Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 8

Dibawah kaki Yui muncul tunas-tunas kecil yang tumbuh sangat cepat. Yui berlari menghindari tunas tersebut. Dengan cepat dia memanggil busurnya. Busur hijau Yui melesat dan menghancurkan tunas tersebut. Lalu ranting-ranting mulai muncul berusaha menjerat Yui. Sekali lagi dengan busurnya dia menghancurkan ranting. Satu yang Yui ingat, bahwa dia adalah pemilik kristal jadi kali ini dia menembakkan anak panah energi ke arah naga. Panah itu terhenti seakan ada barrier yang menghadang.

“Bukan hanya nyali yang besar, tenagamu juga besar,” ucap naga itu.

Yui bahkan tidak mengerti kenapa energinya terasa sangat banyak dan mampu menembakkan panah energi. “Apa tempat ini memaksimalkan kemampuan, kalau begitu apa kemampuan kristal tanpa warna?" kata Yui dalam hati.

Yui masih berlari dan menghindari serangan tanaman Seiryu. Yui mengingat-ingat buku yang pernah dibacanya tentang elemen kayu. Elemen kayu tidak tahan api, tapi Yui juga bukan pengguna api. Masih sambil menghindari serangan kali ini Yui berencana naik ke tempat yang lebih tinggi. Lompatan lincah Yui satu demi satu tanjakan dia lewati dengan mudah.

Saat berada di ketinggian yang hampir sama dengan sang naga, Yui melesatkan anak panah tepat ke arah pijakan sang naga tersebut. Tanah retak dan membuat naga itu terpaksa terbang. Dan semua serangan tanaman naga tersebut menghilang.

“Namamu Yui, baiklah aku mengakuimu," kata naga itu.

“Jadi kau mau jadi bawahanku?" kata Yui yang berdiri di hadapan sang naga.

“Bagaimana kalau partner, kurasa lebih baik," kata naga itu.

“Hm ... baiklah partner. Kurasa aku suka," balas Yui senyum terkembang di wajah cantiknya.

“Panggil saja namaku saat kau memerlukan bantuanku,” kata Seiryu yang mulai memudar. Sementara salah satu kristal di gelangnya berubah menjadi warna hijau. Sebuah kontrak telah dibuat dengan penjaga arah mata angin timur, Seiryu.

Yui membuka matanya, dia masih berada di tempatnya semula, di bawah pohon rindang dekat kolam. Di depannya kini berdiri seseorang yang tinggi besar menatapnya dengan tatapan tajam.

“Selamat Yui, kau berhasil,” ucap Rafael yang berusaha tersenyum lalu memalingkan muka. Dia sepertinya tidak pernah tersenyum.

“Terimakasih Paman,” balas Yui dengan senyum manis di wajahnya. “Ternyata paman tidak seram dia hanya jarang berinteraksi, lucu,” batin Yui yang melihat sikap Rafael.

Light terkapar di padang rumput saat Yui mendekatinya. “Kau kenapa Light?" tanya Yui.

“Paman itu seperti monster, aku tidak dibiarkan istirahat. Kakiku kram, bisa panggilkan kakak,” jawab Light. Yui hanya mengangguk dan segera pergi ke arah rumah.

“Kau tidak bisa terus mengandalkan kakakmu, Yuasa akan kembali besok dan kalian berdua tetap berlatih di sini, biasakan tubuhmu," kata Rafael yang segera meninggalkan Light yang tidak bisa bergerak.

“Tidak punya hati, tidak punya belas kasihan, mana ada yang kuat dengan cara berlatih seperti ini,” umpat Light yang hanya diucapkan dalam hati. Dia takut menyinggung Rafael dan terkena hukuman yang lebih parah.

Yuasa datang dan menyembuhkan Light. “Kakak akan meninggalkan kami bersama orang itu?” tanya Light.

“Paman orangnya baik, kau tidak perlu cemas," jawab Yuasa.

“Baik darimana? Kakak yang terlalu baik pada semua orang,” gerutu Light.

“Nanti kau juga terbiasa, Paman hanya kaku saja tapi dia sebenarnya baik,” balas Yuasa.

“Nah sudah selesai, gerakkan badanmu, pinta Yuasa.

Light menggerakkan badannya, tidak lagi terasa sakit dan kramnya juga sudah hilang. “Terimakasih kak,” ucap Light.

“Ayo ke rumah," ajak Yuasa. Kedua adiknya mengikutinya.

Hari ini Yuasa meninggalkan rumah Rafael dan kembali ke ibukota. Berat rasanya meninggalkan si kembar bersama Rafael di tengah hutan. Kedua adiknya terbiasa dengan pelayan dan kehidupan istana yang nyaman. Dan sekarang mereka harus berusaha mandiri.

“Pergilah, jangan khawatirkan si kembar, mereka akan baik-baik saja,” ucap Rafael.

Yui dan Light hanya bisa diam melihat kakaknya pergi. Terutama Light yang merasa Rafael sangat keras dalam melatih dirinya. Sementara Yui, dia cukup kesal dengan cara latihan yang diberikan Rafael selama ini. Intinya mereka berdua tidak menyukai Rafael.

“Baiklah kita berlatih lagi. Siapkan diri kalian aku tunggu di tempat biasa.” Rafael berjalan menuju padang rumput tempat latihan mereka.

Yui dan Light mengambil peralatan yang diperlukan dan segera ke tempat latihan. Mereka tidak bersemangat. Saat tiba di tempat rumput tempat latihan mereka.

Yui dan Light mengambil peralatan yang diperlukan dan segera ke tempat latihan. Mereka tidak bersemangat. Saat tiba di tempat latihan, Rafael seperti sedang meditasi. Mereka diam saja di tempat dan menunggu.

"Apa yang kalian tunggu, lakukan latihan kalian, kata Rafael.

Light mulai membentuk bola petir di tangannya, dipadatkan dan semakin membesar. Yui melihat Light yang mengendalikan petir dengan baik, lalu berbalik akan menuju ke pepohonan berbicara dengan kompasnya. Saat berbalik, Rafael mengatakan “Tunggu.”

Sehingga Yui tetap di tempatnya.

"Gunakan kekuatan Seiryu, kekuatannya saja tanpa memanggil Seiryu, lalu serang Light,” perintah Rafael.

Yui hanya mengangguk dan mulai memanggil Seiryu dengan benaknya. Yui merasakan perubahan pada tubuhnya, kini dia bisa mengendalikan elemen kayu. Yui mengangkat tangannya dan berkonsentrasi mengendalikan rumput yang ada di sekitar Light.

Tentunya Light tidak tinggal diam, dia memanggil pedangnya dan mengalirkan petir pada pedangnya dan menebas rumput di sekitarnya.

“Light ... beri Aku waktu dulu,” teriak Yui yang belum berhasil mengendalikan rumput tapi sudah ditebas Light.

“Di mana - mana tidak ada yang mau menunggu musuhnya melukaimu terlebih dahulu, jika ada kesempatan gunakan itu, jawab Light.

“Tapi ini latihan, biarkan Aku mengendalikan rumputku," pinta Yui.

"Ya baiklah, cepat!" kata Light.

Yui berusaha mengendalikan rumput, dia memerintahkan rumput untuk menjerat kaki Light.

Bruk!

Yui terjatuh ke tanah dalam keadaan terlilit rumput yang dikendalikan olehnya.

“Kenapa begini!" teriak Yui. Menggeliat berusaha melepaskan diri dari jeratan rumput yang melilit kakinya.

Melihat Yui jatuh karena jurusnya sendiri Light tertawa. “Kau itu mau menyerang lawan apa diri sendiri.”

“Bantu aku Light!” teriak Yui.

Light menebas rumput di kaki Yui, kini Yui bisa berdiri lagi. Ternyata tidak mudah mengendalikan alam. Beberapa kali mencoba, Yui berulang kali terjerat jurusnya sendiri dan Light terus membantu Yui keluar dari jebakannya sendiri.

Mereka berdua berlatih sudah cukup lama, matahari sudah berada tepat di atas kepala.

“Sudah cukup, kita istirahat dulu, ayo kembali ke rumah!" kata Rafael.

Yui kesal dengan Seiryu, dia masih belum mau menurut. Selesai makan siang tidak ada latihan lagi, mereka dibebaskan melakukan apapun yang mereka sukai. Jadi Yui memutuskan membaca buku. Seiryu bukanlah naga yang mudah dijinakkan. Dia mengakui Yui tapi masih belum mau menurut.

“Yui, kemarilah,” kata Rafael. Yui mendekati Rafael.

“Dengar, Kau sudah bisa membuat kontrak dengan Seiryu tapi mengendalikan penjaga tidaklah mudah. Seiryu adalah Naga yang angkuh, kau harus memujinya. Jika dia senang maka dia akan mau menurutimu," kata Rafael.

Senyum berkembang di bibir Yui, “Itu bukan caraku Paman. Kita lihat siapa bosnya Aku atau naga itu, dan Paman benar mengendalikan Seiryu itu tidak mudah.”

Yui kembali duduk dan membaca bukunya. Rafael meninggalkan kedua anak kembar itu dan pergi. Dia ingin memeriksa sesuatu.

Mereka berdua terpaksa merasakan lagi makanan yang hampir tidak ada rasanya. Apa yang diharapkan dari masakan seorang pria yang tinggal sendirian. Hingga akhirnya Yui mengambil alih tugas memasak untuk mereka. Awalnya Yui mengira memasak itu mudah, tapi ternyata lebih sulit dari perkiraannya.

Rafael tidak bisa lagi menyembunyikan tawanya. Yui kesal melihat dirinya ditertawakan. Ikan yang digoreng menjadi arang, sayur yang dia tumis asin luar biasa. Bahkan menanak nasi saja tinggal separo yang bisa dimakan, sisanya menjadi kerak yang keras.

“Tertawa saja terus, Paman," kata Yui dengan kesal.

Sementara Rafael benar-benar tertawa sampai perutnya sakit.

“Paman terlihat manusiawi kalau tertawa,” batin Yui memperhatikan Rafael. Wajah Rafael cukup tampan, walaupun tidak setampan ayahnya. Saat tertawa wajah seram Rafael menghilang. Di mata Yui justru terlihat menawan. Tanpa Yui sadari dia tersenyum.

“Sudahlah, kita sarapan seadanya saja,” kata Rafael mengambil alih dapur. Dia menggoreng telur dan merebus beberapa daun. Mengambil nasi yang bisa dimakan dan menyiapkan semuanya di meja makan.

“PR buatmu Yui, belajarlah memasak. Nanti aku belikan buku resepnya," kata Rafael yang masih tersisa senyuman di wajahnya.

“panggil Light kita sarapan bersama.”

Light turun dan ikut sarapan, dia mengomentari ikan yang setengah gosong. Dan segera mendapatkan sendok melayang ke wajahnya. Kini dia tahu masakan Yui lebih parah dari masakan Rafael. Setidaknya meskipun rasanya kurang, masakan Rafael masih bisa dinikmati dan dimakan.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel