Bab 3 Aku akan jujur
Dania tahu dia tidak akan bisa terlepas dari Sutangji dengan mudah sekarang. Kecuali dia setuju dan bersedia memenuhi permintaan pria itu untuk mengobati Permaisuri.
Dania awalnya masih bersedia bersikap hormat dan bicara dengan sopan tapi hasilnya dia tetap tidak memiliki jalan keluar sama sekali. Rasa hormat di dalam hatinya kini sirna, dan yang tersisa hanya sumpah di dalam hatinya yang paling dalam bahwa setelah hari ini dia tidak akan pernah memberikan pertolongan apa pun pada Sutangji, tidak akan berhubungan apa pun dengan Sutangji!
Dania juga tidak bisa menjelaskan pada Sutangji bahwa dia merasa akrab dengan racun sembilan ular karena itu hanya ada di dalam benaknya. Secara logika dia sama sekali tidak memiliki apa-apa untuk ditunjukkan sebagai pembenaran bahwa dirinya sama sekali tidak tahu tentang segala hal yang dikatakan Sutangji.
Dania menggelengkan kepalanya. “Aku benar-benar tidak tahu. Racun jenis itu sudah tidak ada lagi di dunia ini, Jenderal Agung Su, Anda pasti tahu hanya satu orang yang sangat memahaminya?”
Sutangji menyipitkan matanya. Wanita ini sungguh licik! Dia ingin kabur dan lepas dari tuduhan! Lihat saja aku pasti akan menangkapmu dan membuatmu mendekam di dalam penjara!
Dania melihat Sutangji merasa lebih waspada dari sebelumnya. Pria ini tidak bisa diremehkan karena memiliki kecerdasan dan pola pikir yang tidak biasa seperti manusia pada umumnya. “Jenderal Agung, jika semua yang Anda katakan benar tentangku bahwa aku telah berbuat kejahatan dan memiliki racun ajaib itu, apakah keluargaku akan tetap dalam kondisi miskin seperti sekarang? Seharusnya Anda mengerti berapa harga racun itu jika ditukar dengan sejumlah uang. Racun langka dan tidak semua orang bisa memilikinya. Dan jika benar aku berusaha melukai Jenderal, apakah keuntungan yang aku dapatkan dari semua ini?” Tanya Dania padanya. Dania tahu Sutangji akan tetap menahannya sebelum dirinya bisa membuktikan bahwa dirinya sama sekali tidak memiliki rencana apa pun untuk melukainya.
Sutangji juga tidak memiliki bukti bahwa Dania sudah melakukan kejahatan, dia hanya tahu wanita di depannya itu bisa mengobatinya dan mengerti tentang racun ganas itu.
Dania menatap kedua matanya dengan tatapan mata dalam-dalam lalu berjalan satu langkah mendekatinya.
“Jenderal Agung Su, Anda sangat terkenal di Ibu Kota Selatan dengan keadilan dan kebijaksanaan. Anda juga tidak akan asal-asalan menghukum orang, aku sama sekali tidak keberatan jika memang Anda memiliki bukti bahwa aku sudah bertindak kejahatan maka aku bersedia dihukum dan tidak akan melarikan diri.”
Sutangji membalas tatapan matanya dengan sorot mata tajam, lebih dalam dari sebelumnya.
“Nona Hu! Hahaha! Aku tidak menyangka kamu sangat pandai dalam berbicara! Kamu ingin lepas dari tanggung jawab ini? Hah?” Sutangji menodongkan gagang pedang di lehernya dan seketika Dania memejamkan kedua matanya.
Jiwenhu buru-buru berlutut di depan Sutangji untuk meminta belas kasihan padanya.
“Yang-mulia Jenderal! Ampuni putriku, dia sama sekali tidak tahu ilmu racun, selama ini akulah yang membesarkannya! Waning tidak pernah berlatih atau memiliki buku tentang racun, bahkan dia juga tidak masuk di akademi untuk belajar dan menulis ....”
Dania merasa sedikit lega karena Jiwenhu membuka kata untuk membantunya akan tetapi pada ucapan Jiwenhu setelahnya dia kembali mengumpat dan merasa bahwa takdir hidupnya memang sangat sial pada hari ini!
“.... tapi Waning memang memiliki kemampuan membaca dan menulis tanpa mempelajarinya, dia ahli dalam beberapa hal, aku sendiri juga tidak tahu bagaimana anak ini bisa membaca dan menulis tanpa perlu ke akademi!”
“Ayah!” Waning melotot dan memberikan isyarat bahwa Jiwenhu tidak boleh banyak bicara lagi karena jika Jiwenhu mengungkapkan tentangnya lebih banyak pada Sutangji menurutnya Sutangji akan lebih membencinya dan tidak akan memberikan kesempatan untuk hidup.
“Tutup mulutmu! Aku ingin mendengarnya lebih banyak dari Pria tua ini!” Sutangji mendorong gagang pedangnya lebih dekat ke leher Dania sambil mencengkeram bahunya.
“Katakan apa lagi yang kamu ketahui tentang putrimu ini!”
“Se-sebenarnya Waning sama sekali bukan putriku, di-dia adalah bayi ular!”
Sutangji melotot saat mendengarnya. Dia sangat kesal dan marah karena merasa Jiwenhu pasti sudah gila dan gagar otak akibat terjatuh dari tebing saat mencari tanaman obat. Akan tetapi hal itu juga sama sekali tidak menutup kemungkinan tersebut karena dia tahu di dunia ini memang ada makhluk-makhluk aneh yang disebut dengan ‘siluman’. “Apa maksudmu? Katakan lebih jelas!” perintahnya.
“Aku mencari obat dan tidak sengaja masuk ke kawasan hutan terlarang sebelah Selatan, di sana ada seekor ular besar, pada saat itu aku mendengar bayi menangis dan melihat sekumpulan cahaya di sana, aku mendekatinya dan menemukan bayi di atas telur-telur itu, hanya saja ....”
“Hanya saja apa?!” Sutangji membentak Jiwenhu dan membuat Jiwenhu melompat mundur karena terkejut.
“Hanya saja aku tidak bisa membedakan apakah Waning anak ular itu atau calon makanan baginya, di-dia di sana jadi aku membawanya pulang, aku pikir ular itu akan memakannya setelah selesai bertelur!” jelasnya panjang lebar.
“Dasar orang bodoh!” bentak Sutangji dengan penuh amarah di matanya.
Dania mengangkat kedua tangannya sambil memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Jenderal Agung, ayahku memang bodoh, apa menurutmu semua perkataannya itu masuk akal? Tidak ada bayi di atas telur ular, jika benar aku adalah calon makanan atau anak ular kenapa aku begitu bodoh selama ini? Jenderal jangan dengar lagi ucapan Ayahku, dia seperti itu sejak ibuku kabur dari rumah!”
Jiwenhu mendengarnya dengan jelas dan dia merasa perkataan Dania barusan sangat kurang ajar dan tidak tahu tata krama sebagai putri yang sudah dia besarkan. Jiwenhu sangat marah. Bayi yang dia rawat dan dia besarkan sudah menyindirnya dan secara tidak langsung berkata bahwa dirinya kurang waras.
“Anak kurang ajar! Kamu berani mengataiku seperti itu! Beraninya kamu mengataiku gila! Lihat aku akan memukulmu! Aku akan memukulmu sampai babak belur!”
Sutangji melihat Jiwenhu berjalan maju lalu mencari benda di sekitar dan setelah menemukan tongkat kayu, pria itu memukuli Dania dengan kayu di tangannya. Dania berlari dan bersembunyi di belakang punggung Sutangji.
“Ayah! Kamu harus sadar, aku putrimu! Ular tidak akan melahirkan manusia! Ayah! Jangan pukul aku lagi! Aku Waning, aku adalah putrimu!” teriaknya.
Sutangji merasa muak dengan kebisingan ini karena dia tahu tidak akan pernah ada akhirnya.
“Sudah! Cukup! Diaam!” bentaknya.
Jiwenhu seketika langsung berhenti dan kembali berlutut di depannya.
Dia merasa Jiwenhu tidak akan berguna jika dia menahan pria itu, tapi perasaan curiga di dalam hatinya sama sekali tidak berubah. Yang pasti wanita dari keluarga Hu itu sudah berhasil menyembuhkan luka parah yang dia derita beberapa waktu lalu, dan gadis itu sama sekali bukan gadis biasa. Jika memang semuanya tepat seperti dugaannya maka tidak lama lagi dia pasti akan menunjukkan jawaban yang ingin dia cari selama ini.
Sutangji sama sekali tidak memiliki bukti nyata bahwa Dania adalah orang yang mencelakainya, dia hanya bisa menunggu kebenaran itu muncul ke permukaan. Pada saat ini siapa orang yang berniat jahat masih terus diselidiki, dan penyergapan saat itu juga tidak dilakukan oleh satu dua orang tapi lebih sepuluh orang.
“Baiklah! Karena aku tidak memiliki bukti tentangmu, kamu boleh pergi! Tapi Nona Hu harus tetap tinggal sampai penyelidikan ini selesai!” tegasnya.
