Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Latar Belakang Pernikahan

Sayna hanya mengekori Ezra di belakang, tidak mengatakan apa pun setelah suaminya bilang, mereka akan pergi ke rumah Danuarta. Sebenarnya kesempatan yang bagus. Sebelum Sayna mengatakannya, Ezra sudah lebih berinisiatif untuk berkunjung ke rumah Danuarta.

Katanya, Ezra ingin meminta izin yang belum ia utarakan karena membawa pulang Sayna ke rumahnya, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Meski sudah dijelaskan lewat panggilan seluler, Ezra justru masih merasa tidak enak, sehingga memilih untuk menyampaikannya lagi secara langsung.

"Silakan, Nyonya!" Ryu menunduk hormat, membukakan pintu untuk Sayna masuk duluan.

"Terima kasih, Ryu." Sayna akui, asisten suaminya sangatlah sopan dan ramah. Pria tegap itu selalu saja tersenyum ketika berbicara padanya.

Setelah Sayna duduk di jok belakang, Ryu memutar tubuh untuk membukakan pintu untuk Ezra. Namun, Ezra sudah membuka pintunya lebih dulu, sehingga Ryu hanya bisa menggaruk tengkuk dan segera masuk ke dalam mobil, duduk di balik kemudi. Kali ini dia yang menyetir. Ezra tidak menggunakan jasa sopir pribadinya, entah kenapa. Sayna hanya terdiam, duduk senyap di samping Ezra yang selalu terlihat datar.

Selama perjalanan, tidak ada satu pun dari mereka yang berbicara. Sayna sampai mengantuk karena perjalanan menuju rumah Danuarta tidak dekat. Sudah bolak-balik scrool aplikasi sosial media di ponsel pun tetap saja membuatnya bosan. Berada satu mobil dengan Ezra memang kurang nyaman, karena laki-laki itu bersikap seperti patung bernapas. Bahkan tangannya hanya diam di atas pangkuan dengan tatapan yang lurus menatap ke depan.

Hei, di sampingmu ada bidadari cantik, masa mau dianggurkan terus?

Apakah dia tidak ingin melirik Sayna barang sedetik pun?

Seketika Sayna merasa kecantikannya sudah memudar, karena Ezra sama sekali bersikap acuh, seolah Sayna memang tidak ada di sebelahnya.

"Ez." Selalu harus dia yang memulai duluan. Ketika laki-laki itu menoleh, Sayna menggeser duduknya supaya lebih dekat dengan sang suami. Respon Ezra justru menyebalkan. Laki-laki itu malah menjauhkan kepala, risih dengan wajah Sayna yang disengaja condong ke arahnya. "Kamu sariawan, ya?"

Ezra hanya memandang datar seperti biasa. Sayna makin geregetan dengannya. Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah suaminya, namun Ezra segera menghindar.

"Bicara, dong, Ez! Kamu punya mulut, kan? Aku jarang banget dengar kamu bicara."

"Hm?"

Sayna mendengus. Sekalinya bersuara hanya sebuah gumaman. Sekarang dia ragu, apakah Ezra manusia normal? Sikapnya itu sangat tidak menyenangkan sekali.

"Tuan Ryu," Sayna lebih memilih untuk menanyakannya pada asisten yang sedang merangkap menjadi sopir. "apa tuan Ezra sedang sakit atau sehari-harinya dia memang seperti itu?" Sayna tidak mempedulikan hawa dingin yang terasa menyelimuti di dalam mobil. Dia hanya tidak nyaman berada di situasi dan kondisi yang senyap. Sudah terbiasa heboh dan banyak tingkah.

"Ehem!"

Sayna melirik Ezra dengan sinis. Laki-laki itu mengacaukan konsentrasinya. Padahal Sayna sedang mencari tahu sendiri lewat Ryu, tapi Ezra sepertinya tidak suka dengan hal itu. Beberapa kali Ezra berdehem ketika Sayna mencoba berbicara pada asistennya. Ryu juga hanya melirik lewat spion, nampak ragu untuk menyahuti. Dia pasti takut dengan majikannya.

"Ngomong, dong, Ez! Kamu sakit, ya? Atau emang sariawan? Sejak kemarin aku tuh kesal, kamu irit bicara!" Sayna melipat kedua tangan di depan dada, meluapkan semua unek-uneknya pada Ezra langsung. Suaminya hanya terdiam dan kembali menatap lurus ke depan.

Ezra Davendra ternyata menyebalkan! Diajak bicara bukannya menyahuti, malah menghindar. Dasar, ya! Sebenarnya makhluk macam apa Ezra itu? Alien saja Sayna rasa akan menjawab jika ia ajak bicara, tapi Ezra itu susah sekali untuk mengeluarkan suaranya.

Semahal apa suaranya itu? Kok, bisa dia bertahan tidak mengeluarkan suara saat berada dengan orang lain? Sampai berjam-jam lamanya pun orang itu tetap saja bertahan untuk bungkam. Memang laki-laki aneh!

Dan lebih anehnya lagi, saat mobil yang ditumpanginya sudah terparkir di rumah Danuarta. Sayna sampai tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Bukan Ryu yang membukakan pintu untuknya, ketika akan turun, seperti saat pertama naik mobil. Tapi, justru Ezra langsung sigap turun duluan dari mobil dan membukakan pintu di bagian tempat Sayna duduk.

Butuh beberapa kali kerjapan mata untuk memastikan penglihatannya, bahwa yang barusan itu Ezra. Sampai beberapa detik berlalu, Sayna tidak kunjung turun dari mobil, masih tidak percaya menatap suaminya kini menunggu supaya ia cepat turun.

"Anna ...!"

Suara panggilan nyaring dari depan rumah Danuarta. Semua orang langsung heboh menyambut kedatangannya bersama Ezra, bahkan pekerja rumah pun ikut berkumpul di depan rumah, menyambut sang pengantin baru bersama menantu baru keluarga Mahawira.

"Mama, aku kangen banget." Sayna merentangkan tangan, memeluk ibunya dengan erat. Padahal baru sehari ia tidak di rumah, tapi rasa rindunya sudah seperti terpupuk selama berabad-abad lamanya. Danuarta sampai menertawakan di balik pintu, karena menurutnya Sayna terlalu berlebihan.

Lagi-lagi Sayna dibuat terkesima oleh tingkah Ezra Davendra. Laki-laki itu menghampiri Danuarta, menyalaminya dengan amat sangat sopan, seperti selayaknya menantu yang berperilaku baik.

Padahal mereka menikah tanpa rencana yang benar-benar terencana. Tapi, mengapa Ezra bisa melakukan perannya sebagus itu?

"Nak Ezra." Danuarta dengan bangga menepuk-nepuk punggung menantu barunya sambil tersenyum ceria.

Ezra hanya mengangguk hormat, menampilkan sedikit senyuman tipis. Sangat tipis sekali dalam waktu yang singkat, sampai Sayna saja tidak bisa memastikan apakah pria itu tersenyum atau tidak.

Mereka diajak masuk ke dalam rumah. Sayna langsung menarik tangan ibunya menuju kamar, sedangkan Ezra dibawa oleh Danuarta untuk berbincang di ruang belakang. Entah apa yang akan dua pria itu bicarakan, Sayna tidak peduli. Ia hanya ingin berbicara dengan ibunya dan segera mengemas semua barang-barang yang akan diangkut ke rumah Ezra.

"Gimana rasanya tinggal sama mertua, Anna?" Andini sangat antusias, penasaran ingin mendengar cerita anaknya. Ia tidak sabaran menunggu penjelasan, duduk di tepi ranjang milik Sayna.

"Ya, begitu, Ma. Gak enak, sih. Aku malu, canggung, gugup dan lagi ... Ya, ampun, Ma! Nyonya Melia itu terlalu baik. Aku sampai tidak dibolehkan untuk melakukan apa pun."

"Ya, bagus, dong. Kamu jadi gak capai, Sayang."

"Itu maksudnya, Ma. Aku gak enak. Masa jadi menantu begitu. Nanti orang lain mikirnya aku malas, gak bisa apa-apalah, gak bisa diandalkan lah, bukan menantu baik lah. Padahal kan memang iya."

Andini tertawa sambil mengusap lengan anaknya. "Gak apa-apa. Nanti juga terbiasa."

Sayna tidak menyia-nyiakan waktu untuk berbincang dengan ibunya. Sebelum ia akan menetap di rumah Ezra, maka sudah dipastikan jika ia akan berpisah dari keluarganya dan pasti susah untuk sering bertemu dengan Andini. Sekarang waktu yang tepat untuk menghabiskan waktu dengan ibunya. Sayna ingin bermanja sebelum benar-benar tinggal jauh dari ibunya.

Semoga saja Ezra tidak buru-buru untuk mengajaknya kembali. Dia masih butuh kehangatan Andini supaya jika ia merasa rindu, dekapannya masih bisa Sayna rasakan ketika di rumah Ezra.

"Ma, kenapa aku harus tinggal sama Ezra, sih? Aku sebenarnya gak mau. Mau di sini aja."

Posisi mereka sudah berubah. Sayna merebahkan tubuhnya dengan kepala yang berada di paha ibunya sebagai bantalan. Tangan Andini mengusap-usap lembut surai panjangnya sambil mendengarkan setiap ocehan dan cerita anak bungsunya yang kini sudah besar dan menikah. Padahal rasanya baru kemarin ia melahirkan Sayna.

"Ezra itu punya aset yang banyak, Na. Dia mana mau disuruh tinggal di sini. Jadi, kamu sebagai istri harus manut sama suami. Ikut ke mana pun dia pergi."

"Ya, iya, aku paham. Cuma, aku gak terbiasa tinggal di rumah orang lain."

Sayna anak Danuarta satu-satunya. Sejak kecil ia dimanja dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Meskipun kedua orangtuanya bukan orang sembarangan, Sayna tetaplah punya pribadi yang unik seperti anak lainnya, tidak selalu mengandalkan kekuasaan ayahnya. Namun, ketika ia dikhianati oleh Johan dan berkata ingin mengakhiri hidup dan membatalkan pernikahan, Danuarta justru murka.

Mau ditaruh di mana wajah keluarga Mahawira? Acara pernikahan akan digelar satu minggu lagi dengan persiapan yang sudah hampir sempurna. Semua undangan sudah disebarkan. Dan yang lebih membuat Danuarta tidak terima pernikahan Sayna dibatalkan begitu saja, karena image-nya sebagai pengusaha besar sudah disoroti khayalak umum. Setiap orang yang dia undang bukanlah orang sembarangan. Makanya, sejak saat itu Danuarta gencar mencari pengganti.

Katakanlah Danuarta egois, terlalu mementingkan kekuasaan ketimbang anaknya sendiri. Sayna pun sempat marah dan tidak terima saat Danuarta mengatakan, ia tetap akan menikah dengan pria pilihannya.

Wanita mana yang akan mau dinikahkan dengan pria yang tidak dikenalnya, bahkan di saat ia baru saja patah hati mendapat pengkhianatan menyakitkan?

Sayna pernah berniat mengakhiri hidupnya saat itu, karena tidak mau melangsungkan pernikahan yang memilukan. Namun, Danuarta tetap memaksanya dan Andini pun ikut serta untuk membujuk sampai Sayna akhirnya luluh oleh keinginan ayahnya yang saat itu sampai memohon-mohon dan bersujud di bawah kaki Sayna.

Danuarta terlalu gila pamor. Sayna akan mengatakannya secara gamblang. Yang Danuarta pikirkan hanya pandangan ornag terhadap keluarga dan kekuasaannya, tidak memikirkan perasaan Sayna sama sekali.

Dengan tekad yang dipaksa untuk bulat mengambil keputusan, Sayna menyetujuinya karena tidak tega melihat Danuarta bersujud, memohon di bawah kakinya. Dan setelah itu pula, Sayna mencoba menjadi wanita yang tidak terlihat terluka lagi di hadapan orang lain.

Sudah terlalu berat dan terlalu menyiksa jika ia perlihatkan apa yang terjadi pada dirinya. Yang bisa Sayna lakukan sekarang hanya menerima, meskipun hati kecilnya tetap saja menolak. Dia hanya berharap apa yang dia jalaini saat ini bisa menjadi yang terbaik dan bisa menjadi obat untuknya segera melupakan Johan.

Dia ingin menjadi manusia tenang dan semoga Ezra bisa membantunya untuk sembuh dari luka.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel