Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

bab 3 • Rina sakit •

Sore itu, Zidan menunggui Rina yang terbaring di brankar rumah sakit. Dari keterangan dokter yang memeriksa Rina, hanya kecapekan. Untuk ukuran wanita yang sedang hamil, apa yang Rina lakukan terlalu berat dan tidak cukup istirahat. Ditambah lagi makan Rina yang tidak teratur. Karena itu, dokter menyarankan agar Rina beristirahat penuh.

Hingga malam tiba, Rina masih belum sadarkan diri. Zidan masih setia menanti, menatap wajah wanita cantik yang terlihat sendu meski terlelap itu. Kedua tangan Zidan menggenggam tangan Rina.

"Apa yang kau rasakan?" Tanya Zidan begitu Rina membuka matanya.

"Apa ini dirumah sakit?" Rina balik bertanya netranya memandang berkeliling.

"Heemm..."

"Sudah berapa lama aku pingsan?"

"Sepuluh jam."

Rina terduduk dan bersandar pada kepala brankar rumah sakit.

"Selama itu?"

"Kamu kelelahan." Zidan memandang Rina dengan penyesalan, maksud Zidan meminta Rina bekerja, hanya agar wanita malang itu melupakan sejenak kesedihannya. Tapi, Rina justru pingsan karena terlalu memforsir tubuhnya."Maaf."

"Kenapa kamu minta maaf, bos?"

"Zidan, panggil saja Zidan."

"Maaf, padahal masih ada dua hari tersisa. Aku memang tidak pantas...." Wajah sendu Rina makin terlihat dengan guratan sesal disana.

"Ssstttt!" Zidan menempel kan telunjuknya di bibir Rina."Lupakan. Gunakan sisa waktu itu untuk istirahat."

"Apa kamu sudah menemukan dimana mas Adam?"

Zidan mengangguk pelan.

"Bawa aku kesana Zi." Mohon Rina dengan mata berair.

"Dokter bilang kamu butuh istirahat total."

"Aku baik-baik saja. Bawa aku kesana. Biarkan aku menemui suamiku, Zi. Aku mohon. Aku harus menjelaskan padanya...."

Zidan menggeleng, "Istirahatlah selama dua hari ini."

"Zidan pliss!" Rina memohon dengan menangkup kan kedua tangannya didepan wajahnya sembari terus menitikkan airmatanya."Heemmm?"

"Rin-na...."

Rina terus memohon seraya menangis dengan tersengal-sengal.

"Rin, Rina." Zidan menangkup wajah Rina dengan menatap dalam bola mata indah yang terus memproduksi air mata.

"Dengarkan aku. Kau butuh istirahat. Jadi, kamu harus istirahat total selama dua hari. Setelah dua hari, aku berjanji akan membawamu ke tempat Adam. Saat itu, persiapkan diri. Kau butuh lebih banyak tenaga saat itu. Apa kau mengerti? Istirahatlah Rina!"

"Aku ingin menemui nya Zidan."

"Aku akan membawamu kesana. Itu janjiku." Zidan mengepalkan tangannya, menepuk dada beberapa kali dengan tangan terkepal. "Janji seorang pria. Aku tidak akan mengingkarinya."

Rina menghapus air mata yang masih mengalir dipipinya. Ia tau, Zidan tak akan memberitahu meski dia memohon sekalipun. Satu-satunya jalan hanya menurutinya, istirahat selama dua hari agar bisa menemui Adam.

Pintu kamar ruang VIP itu diketuk dari luar, saat Rina terlelap setelah menyelesaikan makan malamnya. Zidan menoleh, Janu memasuki ruangan, lalu menunduk.

"Ada apa?"

"Mereka akan pergi besok."

Zidan menatap wajah Rina yang terlelap. Zidan berdiri lalu menarik selimut lebih tinggi hingga sebatas dadanya. Zidan berbalik dan melangkah.

"Kita keluar saja."

Zidan keluar dari ruangan dimana Rina dirawat, sedikit agak jauh dari kamar Rina.

"Bicaralah lebih jelas. Adam dan keluarga itu akan pergi kemana?"

"Ke Bandung."

"Untuk apa?"

"Liburan."

Zidan tertawa dengan sedikit cemoohan.

"Istri sah nya sedang terbaring disini, bisa-bisa nya dia mau berlibur."

Dan mengenai dana yang sempat anda curigai itu...."

Zidan menajamkan matanya menatap Janu.

"Mengalir ke perusahaan NN. Itu adalah perusahaan baru berdiri dua tahun lalu, tapi sudah bekerja sama dengan Neo, yang juga dibawah naungan Rubian Grup. Tapi, kontrak mereka akan berakhir bulan depan. Dan tidak ada rencana untuk melanjutkan."

"Apa pemiliknya NN, Adam?"

"Bukan, tapi Nadia Saphira."

Zidan tertawa lucu.

"Ada lagi?"

"Dana proyek juga ada yang mengalir ke beberapa perusahaan fiktif."

"Adam..... Apa yang dia pikirkan? Bukankah dia akan mewarisi semua harta papa, buat apa dia melakukan semua ini?"

"Apakah perlu saya ingat kan kenapa Pak Adam menikahi istri sah nya yang sekarang."

"Tidak perlu. Terima kasih, kembalilah kerumah itu, dan awasi."

"Baik." Janu menunduk lalu berjalan menjauh. Zidan mengambil menghela nafas beratnya, tepat saat itu hp nya berdering. Ia melangkah menjauh sembari mengangkat telponnya.

"Hallo?"

Tak berapa lama, setelah urusannya selesai, Zidan kembali keruangan Rina dirawat dengan membawa beberapa buah segar dan kotak makanan. Begitu memasuki ruangan itu, langkahnya memelan, ia tertegun. Brankar tempat Rina harusnya terbaring kosong, dengan selimut yang menyibak asal. Zidan meletakkan semua bawaan di meja.

"Rin?"

Zidan berjalan mendekati kamar mandi, lalu mengetuk nya.

"Rin? Kamu di dalam?"

"Rin?"

Zidan mengetuk-ngetuk beberapa kali, namun masih tak ada sahutan dari sana. Zidan mendorong pintu kamar mandi sampai terbuka. Tak ada siapapun disana. Mata Zidan melebar. Ia lalu teringat, di lorong dekat kamar Rina, Zidan sempat melihat infus yang tergantung begitu saja dengan selang yang menjuntai disana. Gegas Zidan berlari, dan sampai di depan infus dengan selang yang menjuntai dan cairan infus yang menetes.

"Ini pasti milik Rina, apa dia dengar apa yang kami bicarakan tadi?" Gumam Zidan dengan panik dan gelisah."Janu!"

Zidan berlari hingga ke parkir kendaraannya, sembari menghubungi Janu.

("Ada apa tuan?")

"Kau dimana?"

("Di depan rumah Adam.")

Mata Zidan melebar, ia yang telah masuk kedalam mobil merahnya langsung mengegas kendaraannya. Memacu agar bisa sesegera mungkin sampai kerumah Adam dengan terus berharap, semoga Rina tak membuntuti Janu.

________

Malam itu, Adam yang sudah bersiap untuk berangkat piknik ke Bandung dengan keluarga kecilnya itu. Menenteng beberapa tas dan koper. Memasukannya kedalam bagasi mobil Oren nya.

Setelah semua tertata dan tak ada yang tertinggal, Adam mengganti bajunya. Sementara Nadia masih sibuk memakaikan baju Nathan. Ia memadukan kemeja warna Dongker dan jeans berwarna senada. Selesai ia memakaikan sepatu pada anak lelakinya. Kini Nadia berganti bersolek, merias wajah dengan make up. Sedangkan Nathan bermain dengan ayahnya.

"Papa, kita mau kemana?"

"Bandung sayang."

"Disana kita mau ngapain?"

"Liburan, skalian temenin papa kerja. Nathan mau kan?"

"Mau pa. Nathan boleh ikut kerja?" Tanya bocah berusia lima tahun itu dengan bersemangat.

"Ha-ha-ha, boleh sayang."

"Horee..." Nathan bersorak gembira dengan kedua tangan yang diangkat keatas. Pasalnya, Nathan memang baru kali ini akan ikut papanya pergi kerja. Mengingat hubungan antara Nadia dan Adam yang dirahasiakan.

Nadia yang telah selesai merias itu keluar dari kamarnya, menggunakan blouse dan rok tutu sebawah lutut. Sangat cantik. Adam sampai terpana melihat nya.

"Jangan memandangku seperti itu. Aku malu." Nadia tersipu dengan senyum yang terbit diwajah cantiknya.

Adam mendekat, mengusap pipi wanitanya.

"Cantik." Pujinya seraya mengecup bibir istrinya.

"Uummpp... Sayang, ada Nathan.."

Adam terkekeh dan berjalan sambil mengandeng istrinya.

"Baiklah, ayo berangkat." Ajaknya.

"Ayo Nathan." Nadia memanggil anaknya dan menggandeng tangan mungil Nathan. Keluarga kecil yang bahagia itu berjalan keluar rumah. Tepat sebelum mereka memasuki mobil oren itu, terdengar suara seorang wanita yang memanggil nama Adam.

"Mas Adam!"

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel