidak tahu siapa calon istrinya? Putri perdana menteri kiri! Kamu ingin bersaing dengannya? Dengan penampilanmu dan latar belakangmu?”

Dania menghela napas panjang, dia sebelumnya hanya asal bicara. Tapi sekarang dia tahu siapa wanita yang sudah disinggung oleh Jiwenhu secara tidak sengaja, wanita itu adalah putri perdana menteri yang mungkin calon istri dari putra mahkota.

Dania tidak menimpali perkataan Sutangji, dia sangat malas berdebat lagi dengannya. Dania memilih memejamkan mata dan tidur.

Sutangji melihat Dania mengabaikannya, dan dia tahu wanita itu pasti sangat kelelahan karena kejadian hari ini.

Paras wajahnya memang tampak sederhana dan tidak mencolok, tapi pada beberapa kesempatan dan di waktu-waktu tertentu Sutangji merasa Dania memiliki sesuatu dan ada kaitannya dengannya. Entah apa itu dia sama sekali tidak tahu.

Sampai di depan kediaman Jiwenhu, Sutangji membangunkannya dengan menyentuh bahunya menggunakan gagang pedangnya.

“Bangunlah, sudah sampai!” perintahnya.

Dania membuka matanya dan dia melihat Sutangji di depannya. Dia baru ingat kalau sebelumnya dia berada di dalam kereta dalam perjalanan pulang dari Istana. Dania tidak mengatakan apa-apa padanya dan langsung turun begitu saja.

Jiwenhu mendengar suara kereta kuda di depan rumah, dia segera membuka pintu untuk melihat.

“Waning! Syukurlah kamu selamat!” ujarnya dengan wajah penuh syukur. Jiwenhu mendekati Dania dan memeriksa tubuhnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Dania sangat malas dan ingin segera tidur.

“Ayah, sudahlah, aku baik-baik saja! Aku sangat mengantuk.” Dania berjalan masuk ke dalam rumah dan tidak peduli pada Sutangji.

Sutangji ikut turun dan memberikan salam pada Jiwenhu. “Tabib Hu, saya mengantarkan Nona Hu dan saya akan kembali ke Istana.” Sutangji masuk kembali ke dalam kereta.

“Ya, tentu saja, terima kasih Yang-mulia Jenderal!” balas Jiwenhu dengan hormat.

Jiwenhu sangat heran dengan pemandangan barusan, Dania sangat tidak sopan pada Sutangji dan Sutangji juga tidak memarahinya lagi seperti sore tadi. Pria itu malah bersikap sopan padanya dan memberikan salam padanya.

“Sebenarnya apa yang terjadi? Jenderal Agung tidak mungkin mengubah sikapnya begitu saja, apa yang dilakukan Waning sampai-sampai membuatnya berubah dan bersikap dengan begitu ramah pada kami?”

***

Pada keesokan paginya, kasim datang ke kediaman Jiwenhu, kasim itu membawa dekret dari Raja Yu untuk memberikan hadiah pada Dania.

Pelayan di kediaman Jiwenhu sangat terkejut melihat prajurit dari Istana datang ke kediaman. Dia membawa sapu di genggaman tangannya lalu buru-buru berlari untuk melaporkannya pada Jiwenhu.

Di dalam ruang tengah, Jiwenhu sedang sarapan bersama Waning, dan mereka melihat pelayan yang bertugas membersihkan halaman rumah berlari mendekat.

“Tu-tuan, utusan dari Istana datang ke sini! Me-mereka datang membawa peti hadiah, totalnya sangat banyak! Apa jangan-jangan Nona Hu sudah menarik perhatian salah satu pria kerabat Yang-mulia Raja?”

Dania hampir tersedak dan menelan sumpit di genggaman tangannya.

“Apa katamu?” tanya Jiwenhu dengan wajah heran.

“Waning, ceritakan padaku apa yang terjadi semalam?”

“Pasti ada kesalahpahaman, tidak ada yang terjadi semalam.”

Tidak lama kemudian, mereka berkata dengan suara lantang di depan pintu gerbang.

“Dekret dari Yang-mulia Raja telah tiba!”

Dania dan Jiwenhu segera keluar untuk menerimanya.

Waning duduk berlutut, Jiwenhu juga duduk berlutut untuk menerima dekret tersebut.

“Nona Hu sudah berjasa merawat Yang-mulia Permaisuri, aku (Raja Yu) memberikan hadiah untuk membalas jasa tersebut dan hadiah itu terdiri dari ....” Kasim membacakannya, dan totalnya sangat banyak sekali.

“Saya menerima hadiah dari Yang-mulia!” Dania menerima dekret dari kasim.

Kasim yang bertugas kembali membuka kata, “Untuk ke depannya Nona Hu akan diundang secara pribadi untuk merawat kesehatan Permaisuri. Plakat ini secara khusus diberikan oleh Yang-mulia, dengan plakat ini Nona Hu akan lebih mudah masuk ke dalam Istana.”

Dania menerimanya, prajurit yang ditugaskan segera memindahkan peti-peti hadiah ke halaman kediaman. Hadiah itu begitu banyak dan membuat status keluarga Jiwenhu menjadi lebih tinggi di mata orang lain.

Satu peti besar berisi kain gulungan sutera, lainnya berisi uang emas dan perak, ada perhiasan yang secara khusus diberikan pada Dania, ada juga beberapa hadiah lain.

Setelah selesai mengantarkan hadiah, kasim yang bertugas segera kembali.

Jiwenhu segera memerintahkan pelayan untuk mengangkat semua peti hadiah ke dalam rumah.

Dania sudah tidak berselera makan lagi, dia melihat Jiwenhu sibuk memerintahkan pelayan di kediaman. Dia sama sekali tidak tertarik dengan hadiah-hadiah mewah itu, Dania ingin pergi ke belakang kediaman untuk membawa keranjang yang akan dia gunakan untuk mencari obat di gunung.

Jiwenhu di halaman melihatnya menenteng keranjang di bahunya. “Waning, kamu mau ke mana? Hadiah yang kita terima sangat banyak, tidak perlu pergi ke gunung hari ini, kita akan makan makanan enak! Kita beli daging yang banyak, bagaimana?”

Dania menatapnya sambil menarik sudut bibirnya. Melihat ayahnya begitu antusias dengan hadiah-hadiah itu pasti dia tidak akan bisa pergi dengan mudah. Dania memiliki ide, dan dia teringat dengan beberapa tanaman yang belum sempat dia petik kemarin.

“Ayah, belilah daging dan makan enak, aku harus tetap pergi ke gunung! Kemarin aku melihat beberapa jenis obat bernilai tinggi! Obat langka ini tidak boleh didapatkan oleh orang lain! Aku bisa mengenali tanaman ini, orang lain tidak boleh mendahuluinya!” bujuknya.

“Sudahlah-sudahlah, pergilah, lagi pula kamu tidak pernah betah berada di rumah, kamu jangan lupa kamu ini anak gadis, rawatlah dirimu dan cobalah berdandan seperti perempuan pada umumnya,” nasehatnya pada Dania.

Dania mengukir senyum lalu mengangguk dan pergi. Dia tahu kulitnya menjadi gelap karena setiap hari terpapar panas matahari karena menjelajah untuk mencari tanaman obat di gunung. Dania merasa lebih baik dengan penampilannya yang sangat sederhana dan tidak mencolok.

Entah kenapa setiap berada di gunung dan hutan tempat dia mencari tanaman obat, hatinya terasa sangat bebas dan tidak terikat dengan hal-hal rumit seperti nona-nona dari keluarga lainnya yang harus patuh dengan berbagai macam aturan ini dan itu.
Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel