Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6-Enam

Wanita paruh baya itu mengerjapkan mata. Ia baru saja memutar memori tentang Bu Mutia. Sosok yang sangat berharga dalam hidupnya. Andai tak ada wanita itu, tak mungkin ia bisa menjalankan bisnis Daisha Bakery dengan baik. Meski Daisha Bakery sudah berkembang pesat tetap saja Bu Karti ingin mengembalikan kejayaan toko itu pada Bu Mutia. Suatu saat nanti. Bu Karti melanjutkan mengaduk adonan kue donat. Mengetahui putra satu-satunya segera datang, membuatnya rela mengerjakan pekerjaan itu sendiri. Aroma donat madu yang ia buat menyembul melalui lubang jendela. Menggoda indra perasa siapa saja yang sempat mencium wangi adonan tepung itu. Setelah menggorengnya, donat madu khusus untuk putranya siap dinikmati.

Pengemudi taxy online menghentikan mobilnya. Rajasa dan Anelis pun turun dengan menenteng bingkisan kresek hitam. Oleh-oleh untuk Mamahnya dari Candi Borobudur. Meski sederhana akan terasa istimewa saat itu pemberian dari orang yang disayangi. Dari teras rumahnya, Rajasa bisa menebak mamahnya tengah membuat kue donat. Kue favoritnya waktu kecil.

"Siap-siap kita makan banyak kue donat," ujar Rajasa sambil melepas sepatu.

"Sok tahu kamu, emang Mamah bilang mau bikini, Mas?" tanya Anelis. Ia selalu kalah main tebak-tebakan dengan Rajasa.

Rajasa menggeleng. "Tidak, tapi aku bisa menciumnya. Kue donat buatan Mamah tidak ada tandingannya," ujar Rajasa bangga.

“Oke, kita buktiin, Mas.” Anelis menekan bel pintu rumah itu.

Bu Karti masih dengan appron melekat di tubuhnya pun berlari. Dari dapur menuju ruang tamu. Ia segera membuka pintu. Kedatangan Rajasa dan Anelis sudah ia nanti. Ia begitu senang melihat dua anaknya pulang. Senyum keibuan menghiasi wajah perempuan itu. Rajasa meletakkan kresek hitam yang ia bawa. Dengan cepat ia meraih punggung tangan perempuan itu.

"Assalamualaikum. Gimana kabarnya, Mah?" tanya Rajasa seraya memeluk mamahnya mesra.

"Waalaikumsalam. Baik Sa," ucap Bu Karti bahagia. “Kamu gimana? Baik juga kan?” Rajasa menjawab dengan anggukan serta pelukan yang semakin erat.

"Mas, gantian woy! Aku juga pingin peluk, Mamah," ucap Anelis. Ia jelas merasa iri dengan suaminya.

Anelis sangat beruntung. Ia juga mendapatkan ibu mertua yang luar biasa baiknya. Bu Karti tak pernah menganggap Anelis sebagi menantu, melainkan menganggapnya seperti anak sendiri. Dengan perasaan senang, Anelis memeluk tubuh mertuanya. Mereka bercipika cipiki ria. Hari ini mereka memutuskan untuk menginap di rumah. Anelis mengajukan satu hari tambahan cuti dengan alasan sakit. Rajasa setuju. Ia juga rindu mamahnya masih ingin menemani dulu. Donat madu buatan Mamah Rajasa menjadi sumbu nyalanya api bahagia. Setelah satu bulan tak berkunjung, rumah itu terasa ramai.

***

Saat petang, Anelis merebahkan diri di kamar Rajasa yang juga otomatis menjadi kamar miliknya. Harusnya malam pertama mereka terjadi di kamar itu. Namun, semua tak berjalan sesuai dugaan. Anelis justru menangis serta mengurung diri. Ia meluapkan perasaan gelisahnya dengan mengunci diri di kamar mandi. Rajasa yang tak bisa berbuat apa-apa hanya mampu menatap hampa pintu itu. Ia memilih mengamati dan menahan diri. Saat dipaksa, Anelis bersikap lebih berbahaya. Satu minggu kehidupan mereka di rumah itu saat awal pernikahan berakhir sama. Rajasa tidur di sofa atau di luar kamar. Anelis menjadi sangat pendiam dan tak berani mengutarakan pendapatnya tentang malam pertama pada Rajasa. Sejak saat itu Rajasa memutuskan membawa Anelis ke apartemen di Jakarta. Membiarkan perempuan itu kembali menjalani rutinitasnya. Ia melupakan hal-hal yang berkaitan dengan malam pertama dan sensasinya.

Tanpa Rajasa dan Anelis tahu, Bu Karti sebenarnya paham. Kenapa ia belum bisa menimang cucu. Ia juga kerap mendapati Rajasa tidur di ruang TV sampai pagi. Belum pernah dirinya mendapati Rajasa atau mandi pagi. Hanya saja wanita paruh baya itu, lebih memilih diam. Tak mau ikut campur urusan anaknya. Namun, setelah hampir satu tahun tak dapat kabar berita, ia menjadi gelisah. Ia rindu menimang bayi lagi. Setelah dua puluh delapan tahun tak mengurus makhluk mungil itu. Bu Karti tak bisa ambil diam. Ide mengulang perjalanan honeymoon untuk pasangan itu, juga atas dasar usulnya. Saat semua permintaan datang dari mulutnya Rajasa dan Anelis tak bisa mengelak. Kalaupun bisa mereka butuh tenaga ekstra untuk menolaknya.

Anelis memilih masuk ke kamar duluan saat mereka selesai mengobrol bersama. Ia ingin segera memejamkan mata, mengistirahatkan badan. Perjalanan dari Borobudur ke Jogja dengan naik pesawat membuatnya merasa lelah. Anelis pun kalah di kasur empuk kamar suaminya. Ia terpejam dalam waktu singkat. Rajasa membiarkan Anelis terlelap. Ia tak langsung mengikuti langkah perempuan itu. Meski lelah, Rajasa mencari mamahnya di dapur. Tempat favorit wanita kesayangannya itu menghabiskan waktu. Ia ingin melepas rindu dengan mengulang kedekatannya saat masih kecil dulu. Berdua saja dengan ibunya adalah masa-masa yang istimewa. Mengingat kesibukannya di perusahaan yang membuatnya tak bisa dengan mudah pergi ke Tangerang untuk menemani ibunya.

Rajasa mengayunkan langkah ringan. Ia bisa dengan jelas melihat aktivitas ibunya.

"Lagi apa, Mah?" tanya Rajasa dari pintu dapur.

"Biasa, cari-cari kerjaan beres-beres dapur. Habis ruang tengah sama tamu bersih mulu. Nggak pernah kotor. Ya, lari ke dapur," ucapnya.

"Bagus dong Mah, kalau bersih. Daripada kotor, malah repot," ucap Rajasa. Ia duduk di kursi makan.

"Nggak. Mamah pinginnya kotor. Mamah pingin rumah Mamah berantakan. Banyak mainan, banyak sisa makanan anak kecil." Tangannya menggosok wastafel dengan penuh tenaga. "Mamah sudah pingin punya cucu, Sa. Kali ini tidak gagal lagi, kan?" tanyanya getir. Ia meletakkan lap kain, mencuci tangannya.

Rajasa tertunduk, tak tahu harus berkata apa. Ia tak paham apakah malam itu berhasil atau tidak. Tapi setidaknya malam itu Rajasa dan Anelis mencobanya. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, yang hanya terlewat tanpa melakukan apa-apa. Mamah Rajasa mendekat, iba melihat putranya. Dalam hati ia mengingkari atas apa yang terjadi dengan anaknya. Ia berharap kabar gembira segera diterimanya.

Rajasa mengangkat kepala. Menatap lurus wajah Mamahnya. Ia meyunggingkan senyum. "Doakan Mah, kali ini jadi. Rajasa dan Anelis sudah berusaha," terangnya.

Melihat raut wajah Rajasa yang begitu meyakinkan, membuatnya bersyukur. Semoga Rajasa tak membohonginya seperti dulu. Semoga ia benar-benar berhasil. Wanita paruh baya itu terus meyakinkan diri.

"Mamah udah tua, takut nggak bisa lihat anak kamu nanti kayak apa. Pokoknya sebelum Mamah meninggal, kasih cucu buat Mamah ya, Sa," pintanya perih. Rajasa ikut merasakan harapan yang begitu besar. Ia juga ingin segera melihat buah hatinya.

Selama ini bukan karena mereka tak bisa mempunyai anak. Masalahnya mereka sulit melakukannya. Lebih tepatnya Anelis yang kesulitan. Harapan Rajasa dan Bu Karti sama, semoga bulan depan tamu bulanan Anelis tidak datang.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel