Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

bab 4 • Kasakitan ini •

"Pak ikutin mobil itu pak." Pinta Rina yang baru saja menaiki taksi yang tadi dia cegat di depan rumah sakit. Walau merasa curiga dan ragu melihat penampilan Rina yang masih memakai baju rumah sakit di balik jaketnya yang kedodoran. Karena ia memakai jaket milik Zidan sebelum ia memutuskan keluar mengikuti Janu.

Rina terus melihat mobil milik Janu didepan, ia tak ingin lepas pandangan Karena khawatir akan kehilangan jejak nanti nya.

"Pak, cepat sedikit." Pinta Rina sedikit memaksa dan cemas. Ia sangat tak tenang ia sudah menduga jika Zidan menyembunyikan sesuatu darinya. Karena pria itu terus mengulur waktu untuk mempertemukannya dengan Adam, suaminya yang pergi sejak malam itu.

Mobil Janu berhenti tepat di depan jalan sebuah rumah minimalis, namun tetap cukup mewah. Rina juga meminta mobil taksi yang ia tumpangi untuk berhenti.

Ia merogoh kantong jaket milik Zidan. Mengambil dompet yang tersimpan didalamnya. Lalu menyerahkan beberapa lembar uang pada sopir taksi.

"Sebentar ya pak. Jangan pergi dulu. Tunggu disini bersamaku."

"Baik Bu." Supir taksi itu sumringah menerima lembaran uang dari Rina yang jumlahnya lebih dari cukup.

Rina masih didalam mobil. Ia memperhatikan mobil didepannya, lalu berpindah melihat pada rumah di samping mobil milik Janu berhenti. Ia melihat mobil Oren milik Adam. Jantungnya berdegup kencang. Ia sangat hapal dengan mobil Oren suaminya itu.

Walau jantungnya terus berdegup tak karuan dan tubuhnya serasa menegang. Ia tetap menatap ke rumah bercat cerah itu. Pintu rumah itu terbuka. Jantung Rina makin kuat berdetak, darahnya terus berdesir tak karuan. Hingga ia melihat sosok Adam keluar dari rumah itu. Sudut bibir Rina terangkat, ia sangat senang bisa melihat suaminya lagi setelah sekian lama. Mungkin inilah kesempatannya untuk menjelaskan yang sebenarnya. Bahwa ia sungguh-sungguh hamil anaknya.

Namun, sudut bibirnya yang semula terkembang turun dengan perlahan. Di sana ia melihat Adam menggandeng seorang wanita cantik dan seorang anak laki-laki berusia sekitar lima tahun. Jantung Rina seperti berhenti berdetak. Desiran darah yang mengalir cepat di pembuluh nya seolah membeku. Pemandangan apa itu? Mereka terlihat seperti keluarga bahagia dengan seorang putra yang tampan.

Air mata Rina jatuh dengan sendirinya. Kala ia melihat Adam suaminya itu mencium kening wanita yang ia gandeng. Dengan tangan bergetar, dan pipi yang terlanjur basah, Rina membuka pintu mobil taksi. Ia menginjak tanah dengan kaki yang lemah. Rina melangkah berusaha kuat, ia terus mendoktrin pikirannya sendiri. Suaminya sangat menyayangi nya. Tidak akan berhianat. Ia pasti akan menjelaskan jika Rina bertanya siapa wanita itu. Walau pikirannya tau, pasti ada yang sepesial diantara mereka.

Rina berjalan mendekat sembari menghapus air matanya.

"Mas Adam."

Adam dan Nadia menoleh bersamaan. Mata Adam membulat sempurna, melihat Rina yang tiba-tiba berada dihadapannya.

"Mas...."

"Kamu... Ngapain disini?" Tanya Adam masih dengan wajah yang sangat terkejut melihat Rina mendekat. Ia melepas genggaman tangan. Nadia menatap suaminya yang sengaja melepas genggaman tangannya, dengan pandangan mata sedih.

"Aku nyari kamu mas." Jawab Rina dengan suara bergetar. Ia berganti menatap wajah Nadia yang berdiri sedikit dibelakang Adam.

"Dia..."

Adam menoleh pada Nadia, wanita yang Rina tunjuk dengan tatapan matanya.

"Nad, kamu masuk dulu sama Nathan kedalam ya." Ucapnya lembut pada Nadia yang memandangnya dengan mata sedih yang memohon."Aku mau bicara sebentar sama Rina."

Nadia mengangguk pelan, matanya memerah hampir menangis karena khawatir Rina akan membawa Adam pergi dan membatalkan perjalanan mereka ke Bandung. Adam yang kasihan pada istri pertamanya itu mengusap pipi Nadia, lalu mengecup pelan keningnya.

Deg!

Jantung Rina serasa lepas dari rongganya. Dada nya naik turun menahan semua gejolak di dalam sana. Serasa sangat sakit melihat suaminya bersikap lembut bahkan mengecup kening wanita yang baru ia temui dihadapannya. Sakitnya bagai di tusuk-tusuk dengan belati. Berulang hingga hancur tak berbentuk.

Nadia dan Nathan memasuki mobil Oren milik Adam. Sementara Adam masih diluar.

"Mama, papa tertinggal."

"Iya, nanti papa nyusul sayang."

Percakapan Nadia dan Nathan yang menyakitkan telinga Rina.

'Papa? Mama? Apa sebenarnya hubungan mereka? Ku mohon, jangan seperti yang aku pikirkan.' batin Rina dengan mata yang sudah memerah dan dada yang makin sesak untuk bernafas. Karena terus menahan agar tak menangis.

"Rin."

"Kita udah berakhir."

"Mereka siapamu mas?" Suara Rina yang bergetar oleh luapan emosi yang tertekan di tenggorokannya.

"Mereka keluargaku, Rin." Lirih Adam menatap wajah Rina yang sudah hampir menangis itu. Ia sebenarnya merasa iba juga, tapi mau bagaimana lagi. Keadaan sudah seperti ini.

"Itu Nadia istriku dan Nathan anakku. Kami sudah menikah tujuh tahun yang lalu."

Bahu Rina berguncang hebat, ia sudah tak sanggup lagi menahan air matanya."Mas Adam....."

"Maaf Rin....."

Tangisan Rina makin meraung. Suara tangisan pilu yang menyayat telinga yang mendengarnya.

"Maaf Rin, aku mencintai mereka."

"Lalu kenapa mas nikahin Rina, mas?" Tangis Rina tersengal-sengal. "Kenapa mas nikahin Rina kalau mas dah nikah? Kenapa mas Nikahin Rina kalau mas nggak cinta? Berapa umur Nathan mas? Apa dia sudah lahir saat mas nikahin Rina?" Tangis Rina makin tersengal.

Adam terdiam, ia merasakan sakit juga melihat istri keduanya menangis sampai tersengal seperti itu. Tentu saja setelah lima tahun menikah, ada rasa kasihan melihat Rina menangis seperti itu. Hal yang pertama kali ia lihat setelah kematian kedua orang tuanya dulu.

"Maaf Rin. Aku mencintai mereka. Karena itu mas vasektomi. Untuk menjaga perasaan Nadia dan Nathan." Terang Adam, "Karena itu, mas mohon, jangan katakan ini pada papa Rudi. Mas mohon, demi hubungan yang pernah kita jalani selama lima tahun ini. Dan demi cintamu padaku."

Rina masih terus menangis tersengal. Airmatanya sudah menganak sungai dipipinya.

"Maafin mas, Rin." Pinta Adam dengan pandangan memohon."kau boleh membenciku. Tapi mas mohon, jangan katakan ini pada papa."

Adam mengusap ujung matanya yang berair. Lalu ia berbalik dan memasuki mobilnya. Kendaraan berwarna Oren itu bergerak dan meninggalkan halaman rumah Adam yang terbuka.

Juga meninggalkan Rina yang masih menangis dengan suara pilu. Wanita cantik itu memukul-mukul dadanya dan terduduk di tanah yang tertutup batako itu. Ia terus menangis menatap mobil Adam yang makin menjauh dan menghilang di ujung gang.

Rasa sakit makin menghimpit dadanya. Rina terus memukul dadanya berulang kali agar rasa sakit rontok dan hilang. Zidan yang baru datang beberapa saat yang lalu mendekat, ikut berjongkok menyamakan tinggi dengan Rina yang sudah bersimpuh di atas blok batako. Pria itu menatap iba pada wanita yang masih tersengal dan memukuli dadanya sendiri. Ia lalu memeluk tubuh Rina dari samping. Membawa kepala wanita yang ia cintai itu ke dalam dadanya.

_______

Bersambung....

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel