Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5

Dhika datang ke rumah sakit agak siang dan langsung memasuki ruangannya, yang kebetulan di sana sudah ada Claudya.

"Pagi, Dhik," sapa Claudya antusias dan Dhika hanya tersenyum menanggapinya. "Oh iya ada kabar baru, kita sudah langsung mendapatkan pengga nti Dr. Chailly. Dia baru saja datang dan sekarang sudah ada di ruangan Pak Hans," jelas Claudya.

"Syukurlah, jadi tim kita tidak sampai kekurangan orang" ujar Dhika membuka berkas yang ada di mejtanya. "Hari ini kita ada jadwal operasi yah?" tanya Dhika.

"Iya,, nanti sore kita ada jadwal operasi. Seorang gadis remaja yang harus melakukan Transplantasi jantung," jawab Claudya dan Dhika mengangguk paham.

Dhika meminta Claudya untuk memeriksa seorang pasien di ruang inap Anggrek no 16.

“Aku bawakan kamu sarapan” Seru Claudya sebelum dia berlalu pergi.

"Simpan saja di atas meja," ujar Dhika tanpa melirik ke arah Claudya membuatnya  sedikit kecewa karena respon Dhika biasa saja dan cuek. Tetapi Claudya tetap menyimpan bekal itu di meja dan pamit pergi.

Saat Dhika tengah sibuk dengan berkas medis di hadapannya, handphonenya berbunyi dan menampilkan nama Om Hans di layarnya. Dhikapun segera mengangkat telepon itu dan Om Hans yang meruPakan direktur utama di AMI hospital meminta Dhika untuk datang ke ruangannya.

Tok tok tok

Dhika mengetuk pintu ruangan yang menjulang tinggi besar dengan warna coklat gelapnya. Saat ada sahutan dari dalam, Dhika pun masuk ke dalam ruangan itu. Terlihat Om Hans sedang ada tamu, seorang wanita yang duduk memunggungi Dhika. Hans meminta Dhika untuk menghampirinya, Dhika berjalan mendekati meja kebesaran Hans tanpa duduk di kursi, ia berdiri tepat di belakang sang wanita berambut panjang itu. Wanita itu masih tak bergeming, tetap memunggungi Dhika.

"Ada apa, Om?" tanya Dhika.

"Om mau memperkenalkan Dokter pengganti Dokter Chailly," ujar Hans, membuat Dhika melihat ke arah wanita yang tengah duduk itu, tetapi wajahnya masih belum terlihat jelas.

"Dokter, ini adalah Dokter Dhika ketua dari tim 1, yang akan bekerjasama dengan anda," ujar Hans.

Wanita itu berdiri dan dengan perlahan berbalik menghadap ke arah Dhika.

Deg

Mata Dhika membelalak lebar melihat wanita di hadapannya ini. Waktu seakan berhenti berputar, otak Dhika mendadak macet. Nafasnya tercekat bahkan Dhika tak sadar kalau dia tengah menahan nafasnya. Rasanya bumi berhenti berputar bersamaan dengan waktu. Bahkan penjelasan dari Hans-pun tidak Dhika perdulikan. Fokusnya masih kepada wanita yang berada di hadapannya. Sepuluh tahun, Dhika menunggu wanita di hadapannya ini dan kini dia ada di hadapan Dhika dengan keadaan sehat dan tidak kurang satupun. Paras cantiknya masih melekat diwajah blasterannya, meski kini wanita itu terlihat lebih dewasa.

"Dhika..." panggilan Hans menyadarkan Dhika dari lamunannya, dengan segera Dhika memperbaiki raut wajahnya.

"Halo Dokter Dhika, lama tidak bertemu" ujar wanita di hadapan Dhika itu dengan senyuman kecilnya.

“Tha-Thalita..” gumam Dhika seakan masih tidak mempercayai apa yang dia lihat.

"Kalian sudah saling kenal?" tanya Hans penasaran.

"Iya, Pak Hans. Kami saling mengenal bahkan sangat kenal dengan baik" ujar Thalita tersenyum sinis, Dhika hanya terdiam saja dan terus menatap wajah wanita di hadapannya ini.  

Tatapan Dhika terlihat sendu dengan matanya yang memerah menahan air mata. Hatinya terasa sangat bahagia melihat wanita yang dia tunggu selama sepuluh tahun berdiri tepat di hadapannya. Ingin rasanya Dhika merengkuh tubuh wanitanya dan mengatakan betapa dia merindukannya, merindukan kekasihnya, merindukan cintanya, merindukan wanitanya. Tetapi otak dan tubuh Dhika tidak bisa berkOmprOmi dengan hatinya, tubuh Dhika seakan Kaku seperti batu yang begitu sulit untuk dia gerakkan.

"Sepertinya kalian perlu bicara berdua, baiklah saya akan pergi. Kebetulan saya harus mengunjungi seminar kedokteran," ujar Hans mengambil tasnya, dan berlalu pergi meninggalkan kedua anak manusia yang masih saling bertatapan penuh kerinduan. Keduanya masih saling memandang tanpa berkedip bahkan tanpa ada yang mampu mengeluarkan suartanya. Dhika menyadari kalau tatapan wanita yang dia cintai kini sudah tidak sama lagi. Tatapan lembut penuh cinta yang selalu Thalita tunjukkan padanya dulu, sudah tidak terlihat lagi. Kini hanya ada tatapan datar dan sorot kebencian tersirat di sana.  Thalita mulai jengah, dia mengalihkan pandangannya dan bergegas mengambil tasnya untuk beranjak pergi. Tetapi sebelum sempat dia memegang knop pintu langkahnya terhenti karena ucapan Dhika.

"Kenapa baru kembali sekarang?" tanya Dhika lirih yang kini sudah menengok ke arah Thalita.

"Saya datang bukan untuk anda, saya datang untuk bekerja. Dan kebetulan sekali kita menjadi rekan satu tim. Jadi mohon bantuannya Dokter Dhika." setelah mengucapkan itu, Thalitapun berlalu pergi meninggalkan Dhika sendiri.

Dhika terdiam di ruangannya, tatapan Lita tadi membuatnya ketakutan. Takut kalau sudah tidak ada perasaan apapun lagi di hati Thalita untuknya, takut kalau kebencian itu masih ada. Bahkan tatapan matanya tadi mampu menyadarkan Dhika, kalau gadisnya kini sudah berubah. Gadis yang dia tunggu selama ini sudah tidak ada lagi. Disisi lain Dhika senang karena Thalita terlihat baik-baik saja bahkan tidak kurang apapun. Tapi disisi lain hatinya sakit, sakit menyadari kalau kebencian itu masih ada dan terlihat jelas di matanya.

          ---

Sore ini mereka akan melakukan operasi, dan seperti biasanya tim 1 melakukan briefing di ruangan Dhika. Semua anggota tim 1 sudah duduk manis di sofa ruangan Dhika termasuk Thalita, Dokter baru pengganti Dokter Chailly yang memilih keluar karena menikah. 

"Selamat sore," sapa Dhika dan semuanya menjawab dengan SeremPak. "Sore ini kita akan melakukan operasi transplantasi jantung pada seorang pasien remaja. Kebetulan juga tim kita kedatangan anggota baru, beliau adalah Dokter Thalita. Beliau akan bertugas sebagai asisten utama pengganti Dokter lly," terang Dhika seprofesional mungkin sambil menatap Thalita yang masih memasang wajah dinginnya.

"Hallo semuanya, saya Dokter Thalita Putri. Saya baru menyelesaikan kuliah spesialis Dokter bedah di Universitas Wina di Austria dan satu tahun saya bekerja menjadi asisten utama Dokter bedah di rumah sakit swasta di Wina Austria. Saya mohon bantuannya, karena saya belum begitu berpengalaman." ucap Thalita dengan formal.

'Jadi selama ini kamu bersembunyi di WINA,,' batin Dhika menatap Thalita tanpa berkedip.

Thalita yang menyadari Dhika tengah menatapnya, membuatnya sedikit jengah.

"Jadi apa yang harus saya lakukan dalam operasi nanti, Dokter Dhika?" tanya Thalita.

Dhikapun akhirnya mulai menjelaskan kronologi kondisi pasien, dan apa yang dibutuhkannya.

---

Setelah selesai, seperti biasa mereka berdoa bersama dan keluar ruangan, menuju ruang operasi. Dhika sudah berganti pakaian dengan pakaian operasinya, dan berjalan ke wastafel untuk mencuci kedua tangannya. Disana juga Thalita tengah mencuci kedua tangannya. Mereka berdiri berdampingan dengan fokus mencuci kedua tangan mereka masing-masing tanpa bersuara sedikitpun. Thalita beranjak terlebih dulu tanpa mengatakan apapun.

"Welcome to back home," gumam Dhika membuat Thalita berhenti berjalan dan menengok ke arah Dhika.

"Maaf Dokter, apa anda mengatakan sesuatu?" tanya Thalita. Dhika hanya tersenyum manis dan berjalan melewati Thalita. Thalitapun akhirnya mengikuti Dhika memasuki ruang operasi.

Kini mereka semua sudah siap di posisinya masing-masing.

