
Ringkasan
Rencana pernikahan yang seharusnya digelar satu minggu lagi, malah terancam gagal. Sayna memergoki tunangannya sedang pesta gairah bersama dua wanita di sebuah hotel. Karena hal itulah dia dinikahkan paksa bersama dengan pria asing yang tiba-tiba bersedia menikahinya-menjadi pengantin pengganti untuk menutupi aib keluarga. Ezra Davendra adalah suami pengganti. Dia seorang CEO dingin berkuasa yang mau menikahi gadis menyedihkan itu hanya untuk tujuan tertentu. "Aku hanya menginginkan seorang anak. Setelah dia lahir, aku akan menceraikanmu." Warning! 18+ Harap bijak memilih bacaan! Follow IG Author @zhao_sinha
Malam Pertama
"Buka bajumu!"
"Ha?" Sayna melongo. Mereka baru saja masuk ke dalam kamar, setelah menyelesaikan acara resepsi dan laki-laki itu sekarang menyuruhnya untuk membuka baju? "U-untuk apa?"
"Melakukan malam pertama, apalagi."
Mulut Sayna semakin menganga lebar. Yang membuatnya tidak percaya karena laki-laki itu mengatakannya dengan datar, seolah tidak ada yang salah dengan apa yang dia katakan barusan. Seolah ucapannya hanya kalimat yang tidak memiliki arti apa pun.
"Kenapa diam? Cepat, buka bajumu!"
Kepala Sayna menggeleng, masih heran dengan makhluk yang tengah membuka tuxedo resepsi pernikahan. Laki-laki itu terlihat biasa saja, melepaskan jas dan kancing kemeja di depannya, seakan mereka memang manusia yang sudah terbiasa bersama-sama. Tapi, tunggu!
"Hei!" Sayna baru tersadar, langsung menutup wajah dengan kedua tangan. Bisa-bisanya laki-laki itu malah membuka pakaian di hadapannya. "Kenapa kamu buka baju?!"
Sayna tidak habis pikir, di mana otak laki-laki itu? Mereka tidak saling mengenal, baru pertama kali bertemu saat di pelaminan tadi dan sekarang, dengan terang-terangan dia mengajaknya untuk bercinta? Dasar gila!
"Jangan buka bajumu!" Sayna memperingatkan dengan keras, mengintip dari celah jemari yang menutupi wajahnya. Dia ingin melihat laki-laki itu menurutinya atau tidak. "Astaga!" Seketika matanya terpejam erat. Dasar laki-laki tidak tahu malu, malah sudah bertelanjang dada, berdiri di hadapannya. Masih dalam raut wajah datar pula. Apa dia ini beneran gila?
"Kenapa kamu buka baju?!" Sayna berteriak lagi, tidak mendapat respon apa pun dari laki-laki asing yang sekarang sudah berstatus sebagai suaminya.
Hingga beberapa saat berlalu, suasana kamar terasa hening. Sayna penasaran, apa yang sedang dia lakukan? Dengan takut dan waspada, Sayna membuka wajahnya, langsung terpaku menghadapi tubuh tinggi tegap menjulang di hadapannya. Laki-laki itu masih terdiam dengan kedua tangan melipat di dada. Pandangan Sayna tiba-tiba menajam melihat dada bidangnya dan juga ... oh, shit! Saat matanya menelusuri ke bawah, perut kotak-kotak yang terbentuk sempurna langsung mengunci pandangannya.
Damn! Tanpa sadar dia menenguk ludah sendiri. Kulitnya putih bersih, nampak liat dengan otot-otot yang melekat sempurna. Untuk beberapa detik berlalu, Sayna malah lupa sedang mengangumi tubuh siapa saat ini. Padahal sebelumnya dia tidak sudi melihat laki-laki itu membuka baju.
"So sexy ...." Air liur hampir menetes, Sayna tersadar karena sebuah tangan melintas di depan wajahnya yang terbengong mengagumi keindahan makhluk Tuhan satu ini.
Dia berdehem untuk menghilangkan rasa canggung. Gila, ternyata tubuh Ezra Davendra seindah itu. Baru kemeja yang ditanggalkan belum sampai ke celana, tapi sudah terlihat sampai semenakjubkan itu. Bagaimana jika celananya juga ditanggalkan?
Oh, Tuhan ... tidak-tidak. Sayna segera menggeleng, mengenyahkan semua pikiran mesum yang hinggap di dalam otaknya. Dia harus ingat siapa yang dihadapi saat ini. Belum tentu laki-laki itu bersifat baik, hanya karena sudah menikahinya.
"Jadi tidak?"
"Apanya?" Sayna merutuki dirinya sendiri yang terlalu bodoh. Melihat laki-laki itu, dia seakan lupa daratan. Ezra memang minim ekspresi sejak mereka dipertemukan tadi pagi. Sayna berpikir, mungkin karena dia juga terpaksa menjalani pernikahan ini. Siapa juga yang akan bersedia dinikahkan dengan orang asing yang bahkan belum bertemu sebelumnya, bukan? Pernikahan ini memang terpaksa dilakukan karena si bajingan itu yang membuat ulah.
Tangan Sayna mengepal tanpa sadar, mengingat pengkhinatan kekasihnya.
"Kalau tidak jadi, saya mau istirahat."
Sudah, begitu saja dan laki-laki itu berlalu ke kamar mandi, meninggalkan Sayna yang masih melongo di tempat menyaksikan kepergiannya.
Bagaimana bisa dia menikah dengan laki-laki seperti itu? Aneh, dingin, datar dan lagi ... ck! Sayna berdecak kesal. Ezra memang tampan dan seksi, tapi siapa yang tahu kehidupan aslinya? Dia hanya takut laki-laki itu punya niat jahat atau punya rencana terselubung. Secara logika, mana ada laki-laki yang mau dinikahkan secara paksa hanya dalam waktu beberapa hari sebelum pernikahan. Bersama wanita yang sama sekali tidak dikenalnya. Sampai saat ini, Sayna juga tidak tahu, apa alasan laki-laki itu mau menikahinya.
"Bagaimana? Kita akan melakukannya?"
Tubuh Sayna tersentak. Jantungnya berdebar kencang karena terkejut. Tiba-tiba saja Ezra sudah berada di depannya, terlihat lebih segar dengan pakaian yang sudah berganti menjadi piyama tidur. Rambutnya masih terlihat basah, sepertinya baru selesai membersihkan diri, sedangkan Sayna sejak tadi hanya melamun, duduk di tepi ranjang dengan pakaian pengantin yang masih membungkus tubuhnya.
"Melakukan apa?" Dia harus mendongak untuk melihat ke arah laki-laki itu. Ezra terlalu menjulang, jika berdiri di hadapannya yang masih terduduk.
Laki-laki itu tidak menjawab apa pun, melengos begitu saja. Dia beranjak ke arah meja, mengambil tasnya dan mengeluarkan ponsel dari dalam sana. Sayna terus memperhatikan gerak-geriknya dalam diam. Sebenarnya makhluk macam apa yang sudah menikah dengannya itu? Kenapa laki-laki tersebut bisa bersikap tenang dan biasa saja saat berhadapan dengannya? Berbeda dengan Sayna yang tidak nyaman, takut, cemas dan terus berpikiran negatif, karena dia tidak mengenal laki-laki itu.
"Tu-tuan." Ragu-ragu Sayna memanggilnya. Jika harus memanggil dengan nama, ia masih merasa tidak enak, karena tidak terlalu akrab.
Laki-laki itu menoleh ke arahnya dengan ponsel masih dipegang. Alisnya terangkat, seperti menanyakan untuk apa Sayna memanggilnya. Sayna justru terdiam, keberaniannya untuk memandang Ezra lenyap seketika. Dia menunduk, memainkan jemari tangan dengan bingung. Sebenarmya dia juga tidak tahu untuk apa dia memanggil suaminya?
Sayna ingin tertawa miris. Setiap dia menganggap Ezra sebagai suami, sesuatu yang menggelitik terasa kurang enak dirasakan. Mereka sama-sama orang asing yang dipaksa menikah oleh keadaan dan sekarang, mereka sudah sah menjadi pasangan? Sulit dipercaya.
"Kenapa? Kita akan melakukannya?"
Sialan! Kenapa otak laki-laki selalu mengarah ke sana? Padahal Sayna tidak mengharapkan hal itu.
Perlahan kepalanya terangkat. Sayna memberanikan diri untuk kembali bertatapan dengan Ezra, dia memberikan gelengan lemah. Di dalam otaknya sama sekali tidak ada acara malam pertama untuk saat ini. Mengingat bagaimana latar belakang pernikahan mereka, Sayna tidak mungkin mau ditiduri oleh laki-laki tersebut.
Setelah itu, sudah. Tidak ada lagi percakapan di antara mereka.. Sayna malah termenung di dalam kamar mandi selama berjam-jam lamanya. Merenungi nasib malang dirinya yang berakhir dengan pernikahan mengenaskan yang siapa saja pun tidak akan percaya, jika dia menggunakan jasa pengantin pengganti.
Latar belakang suaminya memang baik dan terpandang, hanya itu yang ia ketahui dari ayahnya. Pernikahan ini sudah terjadi dan ini bukan pernikahan kontrak atau apa pun itu seperti cerita-cerita novel romance. Ini kenyataan dan pernikahan ini bukanlah hal yang bisa dipandang sepele. Entah akan berakhir dengan bagaimana.
Susah payah Sayna menanggalkan gaun pengantin yang ribetnya minta ampun. Jika pasangan lain akan dibantu oleh suami, bermesraan, lalu melakukan malam pertama. Namun, untuk kasus Sayna berbeda. Setelah selesai membersihkan tubuh dia keluar dari kamar mandi langsung disuguhi dengan cahaya remang-remang. Di atas ranjang tubuh seorang laki-laki sudah terbalut selimut sampai ke perut, matanya terpejam. Ternyata dia sudah tidur duluan.
Tidak ada malam pertama panas dan penuh gairah. Yang ada hanyalah perasaan aneh yang terasa bagaikan mimpi. Sekarang yang harus dipikirkan, di mana ia akan tidur? Tidak mungkin dia harus tidur seranjang dengan laki-laki itu, kan?
