Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

 

“Dia...?”

Thalita berjalan mendekati pasien, dan mengelus kepala pasien dengan lembut. "Sepuluh tahun berlalu. Tapi kamu tidak berubah," gumam Thalita tersenyum dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

Merasa ada yang mengusap kepalanya gadis itupun membuka matanya perlahan dan langsung menatap wajah Thalita. Gadis itu bahkan mengernyitkan dahinya merasa kaget dan tak percaya.

"Kak Lita?" gumam gadis itu lirih dan pelan karena terhalang alat pernafasan yang menutupi hidung dan mulutnya.

"Hallo Little Princess," ujar Thalita tersenyum.

"Kak Lita masih ingat aku?" tanya gadis yang diketahui bernama Rahma itu.

"Pasti Sayang, Kakak tidak akan pernah lupa sama Little Princessnya Kakak," ujar Thalita terus mengelus kepala Rahma dengan lembut.

"Kakak kemana saja? Tidak pernah datang lagi menemuiku?" tanya Rahma membuatku tersenyum.

"Maaf Sayang, Kakak sangat sibuk dengan study Kakak dan Kakak baru kembali lagi ke IndoNesia beberapa minggu yang lalu. Kakak datang ke rumah kamu tetapi ternyata kamu sudah tidak tinggal di sana lagi," ujar Thalita.

"Iya Kak. Aku, adik-adikku dan orangtuaku pindah ke rumah yang lebih sederhana. Rumah itu dijual, karena Papa kehabisan uang untuk pengobatanku," ujar Rahma dengan lemah.

"Sekarang dimana mereka?" tanya Thalita.

"Tadi di sini, tapi sekarang aku tidak tau. Mereka mungkin sedang keluar," jawab Rahma.

"Little Princessnya Kakak sekarang sudah menjadi Princes yang sangat cantik," ucap Thalita menatap Rahma penuh Sayang.

"Kakak juga semakin cantik, apalagi sekarang sudah menjadi seorang Dokter," kekeh Rahma terllihat sedikit menahan sakit di dadanya.

"Jangan tertawa dulu," perintah Thalita dan Rahma membalasnya dengan tersenyum kecil. "Istirahatlah cantik, Kakak akan memeriksa kondisimu dulu."

Thalita mulai menempelkan stethoscope di telingtanya dan memeriksa kondisi Rahma. Thalita masih tak beranjak sedikitpun dari samping Rahma yang kini sudah terlelap. Pandangannya tak lepas menatap wajah pucat Rahma, hingga ingatannya kembali menerawang ke sepuluh tahun yang lalu.

 

Flashback on

 

Thalita tersadar saat bau asap, dan panas menerpa tubuh dan kulitnya. Thalita membuka matanya dan melihat sekeliling ruangan yang dia tempati sudah dilahap oleh api. Dengan kondisinya yang masih sangat lemah, Thalita terbangun dan melepas alat bantu pernafasan yang bertengker di hidungnya. Sesak langsung menerjangnya, membuatnya terbatuk-batuk karena asap yang langsung menyesakkan dadanya. Thalita mencoba meminta tolong tapi karena masih sangat lemah, suartanya  sangat kecil dan Serak. Thalita melihat api mulai menjalar mendekati blangkar yang dia tempati dan terdapat tabung oksigen di sisi blangkarnya. Lita sadar kalau api itu mengenai tabung, ruangan ini akan hancur karena ledakan termasuk dirinya. Thalita melepas jarum infusan ditangannya dengan menahan kesakitannya. Dengan susah payah Thalita menuruni blangkar sambil berpegangan ke sisi blangkar dan meja di sampingnya. Thalita berusaha untuk berdiri tegak meskipun rasa pusing menjalar, Thalita menarik sprai di atas blangkar dan membalutkannya ke tubuhnya sendiri. Setelah itu Thalita beranjak menerjang api yang menghalangi langkahnya menuju pintu keluar Thalita berhasil melewati api itu walaupun lengannya terluka karena terkena api. Thalita menahan rasa perih dilengannya dan melempar sprai yang sedikit terbakar itu dengan sembarangan. Thalita berjalan dengan gontai menyusuri lorong rumah sakit yang sepi dan juga sebagiannya sudah dilahap api. Thalita terus berteriak meminta tolong, tetapi tidak ada yang mendengarnya. Terlihat disini tidak ada orang sama sekali. Thalita berhasil berjalan menuju lift, tetapi lift sudah tidak bisa di perguNakan. Thalita kembali berjalan dengan berpegangan ke dinding menuju tangga darurat, meskipun badannya terasa sangat lemas dan kepalanya begitu pusing. Thalita tetap berjalan, tetapi naas saat membuka pintu tangga darurat, ternyata di sana sudah terlahap si jago merah tanpa celah. Thalita merasa dirinya sudah terjebak dan tidak tau harus bagaimana, apalagi perut disebelah kanannya terasa sangat sakit membuatnya sedikit membungkuk.

"Tolonggggg!!!!!" teriak Thalita sambil terbatuk-batuk. Keringat sudah membasahi tubuh ringkihnya, bahkan dadanya terasa sangat sesak sekali. Thalita masih berusaha berteriak meminta tolong dengan suara lemah dan Seraknya. Thalita sudah merasa kalau umurnya akan berakhir saat ini juga disini. Dengan menyandarkan punggungnya ke dinding Thalita terus melafalkan doa dengan  memejamkan matanya.

"Kakak...Kakak..." suara anak kecil samar-samar tertangkap oleh indra pendengaran Thalita membuatnya langsung membuka mata.

"Siapa itu? Tolong aku," Seru Thalita dengan suara Seraknya.

"Kakak,, di sini," ucapnya pelan membuat Thalita celingak celinguk melihat sesekelilinya mencari asal suara. Hingga pandangannya menangkap sosok seorang anak perempuan berambut sebahu yang memakai pakaian pasien di rumah sakit ini tengah menyembulkan kepalanya dari lubang ventilasi di sudut bawah tak jauh dari Thalita berdiri.

"Kakak, ayo masuk ke sini. Kita bisa keluar lewat sini," ucapnya antusias saat Thalita sudah berjongkok di hadapannya.

"Apa bisa?" tanya Thalita mengernyitkan dahinya.

"Iya Kakak, kita ikutin tikus ini." Anak itu memperlihatkan tikus putih kecil ke hadapan Thalita  membuatnya  geli dan jijik sendiri.

"Kamu percaya dengan tikus ini? Jangan bercanda De, ini bukan saatnya bermain-main!" ucap Thalita sedikit kesal.

"Aku gak bercanda Kakak, aku serius. Tikus ini akan membantu kita keluar dari sini," ujar anak itu membuat Lita semakin bingung. "Aku memiliki sedikit keistimewaan, aku bisa mengerti bahasa hewan," ucapnya membuat Thalita kembali mengernyitkan dahinya semakin keras membuat lipatan di dahinya semakin jelas.

"Percaya sama aku, Kakak. Ayoo..." ujar anak itu lagi, Lita benar-benar bingung. ‘Apa aku harus mempercayainya atau tidak’ Pikir Lita.

"Kalaupun kita harus meninggal karena di lahap api ini, tetapi seenggaknya kita sudah berusaha," ujarnya. ‘Benar juga yang dia katakan, aku harus berusaha dulu. Jangan pasrah begitu saja.’ Batin Lita.

"Ayo Kakak, apinya semakin dekat," ucapnya lagi.

"Apa muat?" tanya Lita melihat ukuran lubang itu.

"Aku yakin Kakak akan bisa masuk, aku saja bisa merangKak. Kakak pasti masuk, ayo." ucapnya membuat Lita mengangguk. Thalita mengikuti anak itu masuk ke ventilasi itu dan benar saja, ternyata badannya muat masuk ke dalam meskipun dengan posisi merangKak. Lita terus mengikuti anak itu sambil memegang perut sisi kanannya yang terasa sangat sakit.

Hingga mereka menemukan ventilasi yang jalurnya kebawah. "Kakak penutupnya buka" ucap anak itu. Lita dan anak itu sama-sama membuka penutupnya dengan sekuat tenaga hingga akhirnya terbuka juga. "kita meluncur ke bawah, yah Kak" ucap anak kecil itu.

"Apa kamu yakin? Gimana kalau dibawah sana sudah dilahap api? Kita tidak mungkin naik lagi kan" Seru Lita sedikit ngeri membayangkan mereka meluncur ke bawah tetapi dibawah sana api sudah menanti mereka untuk dilahapnya.

"Kakak, kalau kita memang harus meninggal disini. Apa daya, kita tidak meluncurpun kita akan tetap meninggal karena kehabisan nafas karena api yang di luar sana" ucapnya. " ayo Kak, seengaknya kita coba dulu" tambahnya penuh percaya diri membuat Lita tersenyum dan ikut mengangguk antusias.

"Tapi Kakak dulu, oke !! takut ada api dibawah" ucap Lita membuat anak kecil itu mengangguk.

Lita menurunkan kedua kakinya dan dengan posisi terlentang, Lita meluncur kebawah diikut anak kecil itu. Keduanya meluncur dengan cepat.

"AAaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!" teriak keduanya.

Hingga mereka melihat cahaya di sana dari lubang penutup ventilasi membuat Lita ketakutan, takut cahaya itu dari api yang tengah berkobar. Mereka tidak bisa menghentikkan gerakannya sehingga terus meluncur dan kaki Lita langsung menabrak tutup ventilasi hingga terbuka. Tubuh Lita berguling keluar diikuti oleh gadis kecil itu. Keduanya menutup mata dan terbatuk-batuk. Lita membuka matanya perlahan dan yang pertama kali dia lihat adalah langit biru yang cerah. Lita melihat ke arah gadis di sampingnya yang masih menutup matanya ketakutan sambil memeluk erat tikus putih itu. 

"Kamu baik-baik saja?"

Mendengar ucapan Lita, gadis itu membuka matanya dan melihat sekeliling diikuti Lita. Ternyata mereka berada dibelakang rumah sakit. Dibagian belakang rumah sakit ternyata belum terlahap api. Lita dan gadis itu terbangun, keduanya saling pandang dan tersenyum bahagia.

"Horeeeeeee" teriak girang dari keduanya sambil berpelukan."kita berhasil, Kak" ucap gadis itu.

"Iya Dek, kita berhasil," ucap Lita tak kalah antusias. "Ayo kita segera pergi dari sini," tambah Lita membuat gadis itu mengangguk.

Keduanya berdiri, lalu gadis itu melepas tikus yang dia pegang ke tanah.

"Sekarang pergilah, dan cari keluargamu tikus kecil. Terima kasih sudah membantuku dan Kakak ini," ucap gadis itu dan terlihat tikus itu bersuara dengan suara khasnya membuat Lita menatap takjub anak di hadapannya ini.

"Dadah..." ucap anak itu.

"Terima kasih," ucap Lita saat tikus itu berlari masuk ke dalam gorong-gorong.

Keduanya berjalan beriringan sambil berpegangan tangan. Sebelah tangan Lita memegang perutnya yang masih  terasa sakit. Meskipun badan mereka terasa remuk dan terluka karena berguling tadi, tetapi mereka tidak memperdulikannya dan tetap berjalan beriringan dengan bahagia.

"Siapa nama kamu?" tanya Lita.

"Aku Rahma, kalau Kakak?" tanya anak itu mendongakkan kepalanya menatap Lita.

"Aku Thalita, panggil Kak Lita saja" ujar Lita tersenyum. Membuat gadis kecil itu mengangguk patuh.

"Kita mau pergi kemana?" tanya Lita saat sampai dipinggir jalan.

"Kakak mau pulang? Alamat Kakak dimana?" tanya Rahma

"Kakak gak tau, Kakak gak punya rumah" ucap Lita bingung. 'Aku tidak mungkin kembali lagi ke mereka, sudah cukup luka yang aku dapatkan,' batin Thalita.

"Kalau begitu ayo kerumah Rahma, rumahnya tak jauh dari sini kok, Kak." ucap Rahma membuat Lita tersenyum senang.

 

Flashback off

 

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel