Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7-Tujuh

Perwajahan tulisan di bagian muka gedung pencakar langit itu begitu megah. Menggambarkan dengan jelas seperti apa usaha pemiliknya mengembangkannya. Dulu ia membangun dengan dasar coba-coba demi membantu mamahnya memasarkan berbagai macam kue. Awalnya ia hanya ingin omset penjualan Daisha bakery meningkat. Namanya juga Rajasa, pandai sejak ia masih muda. Uji cobanya di R-jasa.com membuahkan hasil maksimal. Kini situs R-jasa.com tak hanya melayani jual beli kue donat madu dan aneka kue lain dari toko roti mamahnya. Perusahannya itu berkembang pesat. R-jasa.com berkembang menjadi layanan manajemen konten yang menyediakan media daring dan terhubung akses dengan banyak media sosial. R-jasa.com juga membantu para UMKM untuk melakukan pemasaran produknya di sana. Mulai dari produk makanan, fashion, hingga yang terbaru layanan fasilitas pengembangan diri. Rajasa tak sendiri dalam mengembangkan perusahannya. Ia dibantu sahabatnya. Mereka bertemu saat sama-sama menempuh studi S-1. Namanya Dimas Nasution. Lulusan Master bisnis Harvard University. Mereka adalah paduan sempurna dalam dunia kerja. Komplit dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki.

Rajasa memarkirkan mobil Toyota Calya miliknya. Menenteng tas berisi leptop dan bahan presenstasi lainnya. Hari ini akan ada proyek baru. Rajasa mencoba melakukan ekspansi bisnisnya ke luar negeri. Setelah mengambil cuti, dan mengulang kembali bulan madu, kini waktunya Rajasa kembali bekerja. Melihat Rajasa masuk ke ruang bertuliskan CEO perusahaan, membuat Dimas tertawa riang. Akhirnya sahabatnya tiba. Ada beberapa masalah yang tak bisa ia selesaikan. Sebelum kena semprot, lebih baik ia merayu Rajasa dulu.

"Hallo Bos, bagaimana kabarnya?" sapa Dimas. Ia menahan Rajasa yang hendak membuka pintu.

"Biar aku saja yang buka. Silakan Bos," ucapnya seraya mempersilakan Rajasa masuk. Meski memegang 30% saham perusahaan, Dimas tetap seperti karyawan biasa. Ia selalu giat bekerja.

"Apaan loe pakai begitu segala? Gue tinggal, aman kan semua?" tanya Rajasa mendelik. Matanya menyelidik gelagat aneh sahabatnya.

"Everything its okay, Bos," jawab Dimas mantap. Seraya mengacungkan jempol pada Rajasa.

Rajasa meletakan leptopnya. Mendudukkan diri pada kursi putar hitam tempatnya bekerja. Dimas memerhatikan sahabatnya itu. Ia duduk di meja Rajasa.

"Gimana Bro? Lancar? Oke, ‘kan?" tanyanya jahil. Rajasa yang sedang mengecek ulang slide presentasi berhenti. Mencerna maksud kalimat sahabatnya. Alisnya terangkat. Tidak mengerti inti pertanyaan sahabatnya.

"Tante Karti segera dapat cucu, ‘kan?" imbuh Dimas. Keluarga Dimas jauh di Medan. Hampir setiap Rajasa pulang ke Tangerang, Dimas ikut. Ia tergila-gila dengan rasa donat madu buatan Mamah Rajasa. Dari situ mereka sering bertukar kabar.

Rajasa menghela napas. Ia menyandarkan dirinya di kursi. Memutarnya menghadap kaca besar. Perusahannya begitu tinggi, tempatnya duduk saat ini juga tinggi. Butuh banyak hal untuk sampai. Ya. Mamahnya hanya ingin melihat anak Rajasa. Meski badannya terlihat sehat, namanya penyakit orang yang semakin berumur ada saja. Ditambah rasa sepi yang kadang menghampiri. Membuat kondisi kesehatan perempuan itu kadang tak baik.

"Well, anak itu rejeki, Sa. Mungkin Allah belum ngasih karena kalian belum siap. Kenapa kalian nggak coba konsul ke dokter kandungan atau pakai program bayi tabung aja?” tanya Dimas sekaligus memberi saran.

Rasanya kata-kata Dimas ada benarnya juga. Namun, ada juga yang salah. Mereka memang belum pernah melakukan pemeriksaan sebelumnya. Masalah mereka bukan disitu, Rajasa yakin Anelis dan dirinya sama-sama punya benih. Hanya Anelis tidak bisa menunaikannya. Ingin rasanya Rajasa diam saja, tapi mendengar permintaan mamahnya kemarin, membuat ia berani bercerita dengan sahabatnya. Dimas sudah dianggapnya sebagai sauadara.

"Masalahnya bukan disitu, Dim. Masalahnya Anelis nggak bisa," ucap Rajasa parau. Ia kembali memutar kursi beserta dirinya, menghadap Dimas. "Anelis punya trauma. Setelah menikah, untuk urusan sentuhan fisik dia begitu anti. Ane mengunci rapat hati dan dirinya, Dim. Gue nggak ngerti karena apa, gue nggak bisa nanya langsung," imbuh Rajasa bingung. Ia memang terjebak dengan tingkah istrinya.

"Well, gue paham. Seperti orang yang mengalami pelecehan, atau mengalami kekarasan dalam hidupnya. Oke maksud gue, mungkin Anelis mengalaminya." Dimas mengungkapkan pendapatnya. "Loe nggak berani nanya takut dia tersinggung, ‘kan? Loe cinta banget sama Ane?"

Rajasa mengangguk. Demi apa pun itu, ia memang begitu mencintai Anelis. Ia takut pertanyaannya akan membuat Anelis sakit hati dan kembali menangis. Ia tak mau melukai hati perempuan itu.

"Kita sama-sama tahu, Anelis broken home survivor. Coba loe lacak akar masalahnya dari situ, Sa. Cari tahu di internet dulu tentang trauma pernikahan anak broken home. Kalau memang loe nggak bisa banget, gue punya kenalan psikiater. Temen gue waktu di Harvard. Sekarang dia tinggal di Singapur. Loe bisa tanya-tanya lewat email dulu," terang Dimas mantap. Rajasa mengusapkan tangannya pada wajah. Merasa berat dengan saran sahabatnya. Tapi demi keluarga satu-satunya di dunia ini ia harus mencoba.

"Ntar gue kirim alamat emailnya ke hp loe. Semangat bro!" ucap Dimas seraya menepukkan tangannya pada bahu sahabatnya itu. Rajasa menagguk. Kembali melihat leptop dan bahan presentasi.

"Klien kita datang jam berapa, Dim? sekarang udah mau jam sepuluh," tanya Rajasa, melihat jam tangannya. Dimas menggaruk kepalanya yang tak gatal. Gelagatnya semakin aneh mendapat pertanyaan dari Rajasa.

"Dim, serius. Gue tinggal nggak ada masalah, ‘kan?" Rajasa bangkit. Mendesak sahabatnya untuk menjawab.

"Ehmm, sorry, Sa. Kemarin klient kita menghubungi gue minta presentasi dimajuin. Karena dia harus buru-buru balik ke negaranya. Cuma gue nggak bisa ngubungin nomor loe. Gue udah janji sama tante Karti buat nggak nganggu bulan madu loe soal peru--" Dimas menciut. Mata Rajasa sudah membulat tajam. "Tapi dia nawarin buat kita presentasi di kantornya. Gue udah kasih alamatnya, tinggal loe maunya kapan," terang Dimas cepat. Ia tidak mau dilahap habis sama sahabat sekaligus atasannya itu.

Rajasa bernapas lega. Berbulan-bulan ia mencoba mencari cara agar perusahannya bisa ekspansi ke luar negeri. Dan dari semua perusahaan yang diajak kerja sama hanya satu yang merespon. Perusahaan tersebut terkesan dengan brand donat madu milik mamahnya.

"Oke Dim. Cari tiket pesawat buat nanti malam. Segera hubungi manajer Pak Rajendra. Kita presentasi besok pagi!" perintah Rajasa. Ia mengibaskan tangannya pada Dimas. Meminta Dimas meninggalkannya.

Dimas pun tahu diri. Meski mereka sahabat bahkan sudah seperti saudara, untuk urusan perusahaan Rajasa tidak pernah mau main-main. Rajasa membangun ini semua berkat kerja keras dan usahanya. Ia tidak mau R-Jasa.com kalah saing di pasaran. Sudah banyak sekali situs jual beli online, juga situs-situs penyedia layanan seperti miliknya. Jika tidak melakukan inovasi, bukan tak mungkin usahanya akan gulung tikar. Dia tidak mau mengulang masa sulitnya dulu. Ia ingin dirinya beserta keluarganya nanti tetap berkecukupan dan mendapat akses kemudahan. Setelah memastikan segala yang terjadi di kantor aman terkendali, Rajasa pergi. Meminta Dimas untuk menyiapkan segala persiapan presentasi. Rajasa harus segera bertemu Anelis. Urusan bisnis kadang tak pasti. Kalau beruntung sehari dua hari jadi. Jika tidak satu minggu saja kadang tidak cukup.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel