
Ringkasan
Penghianatan suaminya Farhan dengan adik iparnya, Rani. Yang tak lain adalah adik Farhan sendiri. Membawa pernikahan Rinjani yang baru berumur enam bulan harus kandas. Mampukah Rinjani yang terpuruk dan insecure itu bangkit dan menjadi primadona?
bab 1 • Kata talak •
"Kamu nggak mungkin hamil."
"Mas?" Wajah bahagia Rina berubah menjadi sangat bingung dengan apa yang suaminya tuturkan. Bagaimana mungkin ia tak hamil jika test pack itu saja menunjukkan dua garis merah.
Mimik muka Adam yang semula pias, berubah menjadi merah karena murka. "Itu bukan milikku. Dengan siapa kau bermain Rin? Katakan! Siapa ayah dari anak ini?"
Rina yang masih belum mengerti semakin bingung, bagaimana bisa Adam melontarkan pertanyaan konyol semacam itu? Anak siapa? Tentu saja anak suaminya, Adam. Apa Adam lupa telah bercinta dengannya hingga memungkinkan untuk menghasilkan buah hati.
"Maksud mas apa?" Suara Rina bergetar, tubuhnya yang mulai lemas karena ucapan suami, membuatnya semakin tak bertenaga. Mata Adam mendelik pada Rina, ia berdiri dan mencengkram kuat lengan istrinya, yang meringis kesakitan. Dan terpaksa ikut berdiri.
"Mas...." Ringis Rina memegangi tangan Adam yang mencengkram lengannya.
"Anak siapa Rin?"Adam meninggikan suaranya.
"Dam! Pertanyaan macam apa itu? Rinjani istrimu, tentu saja itu anakmu!" Hardik pak Rudi papanya Adam memelototi anaknya dengan suara tinggi.
"Nggak mungkin pa. Itu bukan anakku!"
"Adam!" Pak Rudi meninggikan suaranya hingga beberapa oktaf.
"Ini anakmu, Mas." Tangis Rina dengan lelehan di pipinya dan bahu yang berguncang hebat. Ia sangat syok dan terkejut Adam justru menolaknya, padahal mereka sudah menunggu sekian lama untuk ini.
Adam tertawa menyeringai dengan mata yang sangat murka. "Itu tak mungkin anakku, sebab aku sudah operasi vasektomi."
"APA?"
Adam tertawa remeh, ini kesempatan nya untuk menceraikan Rina. Walau ia merasa sakit hati juga mengetahui Rina hamil padahal ia sudah vasektomi. Sudah jelas itu anak orang lain. Yang artinya, Rina sudah melakukan hubungan dengan pria lain.
"Awalnya aku melakukan fasektomi hanya agar tak ada wanita yang tiba-tiba mengaku memilik anak denganku. Dan meminta menikah denganku. Tak ku sangka aku bahkan lupa sampai sekarang." Ucap Adam dengan remeh menatap Rina yang menangis tersedu. Walau kenyataannya Adam vesektomi demi rasa cintanya pada Nadia.
Enam tahun yang lalu, Nadia dan Adam telah menikah secara siri tanpa sepengetahuan keluarga karena tak mendapat restu dari Pak Rudi. Dan telah memiliki seorang anak lelaki yang tampan berusia sekitar lima tahun.
"Dengan begini, kita bisa tau seperti apa Rina. Itu bukan benihku. Entah milik siapa itu, aku tak bisa menerimanya." Tegas Adam melepas cengkeramannya di lengan sang istri yang masih menangis dan menatap Adam dengan pandangan pilu.
"Aku nggak bisa menerima ini pa, ma." Sambung Adam lagi menatap pak Rudi dan Ratih secara bergantian."Disini, sangat sakit." Lanjutnya menunjuk dadanya.
"Mas, ini anakmu mas." Tangis Rina tersengal-sengal. Adam menoleh menatap Rina nyalang dan jijik.
"Katakan bayi siapa itu?"
"Mas Adam."
"Katakan Rina!?" Sentak Adam dengan mata melotot hampir keluar dari tempatnya.
"Ini milik mas Adam, benih mu mas, anakmu."
Adam tertawa, tawa mencemooh. "Bagaimana bisa seorang yang sudah vasektomi bisa memiliki anak? Pikir!" Adam menunjuk pelipisnya dengan telunjuk, gigi-giginya berderet tampak dari mulutnya yang terbuka karena geram.
"Aku nggak bisa menerima anak dari laki-laki lain." Adam memalingkan wajahnya dari Rina."Maaf pa, aku ceraikan Rina."
Semua mata membelalak, pak Rudi, Rina bahkan Mama Ratih menatap Adam bersamaan. Rina menangis makin tersengal, lelehan dipipinya makin melebar dan deras.
"Rina aku mentalakmu!"
"ADAM!!"
"Dam, Rina sedang hamil, kau tak bisa sembarangan menceraikannya." Tegur mama Ratih berdiri mendekat pada Rina dan mengelus punggung mantunya.
"Kamu jangan gegabah Dam." Ratih berganti menatap tajam Adam. Ia prihatin, harusnya ini adalah kabar gembira, tapi entah kenapa malah jadi petaka.
"Aku sudah bulat. Aku ceraikan Rina. Hatiku sakit. Dia sudah menghianatiku dengan hamil anak pria lain. Apa mama tidak sakit hati karenanya? Papa?" Adam menatap kedua orang tuanya dengan memohon namun masih ada kemarahan diwajahnya.
"Adam, kau tau konsekuensinya jika menceraikan Rina bukan?" Pak Rudi menatap tajam pada Adam. Yang justru tertawa tak percaya dengan ucapan dari ayahnya sendiri.
"Jadi papa masih akan mencabut hak waris ku meski tau itu bukan anakku? Mesti tau anak papa ini telah di hianati oleh menantu kesayangan papa ini?"
"Maaf pa, aku sudah tak perduli lagi. Hatiku sakit, aku sudah di hianati oleh nya." Adam menunjuk wajah Rina yang masih terus mencucurkan air matanya. "Aku ceraikan kau Rina. Mulai hari ini kau haram kusentuh."
"Adam! Sudah mama bilang, kau tak bisa menceraikan Rina karena dia sedang hamil."
"Hamil bukan anakku ma!"
PLAK!
Tamparan keras mendarat di pipi Adam, tentu itu dari tangan pak Rudi. Dia sudah sangat marah dengan sikap dan ucapan anaknya, meski begitu ia juga tak bisa menyalahkan Sikap Adam. Mungkin jika dia menjadi Adam pun, mungkin pak Rudi akan merasakan sakit yang sama. Adam tertawa pahit. Menatap pilu papanya.
"Aku akan ceraikan dia setelah anaknya lahir. Selama itu, aku tak Sudi tinggal seatap dengannya. Aku keluar."
Adam mengambil langkah lebar-lebar, keluar dari rumah utama. Rina yang masih tak menginginkannya, mengejar Adam hingga didepan pintu.
"Mas, jangan pergi mas, jangan tinggalin Adam. Ini anakmu mas. Percayalah padaku." Mohon Rina menahan lengan Adam yang masih terus berjalan tanpa memperdulikan Istrinya. Ia menyentak kasar lengannya hingga tangan Rina terlepas dan jatuh terduduk kebelakang.
"Mas!" Pekik Rina yang masih terduduk di lantai teras.
"Mas Adam! Ini anakmu mas! Kenapa kau menolaknya? Mas Adam!"
Adam tak perduli, ia terus melanjutkan langkahnya, memasuki mobil pribadinya dan pergi meninggalkan rumah utama. Rina berdiri dan mengejar sampai halaman depan sambil terus memanggil nama suaminya.
"Mas Adam!"
###
Adam melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi. Sejujurnya, ia memang marah, ia juga sakit hati, merasa dihianati oleh Rina. Adam memukul setirnya berulah kali dengan emosi.
"Bisa-bisanya Rina hamil saat aku sudah vasektomi. Siapa sebenarnya, pria yang sudah tidur dengannya sampai hamil begini? Sialan! Kenapa aku merasa tak rela? Kenapa aku merasa sangat dihianati seperti ini? Ini hal yang bagus, dengan begini. Harusnya paapa membuka matanya, Rina hanyalah wanita jallang yang sok suci dan baik." Gumam Adam.
"Jika papa masih tetap mencabut hak waris ku, aku masih punya rencana B."
"Ri-na... Siapa sebenarnya yang sudah menghamilimu??" Geram Adam mencengkram kuat roda kemudi nya.
Mobil coklat milik Adam berhenti tepat dihalaman rumah yang ia beli untuk Nadia dan Nanda keluarga kecilnya. Ia keluar dari dalam mobil dengan masih dirundung kesal dan marah.
"Ada apa mas?" Nadia yang melihat wajah kesal Adam bertanya heran. Adam masih tak menjawab, ia asal masuk kedalam rumah dan duduk di ruang tamu.
"Mas, Nadia ambilin minum ya." Nadia berjalan kedapur dan kembali dengan segelas air dingin. Ia angsurkan pada Adam yang langsung meneguknya sampai habis.
"Ada apa mas?" Tanya Nadia mengulang pertanyaan nya dengan hati-hati.
"Nanda mana?"
"Tidur mas."
Adam beberapa kali menyentak nafasnya, mengatur emosinya hingga mulai menenang. Nadia masih setia menunggunya, mengusap lengan sang suami agar lebih tenang.
"Rina, hamil Nad."
"Apa?"
Nadia terlonjak kagat hingga berdiri dari duduknya. Wajahnya menunjukkan keterkejutan yang sangat,
"Bukankah, mas Adam sudah vasektomi?"
"Iya. Kamu juga yang nungguin mas kan waktu itu."
Nadia mengangguk setuju, tapi wajahnya masih sangat terkejut.
"Tapi, Rina hamil mas."
"Itulah..."
"Itu artinya, dia berselingkuh? Dia berhubungan dengan pria lain." Sambung Nadia matanya berubah jadi berbinar dan terselip semangat di setiap katanya, "Ini kesempatan kita mas."
"Ceraikan Rina mas."
Adam mamandang sayu pada Nadia, "Sudah Nad. Mas sudah menceraikan dia. Tapi, tidak bisa karena dia lagi hamil. Jadi kita harus menunggu sampai bayi itu lahir. Kamu mau kan?"
Nadia tersenyum bahagia, ia mengangguk dengan cepat.
'Akhirnya, penantian ku terbayar.' Kata Nadia dalam hati.
"Selama itu, mas akan tinggal di sini."
Senyum Nadia, semakin mengembang.
Bersambung...