"Operasi sudah bisa dimulai, Dokter," ucap Claudya.

"Ayo kita sembuhkan pasien," ujar Dhika bersemangat membuat Dokter yang lain saling beradu pandang heran, kecuali Thalita yang berdiri di hadapan Dhika.

Dhika mulai melakukan pembedahan pada tubuh pasien. Setelah terbuka lebar dan menamPakan organ tubuh pasien, Dhika melakukan pencangkokan pada jantung pasien. Dhika mulai menjahit setiap sisi jantung di bantu oleh Thalita.

Hari ini sungguh hari yang sangat menyenangkan bagi Dhika, wanita pujaannya ada di hadapannya, wanita yang dia tunggu kedatangannya selama sepuluh tahun lamtanya. Wanita yang sangat dia cintai.

"Pedal," Seru Dhika, dan Susterpun menyerahkan alat pendetak jantung itu. Dhika langsung memasangkan alat itu disekitar jantung.

"Isi 50 joule" ujar Dhika. "Shock!"

Deg... Jantung pasien langsung berdetak dalam satu sentakan.

"Detak jantungnya normal, kita sudah berhasil," ujar Claudya, saat melihat frekuensi detak jantung pasien pada layar di hadapannya. Semua Dokter tersenyum senang dan mengucapkan syukur.

Setelahnya, Dhika melakukan langkah terakhir operasi dan memberi plester besar pada dada bekas operasi pasien. Pasien dibawa oleh empat Dokter lainnya keluar ruang operasi untuk menempatkannya dikamar inap. Thalita hendak keluar dari ruang operasi seraya melepas masker dimulutnya dan penutup kepalanya, sehingga membuat rambut panjangnya tergerai indah. Dhika yang hendak keluar dari ruang operasi juga sehingga membuat mereka berPapasan di ambang pintu. Keduanya saling bertatapan cukup lama, sampai akhirnya Thalita melangkah keluar ruangan terlebih dahulu meninggalkan Dhika yang masih mematung di tempatnya.

Keesokan harinya pagi-pagi sekali Dhika datang ke rumah sakit menggunakan mobil sportnya. Dhika sedikit berlari menuju ruang UGD, karena baru saja di hubungi kalau ada pasien yang butuh pertolongannya.

Sesampainya di UGD, terlihat Thalita tengah memeriksa pasien wanita paruh baya itu. Dan memasangkan beberapa peralatan medis ditubuh pasien.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Dhika mencoba fokus pada pasien, karena jujur saja Dhika tidak mampu lagi menatap mata Thalita yang begitu dingin.

"Keadaannya sudah membaik, tadi dia pingsan saat diantar kesini. Detak jantungnya tidak stabil," jelas Thalita membuat Dhika mengangguk paham. Seperti biasa Dhika selalu menempelkan telaPak tangannya pada dada pasien dan menutup matanya. Cukup lama, Dhikapun membuka matanya kembali dan pandangannya langsung terpaut dengan wanita cantik berjas Dokter di hadapannya yang tengah menatapnya juga.

"Bagaimana?" tanya Thalita menyadarkan Dhika yang terbuai dengan mata hitam bulat Thalita.

"Kita harus melakukan CT-Scan pada pasien, paru-parunya membengKak." Jawab Dhika membuat Lita mengangguk paham dan menarik blangkar yang pasien tempati, dibantu oleh Dhika. Keduanya berdampingan mendorong blangkar tanpa ada yang mau mengeluarkan suartanya sedikitpun.

Sesampainya diruang lab CT-Scan, Dhika mulai melakukan CT-Scan pada pasien dibantu oleh Thalita dan seorang Suster yang bertugas di sana. 

Hasilnya muncul di layar computer yang berada di ruangan itu. "Paru-parunya bengKak dan rusak," gumam Thalita.

"Iya, itu akibat dari pecandu rokok. Kita harus melakukan operasi segera sebelum terjadi kebocoran," ujar Dhika.

"Tapi tidak ada wali yang mengantarkannya, Dok." Seru Thalita. "Dia datang sendiri ke sini, dan pingsan di lobby rumah sakit. Bahkan belum ada yang membayar administrasinya," jelas Thalita. “Dan tidak ada telepon genggamnya.”

"Baiklah, tetap saja lakukan operasinya. Masalah administrasi biar nanti saya yang urus, yang penting pasien ini selamat," Seru Dhika kembali memindahkan tubuh pasien ke blangkarnya. Thalita menatap Dhika dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

'Kamu tidak pernah berubah sama sekali, selalu berusaha menolong orang lain' batin Lita menatap Dhika.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel