Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8-Delapan

Mobil Rajasa melesat pergi menuju ke tempat Anelis bekerja. Sebuah Lembaga Pendidikan dan Pelatihan kerja sekaligus les Sahabat Belajar. Sebuah lembaga yang menyiapkan tenaga kerja untuk magang di Korea dan Jepang. Anelis bekerja sebagai admin yang mengatur jadwal setiap pelatih maupun tutor. Sebenarnya bisa saja Anelis berhenti bekerja. Rajasa pasti bisa memenuhi segala kebutuhannya. Hanya saja Anelis belum mau. Ia tidak mau lulus sarjana kok nganggur. Anelis pun memutuskan bertahan di lembaga tersebut.

Seperti biasa Anelis duduk di kursi tunggu di depan gedung lantai dua itu. Rajasa tak pernah terlambat menjemputnya. Namun, berbeda dengan sore ini. Mungkin jalanan sedang macet. Melihat Anelis masih menunggu, Nurma tutor Bahasa Inggris di lembaga tersebut mendekat.

"Belum dijemput, Ne?" tanya Nurma ramah.

"Eh, belum, Kak. Tumben ini Mas Rajasa lama," ujarnya.

"Ne, Ne. Kalau aku jadi kamu, aku udah resign, Ne. Kalau nggak ya aku milih kerja di kantor suamimu. Kan, di sana juga ada platform belajar mengajar. Pasti ada lowongam buat kamu," ujar Nurma seraya duduk di sebelah Anelis.

"He, iya Kak. Mas Rajasa juga udah minta, sih. Tapi sayang aja rasanya. Aku nikah setelah dapat panggilan kerja di sini. Itu pun dibantu sama Bu Prita pemilik kos dulu. Rasa-rasanya sayang kalau kesempatan ini kulepas, Kak," jawab Anelis.

Nurma tersenyum. Sahabatnya terlalu naif. "Tapi bener lho Ne, ati-ati. Suamimu itu kaya, tampan juga baik. Pasti banyak perempuan pingin sama dia. Kalau kamu nggak pandai-pandain jagain, bisa bahaya. Perempuan sekarang ngeri-ngeri, Ne. Aku aja ya, yang Mas Hakim cuma pegawai biasa aja temennya ceweknya WA terus, Ne," terang Nurma menjelaskan kondisi rumah tangganya.

"He, gitu ya, Kak," timpal Anelis bingung. Rajasa memang bukan cinta pertama Anelis. Sebelumnya ia pernah menjalin hubungan dengan pria lain. Namun, urusan perasaan ia memang tidak begitu paham. Terlalu polos dan lugu. Anelis hanya senang memikirkan dirinya, tidak peka dengan kondisi sekitarnya.

"Ya, udah aku duluan ya, Ne," pamit Nurma. Setelah selesai mengenakan mantol, Nurma pergi bersama motor maticnya.

Hujan memang belum turun. Tapi dipastikan jarak berapa meter saja Nurma akan kehujanan. Lebih baik ia antisipasi. Mobil Rajasa berpapasan dengan motor Nurma. Terdengar suara klakson dari keduanya. Anelis menyiapkan diri, berlari mengahampiri mobil Rajasa. Melanjutkan perjalansn ke rumah mereka.

***

Sentraland Cengkareng apartemen. Kediaman Anelis setelah menjadi istri Rajasa. Bisa saja mereka membeli rumah dengan halaman luas dan lebih besar. Namun, Rajasa memilih apartemen itu, karena jaraknya paling dekat dengan tempat kerja Anelis. Jika ia harus pergi ke luar kota atau luar negeri, Anelis bisa naik motor atau pesan ojek online. Anelis menekan pin pintu rumah mereka. Sejak ia menjadi istri Rajasa, ia mengubahnya dengan kombinasi angka yang bisa diingatnya. Anelis pelupa, sedangkan Rajasa tak masalah mau diganti berapa kali pun ia tetap hafal saja. Kebiasaan baru Anelis setelah menikah adalah mencuci kaki, tangan dan membasuh muka setiap kali pulang dari berpergian. Rajasa mengajari itu semua. Meski awalnya berat dengan aturan kecil yang dibuat suaminya, ia mulai terbiasa.

Rajasa melangkahkan kaki menuju dapur mini mereka. Membuka stok bahan makanan di kulkas. Spagheti bologne ia buatkan untuk istri kesayangan. Rajasa sengaja mengganti hobi makan mie instan Anelis. Lama-lama lambungnya bisa hancur kalau dibiarkan terus menerus. Pasta bisa menjadi alternatif menu lain. Tangan Rajasa begitu lihai meracik bumbu. Keahliannya didapat dari mamahnya. Ada banyak keuntungan terlahir sebagai orang susah. Hal seperti memasak bagi laki-laki ia dapatkan juga. Anelis yang masih mengenakan handuk di kepalanya terpana. Melihat dua piring spagheti bologne buatan Rajasa tersaji.

"Waow, yummy sekal, Mas. Cantik tampilannya," ucapnya sambil menggeser kursi makan. Anelis mendudukan diri lalu mengambil sendok dan garpu.

Aromanya begitu menggoda. Rajasa selalu memanjakannya dengan masakan. Bukan, bukan karena Anelis tidak bisa masak. Hanya saja masakannya kalah enak dibanding masakan Rajasa. Ia pun memutuskan tidak masak menu-menu mewah macam spagheti. Ia cukup memasak telur dadar atau nasi goreng dengan bumbu instan. Tangan Anelis lincah menyuapkan spagheti itu ke mulutnya. Puas dengan rasa yang lumeng di dalamnya.

"Beneran enak banget. Makasih, Mas," ujarnya sembari mengacungkan jempol.

"Kalau enak, makan yang banyak. Harus habis," jawab Rajasa. Ia mencicipi hasil masakannya itu. Bangga dengan perpaduan rasa yang didapatkan.

Selesai menghabiskan makan malam, Rajasa melirik jam. Harusnya Dimas sudah datang. Mereka akan melakukan perjalanan bisnis malam. Sembari menunggu Dimas, Rajasa membersihkan diri. Sekaligus menyiapkan beberapa baju ganti. Takutnya tak hanya satu dua hari. Apalagi besok sabtu. Weekend sudah pasti menjadi hari keluarga. Bisa saja ia tak langsung bertemu klientnya.

Anelis menyalakan TV. Mencari saluran favoritnya. Ia paling senang menonton drama Korea atau drama Jepang. Drama Taiwan juga kadang diikutinya. Yang ia tidak suka hanya sinetron. Anelis benci saat konflik keluarga dalam sinetron disajikan dengan begitu dibuat-buat. Ditambah saat sudah asik mengikuti, eh peran utamanya diganti. Atau malah alur ceritanya melebar kemana-mana, panjang sekali sampai beribu-ribu episode baru tamat. Asik menyaksikan TV sendiri, suara bel pintu berbunyi. Anelis meraih gagang pintu, lalu membukanya.

"Halo, Anelis," sapa Dimas dengan melambaikan tangan.

"Halo juga," balas Anelis sungkan. Ia mempesilakan Dimas masuk. Anelis berjalan di depan. Anelis berubah lesu. Iya yakin Rajasa akan pergi. Jarang sekali Dimas berkunjung. Kecuali menjemput Rajasa untuk urusan kantor.

Rajasa keluar dari kamarnya. Memakai kaos berkerah dengan stelan celana panjang dan aksesoris jam tangan. Siapa pun yang melihatnya jelas terpana. Rajasa tampan sempurna dari sananya.

Melihat Rajasa menenteng tas pakaian, Anelis bertanya, "Bakal lama ya, Mas? sampai bawa tas gitu. Kok, tadi nggak bilang dulu kalau mau pergi?" Anelis melipat kedua tangan. Menggerutu karena tak diberi tahu. Rajasa tersenyum meletakan tasnya di kursi.

"Cuma sebentar, Ne. Tapi besok itu weekend takutnya nggak bisa langsung selesai urusannya. Jadi aku jaga-jaga aja," terangnya lembut.

Dimas yang sejak tadi tidak dianggap oleh Rajasa ikutan bersuara, "Santai, Ne. Gue jagain Rajasanya. Nggak bakal macem-macem dia. Ya ... meski dari wajah kemudian kekayaan dia pantas sih, buat dikelilingin banyak wanita," canda Dimas pada Anelis.

Anelis melotot. Menyebalkan sekali sahabat suaminya itu. Dasar Dimas hobinya mbanyol. Justru memperkeruh suasana. Rajasa ikutan sangsi dengan ucapan sahabatnya tadi.

"Ngga, Ne. Dimas guyon. Aku nggak akan begitu. Kamu paham bagiamana aku. Yang penting jaga diri. Besok di rumah dulu aja ya," pesan Rajasa pada Anelis.

Melihat dua pasangan bermesra-mesra di depannya membuat Dimas ingin muntah saja.

"Astaga kalian. Kayak drama korea aja. Gue sesek nih, ngliatnya. Minta air, ya." Dimas melangkahkan kaki menuju dapur. Sengaja memberikan ruang untuk sahabatnya.

"Kabarin ya, Mas, kalau udah sampe. Inget nggak macem-macem," pesan Anelis pada suaminya. Rajasa pun tersenyum. Sepertinya istrinya cemburu. Candaan Dimas cukup membuatnya takut ternyata.

"Iya saying, aku jaga diri dan jaga hati hanya untuk kamu," ucap Rajasa. Ia melangkahkan kaki, hendak mengecup lembut kening istrinya.

Seketika Anelis menghindar. Mundur satu langkah. Rajasa kecewa. Ia pun cukup mengusap rambut legam istrinya. Mungkin karena ada Dimas. Batin Rajasa. Dimas yang memerhatikan tingkah Anelis semakin mengerti. Ada yang tidak beres dari pasangan ini. Cerita Rajasa pagi tadi serasa terlihat jelas gambarannya. Dimas melirik sekilas, memberi kode pada Rajasa. Takut terlambat.

"Ayo, Dim berangkat. Takut telat," ajak Rajasa.

"Siap Bos. Driver taxi online sudah di bawah. Berangkat dulu ya, Ne. Gue jagain suami loe yang tampan ini," ucapnya lagi.

Anelis menangguk. Ia Mengantar mereka sampai depan pintu. Rajasa melarangnya mengantar sampai bawah. Rajasa dan Dimas menghilang dari balik pintu. Anelis pun melanjutkan aktivitasnya di apartemen sepi itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel