Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bangun Tidur Masih Aman

Ternyata, apa yang ia cemaskan semalaman tidak terjadi. Ezra menepati ucapannya, tidak melewati batasan yang dibuat. Saat bangun tidur, Sayna bisa bernapas lega karena pakaiannya masih lengkap, tidak ada satu pun yang hilang, selain kancing piyama paling atas yang terbuka. Ia ingin menangguhkan, namun logikanya masih berjalan. Hanya satu kancing terbuka, sudah biasa terjadi.

Dan, ke mana suaminya? Melirik ke arah samping, Sayna tidak menemukan tubuh Ezra terkapar di sana. Ia bangun untuk memeriksa sekitar, suaminya tetap tidak terlihat. Ke mana Ezra pergi di pagi-pagi begini? Matahari saja masih malu untuk menampakkan dirinya di alam semesta, laki-laki itu sudah tidak terlihat batang hidungnya.

Sayna menunggu cukup lama, menantikan pintu kamar mandi terbuka, tapi yang diharapkan tidak kunjung keluar. Ia sempat berpikir, Ezra mungkin sedang di kamar mandi. Namun, sampai hampir satu jam menunggu, suaminga tidak juga menampakkan diri. Sayna memberanikan diri untuk memutar knop pintu dan ternyata tidak terkunci.

"Ez?" Tidak ada sahutan dari dalam sana. Sayna melangkah masuk dengan harap-harap cemas, tapi sosok yang dicarinya memang tidak ada. Ezra tidak terlihat di kamar mandi. Ke mana laki-laki itu sebenarnya? "Ah, masa bodoh dia mau ke mana."

Seharusnya Sayna senang Ezra tidak ada, karena ia bisa sedikit benapas lega dan bebas tanpa manusia dingin itu. Sayna memutuskan untuk membersihkan diri, setelah itu bersiap untuk turun ke dapur. Dia sudah bertekad untuk memperlajari lebih ahli tentang masakan, karena kata Melia, Ezra sangat suka masakan rumahan.

Sampai di anak tangga terakhir, Sayna hampir saja terjatuh karena kaget melihat Ezra yang tiba-tiba muncul. Suaminya juga terkejut hampir bertabrakan dengan Sayna yang menuruni tangga, sedangkan ia akan naik.

"Dari mana?" Jantung Sayna sudah tidak normal karena kaget luar biasa. Apalagi kondisi tubuh Ezra sangat sulit diabaikan untuk saat ini. Keringat bercucuran di tubuhnya yang mengenakan jersey olahraga basah kuyup, malah mencetak jelas tubuh atletisnya.

"Dari ruang olahraga." Hanya itu yang Ezra katakan. Laki-laki itu acuh dan melewati Sayna begitu saja menaiki tangga.

Sayna termenung memperhatikan kepergian Ezra yang berjalan tergesa semakin menjauh. Tangannya mengusap dada beberapa kali. Kenapa Ezra selalu terlihat keren dan seksi di matanya? Apalagi barusan pria itu bercucuran keringat sehabis olahraga. Nilai plus-nya bertambah dan Sayna kembali mengucap syukur bisa merasakan nikmat dunia, mencuci mata di pagi hari. Pesona Ezra mampu menjadi vitamin nikmat sebelum beraktivitas. Hebat!

"Eh, Sayna sudah bangun?"

Sayna tersenyum malu saat masuk ke dapur melihat Melia dan pekerja rumah sudah berkutat dengan sibuk. Sungguh menantu yang tidak patut dicontoh. Seharusnya ia bangun lebih awal di hari pertama menjadi menantu Melia, bukannya datang terakhir di saat masakan untuk sarapan bahkan sudah hampir selesai dibuat.

"Em, ada yang bisa aku bantu, Nyo-eh, Ma?" Sayna tersenyum kikuk. Dia selalu lupa untuk memanggil mertuanya, padahal sudah diingatkan berkali-kali oleh Melia di hari kemarin.

"Gak ada, Sayang. Sudah mau selesai, kok. Kamu tunggu di meja saja, ya."

Tambah besar tingkat malu Sayna. Dia benar-benar merasa tidak berguna menjadi menantu. Melirik ke sekitar, memang sudah nampak hampir selesai. Melihat alat-alat kotor yang belum dibersihkan, Sayna berjalan menuju kitchen sink, berniat mengerjakannya. Namun, tangan Melia sigap menahan.

"Mau ngapain?" Ibu paruh baya itu menatapnya tegas.

"Mau nyuci ini, Ma. Biar-"

"Gak usah! Udah, kamu diam saja di sana, ya. Nanti ada pekerja lain yang bisa membersihkan itu, Sayna."

"Tapi, Ma ... cuma sedikit. Aku bisa-"

"Gak usah, Sayna. Dengerin Mama, ya. Kamu udah diam saja di sana."

Sayna jadi tidak enak. Lalu, apa yang harus dia lakukan jika Melia melarangnya? Sebagai menantu baru, Sayna ingin menjadi yang terbaik dan terlihat baik tentunya. Tapi, jika seperti ini, dia bisa berguna sebagai apa?

Akhirnya ia hanya diam memperhatikan Melia dan Bu Imu-pekerja senior di rumah itu-tengah menyelesaikan pekerjaan mereka. Sayna hanya bisa menyaksikannya, tidak sedikit pun diizinkan untuk menyentuh apa pun. Entah Melia terlalu baik, atau justru tidak percaya dengan keahlian menantunya.

"Lho, Zra, kamu mau ke mana?"

Mendengar suara terkejut dari Melia di belakangnya, Sayna membalikan badan, setelah sebelumnya memperhatikan Bu Imu yang masih menyiapkan hidangan terakhir untuk sarapan. Pandangannya terkunci pada pesona laki-laki tampan yang sudah rapi memakai pakaian formal masuk ke ruang makan. Semuanya serba hitam dominan, kecuali kemeja yang ia gunakan berwarna putih dan dasi yang berwarna merah garis-garis.

Benarkah itu Ezra Davendra yang sudah menikahinya? Kenapa semakin lama, laki-laki itu malah terlihat menakjubkan? Bukan hanya menjadi vitamin, tapi juga sudah menjadi pengobat hati yang telah lama terluka. Sungguh luar biasa, gagahnya!

"Aku harus ke kantor, Ma. Hari ini ada-"

"Apa?" Melia melotot tajam pada putra sulungnya. "Kamu itu gimana, sih? Masa ke kantor. Baru juga kemarin nikah, gak bisa ambil cuti apa? Kamu masih pengantin baru, Zra. Gak apa-apa cuti dulu seminggu. Jangan melulu kerjaan yang kamu urusin! Kamu udah enggak di status yang sama sekarang." Melia mengomentari banyak hal, panjang lebar sampai Ezra menghela napas kasar. Seperti jengah mendengar omelan ibunya sendiri.

Sayna hanya menyimak dari dapur. Benar kata Melia, Ezra baru menikah kemarin dan sekarang laki-laki itu memilih untuk kembali ke rutinitas hariannya. Dengar-dengar, Ezra juga termasuk manusia yang gila kerja, makanya tidak heran jika ia bisa menjadi pengusaha besar di usianya yang masih sangat muda. Namun, Sayna merasa aneh pada suaminya jika diperhatikan, Ezra seperti tidak menaruh kesan apa pun terhadap pernikahan mereka.

"Kalau aku tidak bekerja, siapa yang akan mengurus semuanya, Ma? Hanya sampai siang. Nanti aku makan siang di rumah." Laki-laki itu duduk tenang, sudah siap menyantap sarapannya.

Melia malah tidak membiarkan anaknya tenang. Dengan teganya dia merebut piring dari tangan Ezra, masih menampilkan tatapan menghunuskan peperangan. "Kalau libur seminggu terlalu berat, seenggaknya kamu cuti dulu dua atau tiga hari, Zra. Kamu baru menikah. Ingat!"

Ezra membalas tatapan ibunya dengan datar. Dia menghela napas sejenak untuk meredam semua yang akan terlontar keluar. Jangan sampai meninggikan suara di hadapan ibunya. "Baru menikah atau pun sudah lama menikah, itu sama saja, Ma. Perkara menikah dan pekerjaan berbeda urusan."

"Kasihan Sayna, Ezra. Kamu tuh gak ngerti banget, sih!"

Sayna langsung menunduk di dapur, karena sekarang Ezra melihat ke arahnya. Kenapa juga jadi Sayna yang dibawa-bawa? Ezra ingin berangkat bekerja, itu bukan urusannya, kan?

"Kamu sama Sayna itu harus banyak bersama, Zra. Butuh pendekatan. Jangan berangkat bekerja untuk hari ini!"

"Ma ...."

"Pokoknya kamu jangan pergi ke kantor! Mama akan lebih ngizinin kamu seharian non stop di dalam kamar sama Sayna daripada bekerja. Ingat, kamu itu pengantin baru, Ezra! Jangan bantah mama!"

Sayna ikutan meringis melihat suaminya diomeli oleh Melia. Ezra hanya diam dan mulai mengambil makanan di piring lain, karena piringnya tidak kunjung dikembalikan oleh ibunya. Sayna jadi merasa tidak enak, kehadirannya di kehidupan Ezra sepertinya akan mengubah rutinitas laki-laki itu. Semoga saja Ezra tidak membencinya yang sudah menjadi penghambat dan menjadi alasan bagi Melia untuk melarang aktivitasnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel