Bab 13 Tidur Di Satu Ranjang
"Buka pintunya."
Suara rendah Jeffrey yang nyaman didengar itu terdengar dari luar pintu.
Camille seketika hanya merasa bahwa jantungnya seakan-akan sudah mau copot.
Ketika Camille mengingat mata Jeffrey yang barusan tampak gelap dan dalam itu, dia tidak bisa menahan dirinya untuk mengepalkan tangannya yang diletakkan di atas meja itu dengan erat dan ingatannya tentang malam yang memalukan itu pun tiba-tiba datang bagaikan air yang mengalir deras.
Melihat bahwa Camille tidak menjawab, Jeffrey yang berada di luar pun berkata kembali, "Kamu menjatuhkan sesuatu."
Baru pada saat itulah pikiran Camille yang terbang liar terhentikan dan setelah ragu-ragu untuk sesaat, Camille akhirnya berjalan ke samping pintu kamar mandi dan membuka pintu tersebut untuk membuat celah secara perlahan-lahan.
Jeffrey pun mengulurkan tangannya masuk dan di tangannya tersebut terdapat sebuah handuk putih yang lembut.
Camille seketika itu juga tercengang.
"Bukankah ketika kamu keluar barusan itu, kamu ingin mencari ini?" Jeffrey yang berada di luar berkata dengan nada seperti bercanda dan Camille yang berada di dalam kamar mandi pun seketika merasa wajahnya memanas.
"Terima kasih."
Setelah mengatakan itu dengan cepat, Camille langsung mengambil handuk tersebut dan menutup pintunya.
Setelah Camille selesai mengelap badannya, lalu mengenakan piyama dan keluar, Jeffrey sudah mengenakan piyama sutra berwarna biru tua dengan laptop di atas kakinya sambil mengetuk dengan cepat.
Camille pun merasa sedikit penasaran lagi.
Dia pada awalnya mengira bahwa karena kedua kaki Jeffrey lumpuh, maka seharusnya ada banyak orang di sekitarnya yang mengurus kehidupan sehari-harinya. Tetapi dia tidak menyangka bahwa di rumah ini hanya ada Pak Devin dan Bibi Susan dua orang saja, bahkan dia juga tidak memiliki pelayan pribadi untuk mengurusnya.
Contohnya sekarang, apakah dia akan naik ke kasur sendiri?
Lalu apakah dia juga tidak perlu mandi?
"Itu…" Camille tidak dapat menahan dirinya untuk bertanya, "Apakah kamu perlu pergi mandi?"
"Aku sudah mandi." Jeffrey menjawab dengan singkat.
Camille awalnya masih khawatir apakah Jeffrey akan kesusahan atau tidak untuk mandi sendirian, tetapi dia tidak menyangka bahwa Jeffrey ternyata sudah mandi?
Tetapi, dia ternyata tidak berdandan di daerah rumah, jangan-jangan dia memiliki wanita lain di luar?
Pikiran Camille pun di penuhi dengan banyak imajinasinya. Tetapi sejujurnya saja, bahkan jika Jeffrey memiliki wanita lain di luar, Camille juga tidak keberatan.
Kemudian ketika Camille berjalan ke samping meja dan mulai membereskan barang-barang untuk pekerjaannya besok, dia tiba-tiba melihat cincin yang dia lepaskan sebelum mandi di atas meja dan dia pun menjadi tercengang untuk sesaat.
Dia hampir lupa bahwa dia telah membeli sepasang cincin pernikahan.
Ketika dia membeli cincin sebelumnya, dia sama sekali tidak tahu bahwa suaminya itu ternyata adalah seorang presdir yang sangat kaya, jadi dia hanya membeli model cincin yang sederhana.
Tetapi cincin ini sekarang tampaknya terlalu sederhana untuk seorang Jeffrey.
Memikirkan hal itu, Camille pun melirik Jeffrey yang sedang fokus bekerja di atas kasur, lalu memasukkan cincin miliknya ke dalam tas. Kemudian dia juga memasukkan cincin yang pada awalnya dia ingin berikan kepada Jeffrey ke dalam laci meja rias.
Setelah melakukan semua itu, barulah Camille naik ke atas kasur.
Yang membuat Camille merasa lega adalah fakta bahwa kasur tersebut sangat luas dan juga ada dua bantal dan selimut. Jeffrey berbaring di sisi satunya dan Camille berbaring di sisi lainnya dengan jarak hampir setengah meter di antara mereka berdua.
"Sudah selesai mandi?" Melihat Camille berbaring, Jeffrey bertanya dengan ringan tetapi pandangannya masih tertuju kepada layar.
"Iya." Jawab Camille dan dia tidak bisa menahan dirinya untuk melirik layar Jeffrey dengan penuh penasaran.
Camille tahu bahwa perusahaan Jeffrey berfokus pada pendanaan dan mengurus obligasi. Layar komputer Jeffrey di penuhi dengan lambang dan garis berwarna merah dan hijau yang Camille tidak dapat mengerti, sehingga dia pun malas untuk melihatnya.
"Sudah mau tidur?" Jeffrey tiba-tiba melihat Camille di samping dan bertanya.
"Iya."
Jeffrey pun segera mematikan lampu meja sebelah kasur.
Ketika ruangan tersebut menjadi gelap, Camille menjadi sedikit gugup lagi.
Sebenarnya, dia sampai sekarang masih tidak tahu alasan mengapa Jeffrey menikahi dirinya. Oleh karena itu, dia juga tidak yakin apakah dia akan melakukan sesuatu yang dilakukan oleh suami istri dengan dirinya.
Camille berbaring di kasur dengan kaku dan setelah beberapa waktu berlalu, dia pun mendengar suara napas stabil dari Jeffrey yang berada di sampingnya dan baru pada saat itulah dia menjadi santai dan tertidur dengan nyenyak.
Keesokan paginya.
Ketika alarm ponsel Camille berbunyi sesuai dengan waktu yang ditetapkan, Camille pun terbangun dan menemukan bahwa Jeffrey yang berada di sampingnya sudah tidak ada.
Dia kemudian berpakaian dan memakai riasan tipis dengan cepat dan turun ke lantai bawah.
Ketika Camille baru berjalan sampai tangga, dia sudah dapat mencium aroma makanan untuk sarapan.
Ketika Bibi Susan yang sedang sibuk menyajikan makanan tidak sengaja melihat Camille, dia pun langsung tersenyum dengan ramah, "Nyonya muda, Anda sudah bangun, silakan cepat makan sarapan."
"Baiklah, terima kasih."
Jeffrey sudah berada di meja makan dengan satu tangannya memegang koran dan tangan yang satu lagi mengangkat cangkir dan membawanya ke mulutnya.
Ketika pandangan Camille tertuju kepada tangan Jeffrey yang ramping, dia tiba-tiba tercengang.
