Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2

Semua persiapan untuk operasi sudah dilakukan. Dhika baru saja keluar dari ruang ganti dan mengganti pakaiannya dengan pakaian steril berwarna biru untuk operasi lengkap dengan penutup kepala, masker dan kaca mata pembesarnya. Dhika mulai mencuci kedua tangannya hingga bersih dan memasuki ruangan operasi. Pintu bergeSer dengan sendirinya saat Dhika memasuki ruang operasi itu, beberapa Suster memasangkan pakaian steril ke tubuh Dhika dan tidak lupa juga sarung tangan berwarna putih dipasangkan dikedua tangan Dhika. Semua Tim operasi 1 sudah bersiap si posisinya masing-masing. Dhika berjalan ke arah kanan pasien yang sudah tidak sadarkan diri.

"Kalian semua siap?" tanya Dhika mencoba menatap satu persatu mata rekan kerjtanya itu. Dan semuanya mengangguk pasti. "Dr. Claudya, mari kita mulai" ujar Dhika

"Baik, Dok. Saya sudah menyuntikkan 2ml pentothal dan atracurium" jelas Claudya setelah menekan tombol mesin yang ada di hadapannya. "Operasi sudah bisa dilakukan."

"Baiklah, mari kita mulai," Seru Dhika.

"Pisau bedah." Suster langsung memberikan pisau ke tangan Dhika. Dhika mulai menggoreskan pisau bedah pada dada pasien.

"Kanula."

“Bor."

Setelah dada terbuka dan menamPakan organ yang ada di dalam dada manusia, Dhika mulai melakukan pembukaan pada sumbatan pembuluh darah koroner sebelah kiri dan kanan. Setelah selesai, Dhika mulai menjahitnya.

"Potong." ucap Dhika dan asisten utamapun menggunting benangnya. Setelah selesai maka dilakukan penutupan kembali pada dada pasien.

Setelah operasi selesai, Dhika keluar ruang operasi sambil melepas sarung tangannya dan membuka masker yang menutupi hidung dan mulutnya. Pintu bergeSer otOmatis saat Dhika keluar. Di luar para wali pasien sudah menunggu, Dhika mengabari mereka kalau operasinya berjalan dengan lancar.

Setelah berganti pakaiannya kembali, Dhika kembali ke ruangannya dan duduk di kursi kebesarannya. Ia bersandar ke kepala kursi seraya memikit pangkal hidungnya.

Ia menatap nyalang ke depan, hingga tatapannya tertuju pada laci meja di depannya. Tangannya terulur menarik pegangan laci dan menariknya hingga apa yang ada di dalam laci kini terlihat dengan jelas. Di dalam sana terdapat sebuah USB, Dhika mengambilnya dan mesukan USB itu ke dalam laptopnya. Terdapat sebuah file di dalamnya, tangan Dhika mengarahkan mouse dan mengklik file video itu.

Video berdurasi 3 menit itu menampilkan sosok wanita cantik tengah mengatakan sesuatu dengan sendu. Tangan Dhika terulur mengelus wajah pucat di dalam layar laptop itu.

"Sudah 10 tahun berlalu, tapi kamu tidak pernah dating," gumam Dhika menatap wajah gadis di dalam video dengan sendu.

Ketukan pintu menyadarkan Dhika, Dhika segera mengklik close program video itu.

"Masuk," ucap Dhika memperbaiki duduknya. Dan tak lama seorang wanita cantik dengan rambut pirang dan mata birunya masuk ke dalam ruangan Dhika.

"Apa kamu sedang sibuk?" tanya wanita itu yang tak lain adalah Claudya.

"Tidak, ada apa?" tanya Dhika.

"Aku ingin mengajak kamu makan siang," ucap Claudya.  Claudya meruPakan teman satu kampus Dhika saat kuliah di London.

"Kamu makan siang duluan saja, aku belum lapar."

"Ayolah Dhik, kita cari tempat makan yang paling enak. Mumpung jadwal operasi kita kosong hari ini, jadi kita bisa keluar untuk mencari makan sekalian mencari angin," ujar Claudya dengan manja berusaha membujuk Dhika.

"Baiklah."

Dhika mematikan laptopnya dan melepas jas putihnya. Ia hanya mengambil kunci mobil dan handphonenya saja kemudian berjalan berdampingan dengan Claudya. Semua karyawan di rumah sakit sudah tidak heran lagi melihat kedekatan Claudya dan Dhika, karena memang mereka berdua satu tim dan satu profesi meskipun Claudya mengartikannya lain.

Kini keduanya telah duduk berhadapan di sebuah restaurant western yang berada tak jauh dari rumah sakit. Dia menikmati makan siangnya dalam diam, tanpa sadar kalau Claudya terus meliriknya. jelas sekali tatapan penuh cinta dan berharap dari Claudya, tetapi berbeda dengan Dhika yang seakan tatapannya itu kosong tanpa jiwa.

Claudya memang sudah hapal sekali Dhika seperti apa, dia seperti seorang malaikat yang sangat baik. Bahkan saat kuliah di London pun, dia tidak pernah mendatangi club sama sekali. Meski agama mereka berbeda, karena Claudya adalah seorang kristiani, tetapi Claudya tau kalau Dhika sangat rajin dalam ibadahnya. Dia sosok yang sangat sempurna di mata Claudya. Tetapi Sayang Claudya tidak pernah bisa menggapai hati lelaki pujaannya ini. Claudya sampai harus meninggalkan Negara kelahirannya yaitu Spanyol hanya untuk selalu berada dekat dengan Dhika. Claudya hanya bisa meringis kala mengingat Dhika yang tidak pernah menatapnya sama sekali. Padahal dari awal pertemuan mereka, Claudya sudah menaruh hati padanya.

Setelah menikmati makan siang bersama, merekapun kembali ke rumah sakit. Dan mulai kembali sibuk dengan pekerjaan mereka.

Mobil sport Mclaren putih milik Dhika memasuki sebuah perumahan elit dan mewah, tak lama mobilnya memasuki gerbang sebuah rumah mewah dengan desain klasik eropa unik modern. Di pojok kanan banyak mobil berjejer rapi. Dhika memarkirkan mobilnya di sela tempat yang kosong di samping mobil Ferrari Merah miliknya. Ia berjalan menuju pintu masuk rumah itu, dan menuju ke kamarnya.

Terlihat sepasang sosok manusia yang tengah bersantai di depan televisi di ruang keluarga sambil menikmati makanan yang ada di atas meja. Mereka adalah kedua orangtua Dhika, nyonya Elga Adinata dan tuan Surya Adinata. Terlihat tangan Surya merangkul pundak istrinya dengan penuh kehangatan. Kedua orangtua Dhika memang selalu menunjukkan kemesraan mereka di hadapan putra semata wayangnya itu. Bahkan di hadapan semua orang, meski umur mereka sudah melewati setengah abad tetapi cinta mereka tidak pernah berubah. Cinta memang tak lekang oleh waktu.

Di rumahnya, Dhika hanya tinggal bertiga bersama kedua orangtutanya. Papi Dhika adalah direktur utama bahkan pemilik AMI Hospital yang saat ini sudah sangat berjaya dan terkenal di Negara IndoNesia. FasiLitasnya yang sudah sangat maju dan lengkap, bahkan hampir menyamai rumah sakit yang terkenal di Negara lain. Tetapi karena saat ini Surya sudah mengambil pensiun, keadaannya yang sudah memasuki lansia menyulitkannya untuk terus bekerja. Beliau adalah seorang Dokter spesialis penyakit jantung. AMI Hospital kini di ambil alih oleh paman Dhika, yang meruPakan adik kandung Papinya. Dhika belum mau mengambil jabatan direktur utama di rumah sakit milik keluargtanya itu. Dhika merasa belum pantas dan belum saatnya menduduki jabatan tinggi itu.

"Sore Mom, Pap," sapa Dhika seraya mencium tangan kedua orangtutanya.

"Kamu sudah pulang?" tanya Surya.

"Ya Pap, tidak ada lagi jadwal operasi," jawab Dhika hendak beranjak.

"Dhika tunggu," panggil Elga membuat Dhika menghentikan langkahnya yang hendak menuju kamarnya, kemudian menoleh ke arah Elga.

"Ya Mom,,," jawab Dhika.

"Weekend ini kamu sibuk tidak?" tanya Elga.

"Aku gak tau, tapi rencantanya aku mau ke Bandung. Mengunjungi café dan bertemu dengan teman-teman Brotherhood. Sudah lama aku tidak bertemu dengan mereka. Apalagi aku dengar Dewi baru saja melahirkan anak keduanya," jelas Dhika.

"Yahh.... padahal mau ada temen Mommy sama anaknya datang kerumah untuk bertemu kamu," ujar Elga sedikit kecewa.

"Jangan mulai lagi, Mom." Dhika tau apa maksud Mommy-nya itu, karena sudah berkali-kali Dhika dikenalkan dengan beberapa perempuan muda dan cantik, tapi tidak ada yang mampu menggetarkan hati Dhika.

"Dhika, mau sampai kapan kamu seperti ini?" ucap Elga berdiri dan menghampiri anaknya yang berdiri tak jauh darinya. "Umur kamu sebentar lagi sudah mau 32tahun, sudah seharusnya kamu menikah, Nak. Mommy ingin segera menimang cucu!" ujar Elga, selalu seperti ini setiap kali membahas wanita.

"Mom, Dhika udah berkali-kali bilang, kan. Kalau Dhika hanya akan menikah dengan Lita, hanya Lita, Mom! Dan tidak akan ada wanita lain lagi." jelas Dhika dengan masih menjaga intonasi suartanya.

"Tapi Lita sudah pergi 10 tahun yang lalu, dia sudah meninggal, Dhika. Kamu harus menyadari itu." ujar Elga.

"Mom, jangan membuat Dhika melawan Mommy. Aku yakin Lita masih hidup dan akan segera kembali ke sampingku lagi. Mommy tau kan kalau Dhika tidak akan pernah menikah dengan wanita manapun. Ma-na-pun Mom!"

"Tapi sudah 10 tahun berlalu Dhika, dia tidak pernah datang lagi. Sudah Nak, ikhlaskan dia. Dan mulai lah menata kembali kehidupan kamu, bahkan semua sahabat Brotherhood sudah pada menikah dan sudah mempunyai anak. Dewi saja sudah melahirkan anak keduanya.” Elga berusaha membujuk putrtanya yang keras kepala itu. “Mami ingin melihat kamu menikah dan Mami bisa menggendong cucu, sebelum kami pergi. Umur Mom dan Pap sudah sangat tua, Dhika!"

Dhika terlihat menghela nafasnya.

"Keputusan Dhika sudah bulat, Dhika tidak akan menikahi wanita manapun. Hanya Thalita yang akan Dhika nikahi. Kalau dia tidak pernah kembali, maka Dhikapun tidak akan pernah menikah. Dhika akan menghabiskan waktu Dhika dengan mengabdi di rumah sakit" setelah mengucapkan itu, Dhika berlalu pergi memasuki kamarnya, meninggalkan Elga yang masih terus memanggilnya.

Di dalam kamar, Dhika masih berdiri dibalik pintu. Tatapannya kosong menerawang ke depan, tak berbeda jauh dengan hatinya yang kosong dan hampa. "sampai kapan aku harus menunggu kamu" gumam Dhika menghela nafasnya berat.

 

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel