Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Seranjang

Tidak terasa, hari sudah berganti malam. Suasana meja makan nampak hangat-lebih tepatnya dibuat hangat-menyambut kehadiran anggota baru keluarga mereka. Sayna terlihat masih malu-malu dan canggung, ketika Melia mengajaknya berbicara dan Queena yang selalu memberikan ocehan yang tidak terduga.

Ezra masih anteng di sampingnya, menikmati makan malam dalam tenang. Seperti biasa, manusia itu tidak terusik sama sekali dengan ocehan para wanita yang semakin lama akan semakin mengesalkan.

"Ezra itu sukanya makanan rumahan. Ya, kadang kalau mama sempat, dia juga suka kok, dibawain makan siang pas kerja."

Sayna harus terlihat antusias untuk semua obrolan saat ini. Supaya dia bisa mengorek lebih banyak informasi, karena suaminya seperti tidak akan pernah mau menjelaskan apa pun. Laki-laki itu seperti patung bernapas, tidak bisa diajak bicara dengan baik.

"Kamu bisa masak, kan? Nanti Ezra pasti sangat suka masakan kamu."

Sayna tersenyum miris. Dia tidak terlalu pandai untuk masalah dapur, tapi masakannya tidak akan membuat orang keracunan. Setidaknya masih bisa dimakan, meski rasanya anyep dan terkadang hambar. Maklum, dia berasal dari keluarga yang terpandang, lebih sering dimanja, ketimbang harus melakukan hal seperti itu.

Dan setelah tahu bagaimana selera makan suaminya, mulai besok, Sayna harus belajar memasak dengan baik. Dia ingin menjadi istri yang bisa diandalkan untuk Ezra. Setidaknya sebagai ucapan terima kasih, karena laki-laki itu sudah menyelamatkan wajah keluarga Danuarta dari misuh-misuh orang banyak.

Pernikahan yang hampir gagal itu memang sedikit banyaknya membuat keluarga Danuarta malu. Apalagi mengingat acara pernikahan yang sudah dibeberkan akan digelar secara mewah dan besar-besaran. Makanya, saat tahu Sayna akan gagal menikah dengan tunangannya, Danuarta gencar mencari pengganti. Dan ketemulah Ezra yang entah bagaimana bisa bersedia menikahi Sayna.

"Kalau dekat dengan Queena, hati-hatilah saat berbicara. Dia berbahaya."

Sayna menatap lekat punggung Ezra, ketika membuka pintu kamar. Makan malam telah usai, Ezra malah mengajaknya untuk kembali ke kamar. Padahal Sayna sangat ingin bisa bercengkrama dengan keluarga barunya, tapi Ezra seperti masih sulit untuk memberikan kesempatan. Padahal tidak ada salahnya juga, jika Sayna lebih mendekatkan diri pada mereka, bukan? Semua orang di rumah itu juga termasuk keluarganya sekarang.

Dan untuk masalah Queena, ia juga sangat setuju dengan ucapan Ezra. Queena berbahaya. Tadi sore saja Sayna sampai kalang kabut menghadapi ocehannya yang terus merembet. Tentu saja ia akan berkilah dan mencoba membelokkan obrolan supaya lebih lurus. Anak itu ternyata banyak bicara, tapi tetap terasa asyik bagi Sayna, selagi masih dalam batas wajar.

"Nanti, kamu tidur di sini."

Ezra menepuk bagian ranjang saat ia duduk di tepinya. Perasaan Sayna mulai tidak enak. Apa maksud perkataannya itu? Mereka akan tidur seranjang, begitu?

"Kita sudah menikah. Jangan lupakan itu!"

Benar. Sayna membenarkannya. Ezra pasti bisa melihat ekspresinya saat ini yang tidak mau tidur seranjang. Sayna memang merasa masih asing dan lagi ... dia takut malam ini tercekik. Mengingat bagaimana Ezra mengajaknya untuk bercinta semalam, dia mulai merasa ngeri sendiri.

"Tenang, saya masih bisa dalam batasan. Ada guling di sana. Kita bisa menggunakannya."

Sayna bisa sedikit nernapas lega melihat ada guling yang membatasi tubuh mereka. Setidaknya, besok hari ia masih bisa bergelar gadis.

"Ez." Sayna memilih untuk duduk di samping suaminya. Ezra memang selalu tidak nyaman berdekatan dengannya, terlihat dari posisi duduknya yang langsung bergeser. Melihat gelagatnya saat ini, Sayna merasa aneh. Ezra seolah menghindarinya, tapi kenapa semalam dia yang mengajak bercinta duluan? "Kamu aslinya emang irit bicara begini, ya? Cuek banget."

Ezra malah mengernyit, menampilkan kerutan halus di dahinya.

"Kita memang masih asing, Ez. Tapi, aku pengin kenal kamu. Bisa 'kan, kalau kita bekerja sama?"

Kernyitan di dahi Ezra semakin mendalam. Laki-laki itu hanya diam, masih menunggu Sayna akan mengatakan apa sebenarnya.

"Aku gak tahu kenapa kamu mau nikahin aku. Kita emang gak saling kenal sebelumnya, tapi aku mau kita bisa jadi pasangan seperti umumnya, Ez. Kita butuh komunikasi, butuh interaksi yang lebih lagi biar bisa terlihat biasa saja."

"Biasa saja versimu itu bagaimana?"

"Ya, semacam ...," Sayna harus memutar dulu mata, memikirkan kalimat yang tepat untuk mengibaratkannya. Namun, dia tidak memukan kata yang bagus. "seperti pasangan lain pada umumnya aja, sih. Gak begini."

Ezra tidak menanggapi dan memilih untuk bungkam memperhatikan Sayna dengan lekat. Yang ditatap langsung terserang gugup luar biasa sampai berdehem beberapa kali untuk menghilangkannya.

"A-aku ngantuk." Sayna langsung memalingkan wajah sambil menggaruk kepala. Dia jadi gerogi dipandangi Ezra sedemikian lekatnya. Tatapannya yang ... oh, Tuhan! Sayna tidak tahu bagaimana harus mendeskripsikannya. Tatapan tenang yang Ezra pancarkan menambah gelenyar tersendiri saat Sayna membalas tatap.

Ini berbahaya! Sayna harus segera menyelamatkan diri, tidak boleh lemah. Baru juga kenal dua hari, masa iya dia sudah bertingkah seperti itu. Padahal Ezra hanya diam saja.

Huh, dasar, ya. Memang wanita yang lagi patah hati itu mudah banget terenyuh sama hal-hal sesepele itu. Sayna bereaksi demikian pasti karena sudah lama tidak mendapatkan sorotan laki-laki. Apalagi setelah memergoki tunangannya bermain gila, selama seminggu sebelum pernikahan, yang ia lakukan hanya menangis dan menangis setiap saat. Hanya di depan Ezra saja ia bisa terlihat tegar, malah konyol, karena Ezra masih terasa asing. Sayna malu jika harus terlihat menyedihkan di hadapannya.

"Kamu mau posisi di mana?"

"Apanya?" Sayna menoleh pada Ezra, terlihat sangat bodoh.

"Tidurnya." Ezra berdiri, melirik sejenak pada kasur. "Terserah kamu mau di posisi mana. Asal kamu nyaman." Laki-laki itu beranjak ke ruang ganti, lalu keluar sudah berganti pakaian dengan piyama dan masuk ke dalam kamar mandi.

Sayna masih terdiam di tempatnya. Kenapa setiap menyaksikan perilaku Ezra, dia selalu menjadi manusia bodoh yang terlihat konyol, tidak bisa berbuat apa-apa?

Dan malam ini, mereka akan tidur satu ranjang. Setelah berganti pakaian, Sayna memilih posisi di sebelah kiri ranjang untuknya tidur, sedangkan Ezra hanya menerima sisa dari keputusannya.

Tuhan, selamatkan Sayna malam ini! Jagalah Sayna di ranjang ini dan jangan sampai seorang pun menyentuhnya, terutama Ezra! Rasanya memang mendebarkan, ketika tidur seranjang dengan orang asing dan dia laki-laki. Pertama kalinya Sayna tidur bersama pria. Dia cukup deg-degan dan takut Ezra melebihi batas guling yang menjadi pembatas tubuh mereka.

Jika Sayna bergerak sedikit gagah, maka dapat dipastikan ia akan terjungkal dari ranjang. Karena posisi tidurnya saat ini sangat mepet di tepian. Berusaha untuk menjauhi tubuh Ezra sebisa yang ia mampu.

"Saya matikan lampu, tidak apa?"

Kecemasan Sayna semakin besar. Dia menggelengkan kepala, tidak setuju. Meskipun sudah terbiasa tidur dengan remang-remang, untuk kali ini ia hapus kebiasannya. Nyawanya sedang terancam di bawah kekuasaan Ezra Davendra. Jangan sampai dia lengah saat lampu padam. Jangan sampai! Sayna terus berdoa dalam hati demi keselamatannya malam ini.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel