Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Memainkan Peran Sebagai Istri yang Baik

"Perkenalkan dirimu, Ryu!" Ezra berbicara pada pria berpakaian rapi yang sejak tadi sigap berdiri di sampingnya.

Laki-laki itu melihat pada Sayna yang hanya terdiam di ambang pintu. Ezra memang tetap memutuskan untuk berangkat ke kantor dengan sebuah janji akan pulang saat jam makan siang tiba. Sayna mencoba untuk memainkan peran, mengantar kepergian suaminya sampai ke depan. Dan ternyata di luar pintu sudah ditunggu oleh dua pria pekerja andalan Ezra. Satu sopir pribadi dan satu lagi katanya asisten pribadi.

Satu pertanyaan hinggap dalam benak Sayna, sebenarnya sosok Ezra sehebat apa sampai ia punya orang-orang pribadi seperti itu?

"Salam, Nyonya." Laki-laki yang sejak tadi di samping Ezra, dia mulai maju selangkah ke hadapan Sayna sambil menundukkan kepala, hormat. "Saya Ryu, Asisten pribadi Tuan. Jika Nyonya perlu sesuatu, saya juga siap menjadi abdi untuk para majikan saya. Terima kasih."

Meskipun nampak kaku, Sayna akui jika Ryu punya senyuman ramah yang terlihat lebih manusiawi. Ketimbang Ezra yang belum pernah terlihat menampilkan senyuman, di mata Sayna sosok Ryu jauh lebih baik.

"Salam kenal juga, Tuan Ryu. Aku Sayna."

Kedua laki-laki yang bekerja pada Ezra, membola melihat keramahan Sayna yang mengulurkan tangan sambil tersenyum. Seketika wajah Ryu langsung pucat, melirik tangan Sayna dan gelisah melihat Ezra dari sudut matanya.

"Terima kasih, Nyonya." Sekarang Ryu menundukkan kepala. Kedua tangannya mengepal di samping paha, terlihat tidak nyaman.

Melihat hal itu Sayna justru bingung. Kenapa dengan Ryu? Bahkan uluran tangannya tidak diterima oleh laki-laki itu.

"Saya akan berangkat."

Sayna hampir terperanjat, sangking kagetnya, tidak menyangka uluran tangan yang sejak tadi ia arahkan pada Ryu, sekarang malah dipegang oleh Ezra. Suaminya hanya menampilkan raut datar seperti biasa, namun anehnya Ryu dan sopir pribadinya langsung mundur secara cepat.

Apa sosok Ezra semenakutkan itu? Dan apa ini? Sayna menatap tangannya yang masih dipegang oleh Ezra. Pegangannya sangat erat sampai Sayna menatapnya tidak mengerti.

"Ez, lepasin!"

Ezra segera melepaskan tangannya, berdehem pelan dan segera memalingkan wajah. Aneh. Laki-laki itu memang aneh sejak pertama melihatnya.

Sayna terheran melihat Ryu yang masih terlihat pucat, sekarang sudah berdiri di samping mobil yang telah disiapkan untuk mengantar kepergian suaminya. Apa ada yang salah dari kejadian barusan? Kenapa Ryu terlihat takut pada Ezra saat Sayna ingin berkenalan dengannya?

"Saya berangkat."

"I-iya." Sayna tersenyum dipaksakan pada suaminya yang berlalu begitu saja.

Ryu membukakan pintu untuk majikannya, lalu ia kembali menghadap Sayna dan menunduk hormat lagi. Terlihat sangat sopan, lalu ikut masuk, duduk di jok samping pak sopir.

Begitulah Sayna melepas kepergian suaminya. Setelah melihat mobil Ezra keluar dari gerbang, Sayna kembali masuk ke dalam rumah. Dia melihat Melia yang sedang mengomel sambil membenarkan tatanan rambut anak gadisnya yang sudah berseragam Sekolah Menengah Atas.

Ia mendekat pada mereka, Queena langsung menyambutnya dengan pekikkan sakit, karena Melia mencubit pipinya.

"Ma, sakit ...." Queena mengusap pipi bekas cubitan ibunya. Lalu, ia melirik lagi pada Sayna. "Kakak, hari ini mau ke mana? Katanya kak Ezra kerja, ya? Duh, kasihan banget pengantin baru udah ditinggal aja." Gadis itu memberikan cengiran, lebih terpatnya miris, melihat nasib malang kakak iparnya.

"Kamu gak boleh begitu, Dek." Melia memperingatkan anak bungsunya. "Maaf, ya, Sayna. Maafin Ezra juga. Anak itu memang susah kalau sudah menyangkut pekerjaan. Mama juga gak tahu harus gimana larangnya."

Sayna hanya menanggapi mereka dengan senyuman maklum. Lagian ia juga tidak keberatan kalau Ezra memilih untuk berangkat bekerja. Setidaknya Ezra tidak terlalu buruk menjadi seorang suami. Jika hanya ditinggalkan Sayna akan menerima, toh, nanti juga akan seperti itu setiap hari.

"Hari ini mama free, lho. Nanti mama ajak jalan aja, ya? Biar kamu gak bosan di rumah. Atau nanti kita berkunjung ke rumah kerabat Ezra. Biar kamu kenal sama mereka."

Sepertinya itu ide yang bagus. Mengingat bagaimana pernikahannya, Sayna butuh berinteraksi lebih baik dengan semua kerabat suaminya. Apalagi sekarang ia tinggal bersama Ezra, jauh dari keluarga sendiri dan harus mulai terbiasa berada di sana.

***

"Jadi kamu sudah pulang ke rumah nak Ezra? Kenapa kamu gak bilang sama papa, Anna?"

Sayna juga tidak menduga Ezra akan membawanya pulang secepat itu. Saat tahu hal tersebut, Danuarta menghubunginya lewat panggilan video, sehingga Sayna dapat dengan mudah diketahui keberadaannya.

"Tadinya aku mau ke sana hari ini, Pa. Mau ngambil pakaian sama barang-barang aku yang lainnya. Tapi, Ezra gak ada. Aku gak bisa pergi kalau gak bilang sama dia."

"Memangnya suamimu ke mana?"

"Kerja."

Reaksi Danuarta sama seperti Melia pagi tadi, sama-sama tidak percaya dan terkejut mendengarnya. Namun, Sayna menjelaskan lagi, bahwa dia tidak apa dan memang lebih baik berjauhan dulu dengan Ezra. Sayna belum terbiasa jika harus terus-terusan bersama laki-laki itu.

"Justru harusnya sering bersama, Anna." Sekarang wajah Andini-ibu Sayna-ikut-ikutan menampakkan diri di layar ponsel. "Kamu itu harusnya dekat terus sama suami, biar kenal. Bukannya malah senang saat Ezra tidak ada."

"Benar, Anna. Ezra berbeda dari si bajingan Johan. Papa ingin hubungan kalian bisa semakin lebih baik. Demi kelangsungan rumah tangga kalian juga."

Sayna tidak mendengarkan lagi ucapan kedua orangtuanya. Kenapa Danuarta harus menyebutkan nama si bajingan itu lagi? Sekarang hati Sayna kembali resah, mengingat bagaimana hubungan yang terjalin selama lima tahun, bahkan hampir mencapai pelaminan, malah digagalkan dengan pengkhinatan tunangannya.

Rasa sakit itu masih ada, masih bisa dirasakan. Sayna tidak akan menampik, jika masih merasakan patah hati yang sangat besar. Terlebih, Sayna sangat mencintai Johan dan berharap bisa hidup bersamanya sampai tua nanti. Jika saja tunangannya tidak pergi ke hotel dan dipergoki sedang bergumul bersama dua wanita sekaligus.

Dasar biadab! Memori Sayna kembali berputar pada kejadian seminggu yang lalu. Ketika ia dengan darah mendidih menyaksikan bagaimana Johan mengerang penuh kenikmatan dipuaskan oleh dia wanita sekaligus. Ketiga orang itu sama-sama bugil di atas ranjang. Satu wanita ia gagahi di atasnya dan satu lagi ia manjakan dengan tangannya.

Menjijikan!

Mengingat bagaimana mereka saling memuaskan diri, air mata Sayna kembali terbuang dengan sia-sia. Hatinya sakit mengenang kelakuan bejat tunangannya. Lima tahun memupuk cinta dan menaruh harapan besar, nyatanya dipatahkan oleh fakta yang lebih menyakitkan. Dan yang lebih menyakitkan lagi, ketika tahu apa alasan di balik semua kelakuan Johan melakukan itu seminggu sebelum pernikahan digelar.

Perih. Sayna tidak bisa menahan air mata yang terus meluruh dengan deras. Untung saja ia berada di kamar seorang diri, sehingga Sayna bisa berpuas hati untuk mengeluarkan air mata kehancurannya.

Johan sialan!

Berbagai umpatan kasar ia keluarkan, mengungkapkan semua rasa kesal, marah dan kecewa yang dirasakannya selama ini. Jika saja Johan tidak melakukan itu, maka sekarang mereka pasti sudah menikah. Setidaknya, Sayna harus masih bisa bersyukur, karena ia mengetahui kebejatan Johan sebelum pernikahan terjadi. Karena kalau tidak, saat ini ia pasti terus dibodohi oleh lelaki tersebut.

Berterima kasihlah kepada Ezra yang sudah mau menjadi penggantinya. Setidaknya Ezra terpantau lelaki baik, meski masih misterius dan terasa asing untuk didekati. Sayna akan tetap mencoba intuk menjadi istri yang terbaik untuknya, jika Ezra juga berperilaku baik padanya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel