Bab 2 Mengaku saja!
Jiwenhu menggelengkan kepalanya, dia sama sekali tidak tahu siapa yang sudah berulah. “Aku tidak tahu, sebelumnya ada masalah di pasar, ah aku ingat! Kemarin aku tidak sengaja menabrak putri perdana menteri, dia sedang berbelanja di pasar membeli kain sutera. Aku membawa keranjang obat, aku tidak melihat jalan dengan jelas, bahan obat jatuh menimpanya dan membuat bajunya kotor. Dia meminta ganti rugi padaku, aku tidak punya cukup uang! Dia pergi begitu saja dan aku juga tidak pernah melihatnya lagi hari ini.”
Dania mendengarkan penjelasan Jiwenhu dengan cermat, Dania tahu keluarga perdana menteri mungkin sengaja memberikan saran pada permaisuri untuk mencari tabib di sana, dan pasti mereka membesar-besarkan bakat Jiwenhu untuk menjebak Jiwenhu dan membalas dendam pada Jiwenhu karena sudah membuat putri perdana menteri itu kesal.
Dania sudah tahu masalahnya, dan dia memutuskan untuk mundur karena merasa bakatnya sama sekali tidak cukup untuk melakukan pengobatan sekarang.
Dania berjalan mendekati Guwenki lalu meminta ampun padanya.
“Yang-mulia, saya minta maaf pada Anda! Saya sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk mengobati Permaisuri sekarang! Saya tidak punya pengalaman yang cukup, saya juga tidak siap dengan konsekuensinya! Jika pengobatan sampai gagal dan salah-salah malah menyebabkan masalah, kami tentu tidak sanggup menanggungnya! Tolong ampuni kami!”
Guwenki merasa kasihan. Melihat mereka berdua sepertinya dua orang ayah dan anak itu juga bukan penipu.
“Sudahlah! Kalau begitu kalian pergi saja!” usirnya.
Dania langsung mengucapkan terima kasih padanya. “Terima kasih Yang-mulia! Terima kasih!”
“Ya-ya, sudah sana!”
Dania sangat senang, dia segera mengambil kembali keranjang obat yang dia letakkan di sana lalu menggandeng Jiwenhu untuk meninggalkan Istana.
Ketika berjalan melewati gerbang, Dania bersimpangan dengan seseorang berseragam militer. Wajahnya terlihat dingin dan menakutkan. Tapi entah kenapa Dania merasa sangat akrab dengan aura ini. Dia menelan ludahnya dan tanpa disadarinya dia menoleh. Dania melotot kaget dan langsung menarik Jiwenhu untuk berjalan lebih cepat lagi.
Apa sungguh dia? Jangan-jangan dia yang sudah merekomendasikanku pada Putra Mahkota? Pria sinting tidak tahu diri itu! Sialan! Jika tahu dia akan menyulitkanku, seharusnya aku memberikan racun padanya waktu itu!
“Waning, kenapa? Apa yang terjadi?” Jiwenhu heran dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya pada putrinya.
“Ayah, tidak ada waktu lagi! Kita harus cepat pergi dari sini!”
“Katakan padaku? Ada apa sebenarnya?”
Di dekat gerbang istana ....
“Jenderal Su!” seorang bawahan memberikan hormat padanya.
“Apa kamu sudah menemukan orang itu?” tanyanya.
“Sudah Jenderal, tapi orang itu hari ini tidak ada di kediamannya. Sepertinya sejak pagi mereka pergi meninggalkan Ibu Kota! Salah satunya sudah saya bawa menghadap kepada Yang-mulia putra mahkota.”
Sutangji menatap lukisan dua orang yang sedang dicarinya, dia sempat disergap dalam perjalanan ketika mengawal putra mahkota. Orang itu menyelamatkan nyawanya, jadi dia meminta seseorang untuk melukis wajahnya. Dia melihatnya dan dia ragu orang itu adalah pria, tubuhnya tidak terlalu tinggi sebagai pria dan meski memakai baju pria dia tidak bisa menyembunyikan kelembutan seorang wanita.
Tiba-tiba dia teringat dengan seseorang yang baru saja pergi meninggalkan Istana belum lama tadi. Sutangji bersimpangan dengannya dan dia teringat dengan wajahnya.
Sutangji langsung melompat dan dia menggunakan ilmu meringankan tubuh dalam sejejap mata Sutangji berhasil muncul di depan mereka.
Dania dan Jiwenhu saling bertukar pandang satu sama lain lalu Jiwenhu segera membungkuk untuk memberikan hormat padanya.
“Hormat kami pada Yang-mulia Je-jenderal Agung Su!”
Sementara Dania malah terpaku dan tetap tegak berdiri di sana tanpa membungkukkan punggungnya.
Sutangji menurunkan gagang pedangnya lalu berjalan mendekat dan berhenti tepat di depan wajah Dania.
Suasana ini membuat Dania tiba-tiba merasa sesak di dadanya. Tatapan dingin dari kedua matanya, aura kejam dan pembunuh itu terasa sangat akrab. Dania tidak tahu kapan tepatnya mereka bertemu, seperti memiliki hubungan yang kuat dan tidak bisa dilupakan begitu saja. Seperti pernah bertemu jauh hari sebelum mereka bertemu di hutan waktu Dania menyelamatkannya.
Jiwenhu merasa kesal karena sikap Dania, dia segera menarik tangan Dania untuk membungkuk di depan Sutangji.
“Gadis bodoh! Ayo berikan hormat padanya! Beliau adalah Jenderal Agung tangan kanan Raja Yu! Dia berhasil merebut beberapa wilayah dan masih anggota kerabat kerajaan!”
“Ah, iya, salam hormat kepada Jenderal Agung Su!” ujarnya dengan punggung membungkuk.
Sutangji menyentuh dagu Dania dengan gagang pedangnya, membuat wanita itu mendongak menatapnya.
Senyum aneh dan licik terukir di bibir tipisnya saat bertemu tatap dengannya, ketika melihat ekspresinya Dania merasa tidak sabar ingin memukul wajahnya.
“Kamu adalah orang itu!” ujarnya.
“Yang-mulia Jenderal, saya tidak mengerti maksud Anda, Anda mungkin salah orang!” Dania mundur beberapa langkah lalu kembali memberikan hormat dengan membungkuk padanya.
Sutangji tertawa keras. “Hahahaha! Aku memiliki ingatan yang sangat baik, jadi aku tidak mungkin salah mengenali orang!”
Dania mengerutkan keningnya, dia tidak ingin kalah dan menyerah lalu ditangkap olehnya begitu saja. “Yang-mulia Jenderal, hari sudah malam, lampu di tepi jalan juga tidak begitu terang, saya yakin Anda salah mengenali orang. Kami hanya penjual obat di pasar, sama sekali bukan tabib hebat seperti yang Anda katakan pada Yang-mulia putra mahkota.”
“Jadi maksudmu aku buta? Rabun senja?” tanyanya dengan wajah emosi.
Dania mengutuknya di dalam hati.
Pria sialan! Aku tahu wajahmu ini adalah pembawa sial! Jika bertemu denganmu lagi di hutan, aku akan langsung melemparkan tubuhmu ke dalam jurang! Tidak perlu repot-repot menyelamatkanmu!
“Nona Hu, kamu sedang mengumpatku sekarang?!”
Dania langsung menggelengkan kepalanya. “Ti-tidak! Mana mungkin!”
“Sudahlah, aku hanya ingin kamu membantuku, Permaisuri sakit keras, aku pikir kamu adalah ahli dalam pengobatan. Racun ganas di tubuhku waktu itu, kamu bisa mengobatinya. Tidak banyak orang yang mengetahui racun itu, sungguh ajaib Nona Hu bisa mengetahuinya!” ada senyum aneh terukir di bibirnya.
Dania tidak bisa mempercayai perkataan Sutangji, Dania merasa pria itu ingin menjebaknya dan membuatnya menerima hukuman dari Permaisuri tanpa melakukan kesalahan apa pun.
Jika mengingat kembali tentang pertemuannya dengan Sutangji, Dania juga merasa hari itu sangat aneh seperti ada sesuatu yang membuat hatinya tergerak untuk menyelamatkannya. Ketika sedang memberikan pengobatan pada saat menemukan Sutangji di hutan waktu itu, kondisi luka di tubuh Sutangji sangat parah dengan anak panah menembus dada kirinya. Seharusnya pria itu sudah mati karena racun dan kehabisan darah.
Pada saat yang sama Dania tiba-tiba mendapatkan pencerahan tentang beberapa tanaman ajaib. Dania merasa semua itu hanya kebetulan saja, dia juga hanya mengikuti naluri dan insting yang dirasakannya ketika mencari obat-obatan untuk menyembuhkan luka di dada kiri Sutangji.
Tidak disangkanya sekarang Sutangji malah mencurigainya dan berpikir Dania berkomplot dengan penjahat untuk mencelakainya.
Dania tahu racun ganas itu, dia merasa familier dengannya tapi dia tidak ingat di mana dia pernah mengetahui tentang ilmu racun. Dia juga tidak bisa menjelaskannya pada Sutangji sekarang.
“Ra-racun apa maksud Yang-mulia Jenderal?”
“Racun sembilan ular!” bisik Sutangji di telinganya.
Dania tahu racun itu sama sekali sudah lama hilang. Beberapa kerajaan dulu pernah menyimpannya dan racun itu digunakan untuk melumpuhkan musuh dalam perang. Semuanya berasal dari Kota Alam Dewa. Tidak ada orang yang bisa meraciknya selain Tabib Tua dari Gunung Timur. Dan Tabib Tua itu sudah menghilang beratus-ratus tahun lalu, itu juga Dania dengar dari cerita turun-temurun. Kebenaran Tabib itu masih ada atau tidak Dania sama sekali tidak tahu.
