Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3

Dhika Pov

 

Seperti yang sudah aku rencanakan, weekend ini aku pergi ke Bandung untuk mengunjungi sahabat-sahabatku. Dewi salah satu sahabatku, sudah menghubungiku berkali-kali. Bahkan mengancamku agar segera datang ke kota Bandung dan menengok keponakanku yang baru lahir satu bulan yang lalu. Memang sudah 6 bulan ini aku tidak pernah berkunjung kesana. Aku terlalu malas untuk mendengar ceramah dan ocehan dari mereka, mengenai perempuan dan pernikahan. Cukup Mommy yang selalu merecokiku dalam masalah perempuan dan pernikahan ini. Sedikit akan aku jelaskan tentang sahabat-sahabatku itu.

Aku dan mereka sudah bersahabat dari sejak kecil, bahkan sejak kami masih di dalam kandungan. Karena kebetulan orangtua kamipun bersahabat.  Kami memberi nama Brotherhood pada persahabatan kami, yang artinya persaudaraan. Kami sePakat ingin menjalin persahabatan ini menjadi sebuah persaudaraan dan kekeluargaan. Persahabatan yang terjalin sejak kecil ini, beranggotakan delapan orang dengan lima orang laki-laki dan tiga orang perempuan. Persahabatan yang diketuakan oleh aku sendiri PraDhika Reynand Adinata. Daniel Cetta Orlando,dia adalah wakil ketua di Brotherhood. Dia termasuk orang yang sangat jelik dan sangat hati-hati dalam bertindak. Maktanya tak heran dia menjadi seorang pengacara yang cukup hebat dan terkenal di kota ini. Selain Daniel, ada juga Erlangga Prasaja. Dia sahabatku yang paling santai, kata-katanya cuplas ceplos dan apa adanya. profesinya adalah seorang Dokter sama sepertiku, hanya saja dia lebih memilih Dokter umum dan bertugas di AMI hospital cabang yang di Bandung. Ada juga ArSeno Basupati, dia sahabatku yang sangat emosional, gampang marah dan tersinggung tetapi sebenarnya dia begitu baik dan humoris. Profesinya adalah seorang CEO diperusahaan yang bergerak dalam bidang percetakan.

Oktavio Adelio Mahya tetapi kami sering di panggil sang Aligator, atau lebih tepatnya Gator. Karena dia keturunan buaya muara dari rawa-rawa. Dan dia yang paling bontot dalam persahabatan ini. Orangnya sangat sederhana, humoris dan mudah akrab dengan sesama. Umurnya masih sangat muda dan jauh dibawahku. Tetapi diusitanya yang muda dia berhasil menjadi seorang pengusaha muda terkenal dalam bidang perhotelan, meneruskan usaha orangtutanya. Mengingat dia, aku teringat alasan dia tidak ingin menikah. Dia hanya ingin bermain-main saja dengan para kaum hawa, mungkin karena belum menemukan wanita yang sesuai dengannya.

Dan untuk para perempuannya, aku mempunyai sahabat yang paling bawel dan selalu saja mengganggu ketentramanku, memang aku paling dekat dengannya karena sifat dewasa yang dia miliki. Dia juga yang memaksaku untuk datang ke Bandung dengan ancaman akan membuat cafeku bangkrut, ancaman macam apa itu. Tidak masuk diakal, dan dia adalah Dewi Zaleka Fredelima Earnnal, dia seorang ibu rumah tangga dan juga membantuku mengurusi café yang aku bangun saat aku kuliah dulu. Dia menikah dengan seorang CEO dari perusahaan yang bergerak dalam bidang proferty. Irene Zahrah Arundati, dia sahabat perempuanku yang paling muda, yang paling cerewet dan selalu ceria. Umurnya sama dengan Okta, tetapi dia sudah menjadi seorang Ibu Rumah Tangga. Iren adalah istri dari ArSeno, anak Brotherhood juga. Mereka yang paling awet berpacaran.  Dan yang terakhir Elzabeth Corinna Emery, dia sahabatku yang paling jutek dan galak. Tetapi anehnya dia malah menjadi seorang guru TK, aku heran bagaimana wanita segalak dia bisa menjadi seorang guru tk. Dia sudah menikah dengan salah satu anggota kepolisian, meski pernikahannya sudah jalan 3 tahun, tetapi mereka belum dikaruniai seorang anak. Mereka semua adalah sahabat-sahabatku, sahabat sejatiku. Mereka selalu ada dalam keadaan susah maupun senang, mereka juga selalu membantu setiap ada sahabatnya yang kesusahan. Diantara kedelapan sahabatku itu hanya aku dan Oktavio yang belum menikah. Sedangkan yang lainnya sudah menikah dan memiliki anak.

Aku tersadar dari lamunanku saat sudah sampai di depan sebuah perumahan. Aku membelokkan mobil sportku memasuki perumahan elit Taman Sari ini. Aku memasuki pekarangan sebuah rumah yang terlihat sederhana tetapi gaya klasik modernnya terlihat jelas di sana. Dihalaman rumahnya sudah terdapat beberapa mobil yang berjejer, aku sangat tau siapa saja pemiliknya. Aku turun dari mobil dengan membawa beberapa kantung berisi kado untuk para keponakanku. Aku berjalan memasuki rumah yang pintunya terlihat terbuka sedikit, terdengar suara gelak tawa dan suara berisik dari ruang keluarga.

"Assalamu'alaikum" Seruku saat memasuki ruangan itu membuat semua orang menatap ke arahku.

"Om Dhikaaaaaaa" panggil seorang anak laki-laki berumur 5 tahun menghampiriku.

"Hallo Verrel, ini Om bawa oleh-oleh buat kamu." Aku menyerahkan kotak kado berwarna biru kepada Verrel yang meruPakan anak dari sahabatku Daniel dan Serli.

"Yeeee,,, aku dapet kadoo.. makasih Om..." Verrel berjingkrak senang saat menerima kado itu, membuatku gemas melihatnya. Dan saat bersamaan juga 4 orang anak yang meruPakan anak dari sahabatku juga berlari menghampiriku. 3 orang anak perempuan dan satu laki-laki yang umurnya lebih dari Verrel. Kini sudah berdiri di hadapanku, membuatku berjongkok di hadapan mereka. Aku mengeluarkan kado dari kantong yang aku bawa.

"Ini khusus untuk keponakan Om yang kembar. Buat Randa dan Rindi."  Aku menyodorkan kado ke arah dua gadis kembar yang sangat lucu dan cantik. Mereka adalah anak dari sahabatku Irene dan Arseno. Aku mengusap kepala mereka berdua yang terlihat sibuk membuka kado.

"Rasya mana Om?" tanya seorang gadis cantik berumur 4 tahun itu dengan mengadahkan kedua telaPak tangannya, membuatku tersenyum.

"Ini untuk keponakan Om yang paling chubby." Aku menyerahkan kado berwarna pink sambil mencubit pipi chubbynya.

"Yee... makasih Om." Rasya mencium pipiku dan berlari menghampiri kedua orangtutanya.

"Percy dapet gak om Dhika? Kalau nggak, nanti Percy aduin Mama lho," ucap anak berusia 6 tahun ini. Dia sangat mirip dengan Mamtanya tukang mengancam.

"Ada gak yah,? Tapi kantongnya udah kosong, maaf yah Percy, Om lupa," ucapku berpura-pura merasa bersalah.

"MAMA...!!!" teriak anak ini seperti biasanya membuatku ingin tertawa.

"Dhika, jangan mulai. Gue gak mau dia sampe nangis," Seru Dewi yang tengah duduk bersandar di sofa panjang sambil menggendong bayinya.

"Baiklah. Buat Percy, Om bawa special. Kamu ambil sendiri di mobil Om sama yang buat adik kamu yah." Wajahnya yang tadinya cemberut kini menjadi berseri.

Dasar anak kecil.

Setelah membagikan kado, aku berjalan ke arah sahabatku dan menyalami mereka. Aku memilih duduk di samping Dewi. "mana coba anak lu yang kedua?" Ucapku mengambil alih bayi perempuan lucu dalam gendongan Dewi.

"Lu kemana saja, baru dateng?" tanya Daniel.

"Gue sibuk" ucapku datar sambil menatap bayi lucu di hadapanku. "suami lu kemana za? Gak dateng?" tanyaku pada Elza.

"Dia lagi piket" jawab Elza.

"Maklum, lakinya Mamake kan anggota pembasmi kejahatan" ujar Okta

"Kak Dhika, kamu udah sangat pantas lho punya bayi," ujar Serli sambil membantu putrtanya membuka kado.

"Iya jangan hanya ngurusin pasien mulu, tapi urusin masa depan lu" Timpal Dewi, aku tidak menghiraukan ucapan mereka dan lebih fokus membawa main bayi kecil di pangkuanku.

"Jangan mulai deh, Dhika baru datang. Kasian dia, ntar ngambek lagi kayak kemarin dan imbasnya dia gak pernah datang-datang lagi," ucap Elza. Elza memang selalu memahamiku, meskipun dia terlihat cuek tetapi dialah yang selalu peka dengan perasaan sahabatnya sendiri.

"Elza bener, jangan hanya si Dhika yang diPaksa buat nikah. Nih playboy buluk belum nikah-nikah juga" ucap Angga melirik ke arah Gator.

"Yaelah, kalau nikah itu gampang. Tapi gue gak mau, gue malas berkOmitmen sama cewek. Yang udah-udah juga bikin ribet dan nyusahin" cibir Gator. Aku tau dia menyindir siapa. Karena saat kehamilan Serli dan Irene, mereka selalu saja merecoki Gator dan mengganggunya dengan berbagai macam aneka ngidamnya. Membuat Gator kabur ke Jakarta.

"Alasan saja lu, gak ribet kali. Nikah tuh enak. Iyakan ayah" ucap Dewi kepada suaminya.

"Iya enak buat lu berdua, nah kalau bininya kayak kaleng rOmbeng dan cewek Metromini ogah gue," ucap Okta

"Eh Gator, lu gak tau aja. Gue itu termasuk istri idaman para laki-laki, laki gue aja bersyukur dapet istri kayak gue" ujar Irene dengan bAnggtanya

"Iyalah si Seno bersyukur di depan lu. Nah dibelakang lu, dia itu nyesel nikahin lu. Dia takut sama lu,,hahahaha"  Semuanya cekikikan mendengar ocehan Okta, karena memang semuanya tau kalau arseno susis alias suami takut istri.

"Emang begitu Sayang?" tanya Irene penasaran.

"Nggak kok Honey, jangan dengerin si Gator," ucap Seno lembut. " Dasar Julid!" cibir Seno.

"Dasar susis," timpal Gator. "Yang terbaik tuh bininya si Angga, dia gak pernah ngerepotin gue saat hamil Rasya. Mereka nikmatin rumah tangga mereka berdua tanpa nyusahin orang lain gak kayak dua cwek aneh ini," ujar Gator menunjuk Serli dan Irene.

"Lu juga kalau ntar udah nikah, pasti ngerasain gimana rasanya. Indah lho menjalani hidup berumah tangga, iyakan sayang." Angga merangkul Ratu yang terlihat merona. Mereka berdualah yang selalu terlihat adem ayem dan romantis.

"Gue nyusahin lu juga, karena Verrel ponakan lu. Sama anak sepupu sendiri juga," cibir Serli.

"Iya, kalau bukan sepupu gue, gue sih ogah. Apalagi ngidam lu aneh banget. Pake pengen keliling semua kota di luar jawab Pake kereta api lagi. Bikin gue muntah-muntah karena terlalu lama dikereta api. Gue curiga si Verrel cita-citanya mau jadi masinis kereta api," ucap Gator. 

Ya, aku ingat saat itu, Serli merengek ke Gator untuk menemaninya keliling kota di luar Jawa mengguNakan kereta api. Meninggalkan Daniel sendiri selama seminggu.

"Enak aja lu kalau ngomong, anak gue mau jadi seorang Dokter kayak Omnya," ucap Serli.

"Gimana Verrel aja Bun, dia bebas menentukan apapun keinginannya" ujar Daniel dengan bijaksantanya.

Kami terus berlanjut membicarakan berbagai hal.

"Ommmm Dhikaaaaa..." tawaku terhenti saat melihat Percy datang dengan membawa kado menghampiriku.

"Ada apa?" tanyaku, kalau sudah berkumpul dengan sahabat-sahabatku. Aku mampu meluPakan semua masalah dan luka membekas di dalam hatiku.

"Aku nemuin foto ini di jok mobil Om. Tante ini siapa Om? Cantik banget, malahan Mama dan Tante-tante yang ada di sini jauh kalah cantiknya sama Tante yang di foto ini," cerocos Percy membuatku mengambil foto itu. Aku tersenyum melihat gadis yang ada di foto ini.

"Dia memang sangat cantik." Aku tersenyum kecil mengingatnya. Wanitaku...

Semuanya terdiam, saat aku melihat mereka tengah menatapku dengan berbagai pandangan. "Ada apa dengan kalian? Easy guys... Gue baik-baik saja."

"Dhik, ini udah 10 tahun dari kepergian Lita," ucap Daniel.

"Ya gue tau, tapi gue gak nyerah untuk selalu menunggunya dating," jawabku dengan percaya diri.

"Lu yakin dia akan kembali?" tanya Angga membuatku melihat ke arahnya.

"Ya, gue yakin!" ucapku pasti, meski hatiku merasa bimbang.

"Apa mungkin Lita masih hidup?" tanya Serli.

"Dia masih hidup, aku yakin!" Aku sangat yakin dengan feelingku kalau Lita masih hidup.

"Dhik, jangan seperti ini. Lu harus-" ucapan Dewi terhenti saat gue menatap tajam ke arahnya.

"Nggak Wi, lu gak perlu ngomong apa-apa lagi. Udah gue bilang, gue hanya akan menunggu Lita semasa hidup gue. Ntah berapa tahun lagi gue harus menunggunya. Sampai gue matipun, gue akan tetap menunggunya," ucapku tegas.

"Lu juga harus pikirin diri lu, Dhik." Kali ini Seno yang bersuara. Ini pembahasan yang paling aku benci.

"Masa depan gue akan baik-baik saja, kalian gak perlu khawatir. Gue akan baik-baik saja," ucapku.

"Apa lu gak iri sama kita-kita yang udah punya keluarga dan anak?" tanya Daniel.

"Tidak! Gue akan membangun keluarga asal dengan Lita dan tidak dengan wanita manapun!" ucapku beranjak setelah mengembalikan bayi Dewi kembali ke Ibunya.

"Gue ke mushola dulu." Aku pergi meninggalkan semuanya menuju mesjid yang tak jauh dari rumah Dewi.

 

Dhika Pov End

"Dia selalu saja begitu," keluh Dewi.

"Kalian semua jangan selalu merecokinya, kasian dia. Gue paham dengan apa yang dia rasakan, perasaan bersalahnya pada Lita dan rasa cintanya sangat besar," ucap Elza.

"Gue setuju sama lu Mamake, jangan buat Dhika semakin terbebani. Leader kita itu butuh dukungan dari kita sebagai sahabatnya. Gue yakin Lita belum mati, gue udah cari tau tentang kebakaran yang terjadi di rumah sakit 10 tahun yang lalu, dan tidak ada tanda-tanda kalau Lita menjadi korban," ujar Okta.

"Gue juga berharap Lita belum meninggal," gumam Serli menatap kosong ke depan. Daniel paham dengan apa yang Serli rasakan. Ia memegang tangan Serli dan meremasnya. Membuat Serli tersenyum ke arahnya.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel