Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

I Know

Ucapan Bibi Kate, benar-benar membuatku merasa bersalah, aku tidak seharusnya menerima kasih sayang Bibi Kate, apalagi dia yang merawatnya selama ini dan menjadi tempat dimana aku mencurahkan segalanya, tapi selalu menyalahkan seluruh kesalahan pada diriku dan mengabaikan kebaikan bibi Kate.

“Nona Giselle, tunggu disini, Bibi Kate memiliki utusan.”

Bibi kate meninggalkan Giselle, dia menatap tajam kearah putranya.

“kita bicara diluar!” 

Bibi Kate menyeret putra sedikit menjauh dari Giselle, mungkin pembicaraan dengan putra akan sedikit menyinggung dirinya.

“Ibu, aku ini putramu, kenapa perlakuanmu padaku bagaikan anak tiri?” Jeno terus mengutarakan rasa kecewanya, kenapa Ibunya bisa menganggap orang lain seperti anaknya tapi putera seperti anak tiri yang dia benci.

“Jeno, kenapa kamu datang kesini? Ibu sudah berkata padamu untuk tidak kesini bukan?”

“Why? Ibu, Karena gadis buta itu?” tanya Jeno, dia sedikit kesal lebih tepatnya merasa tidak adil disini.

“Jeni! Aku mendidikmu tidak untuk mengatakan hal buruk tentang kekurangan orang lain bukan?”

Jeno menghela nafas, dia orang yang tidak mengerti kenapa Ibunya begitu peduli pada gadis itu, bahkan tidak ada anggota keluarganya yang ingin merawatnya tapi kenapa Ibunya begitu bersedia, bahkan tanpa meminta bayaran padanya.

“kenapa Ibu? Katakan apa alasannya? Tidakkah Ibu melihat kondisi Ibu? Aku juga ingin memberi kebahagian di hari tuamu Ibu, memberikan sesuatu untuk membalas setiap hal yang sudah Ibu lakukan untukku, Ibu. Ayo kita pulang.”

“Ibu, Aku punya alasan tersendiri, kamu tidak akan mengerti Jeno, dia butuh Ibu disini dan Ibu ingin bersamanya sampai waktu untuknya percaya pada kehidupannya lagi,”

Bibi Kate, memeluk putranya yang sudah dia pisahkan dengannya selama hampir 18 tahun, saat memutuskan untuk bekerja disini, dirinya benar-benar melepas Jeno pada keluarga Kharafy dan hanya mengirimkan uang saku setiap bulan, sampai akhirnya dia berhasil mendidik putranya menjadi seorang yang hebat. 

“Sampai kapan Ibu? Aku sungguh merindukan Ibu, aku ingin selalu bersamamu, menghabiskan waktu bersamamu.” ucap Jeno, dia membalas pelukan sang Ibu dengan hati yang teramat merindukan sosoknya.

“Aku juga merindukan putraku,” Bibi Kate hanya bisa mengusap bahu sang putra, dia besar tanpa mengenal siapa sosok ibu dan ayahnya.

wanita yang mengambil posisi ayah sejak Jeno kecil, lalu terpaksa menjauh dari dirinya selama bertahun-tahun untuk biayai kehidupannya. “Ibu, Ayo kita pulang, Jeno sudah sukses dan Jeno ingin Ibu menikmati masa tua dengan segala kebahagian yang ingin Jeno bagi.”

Aku sedikit mendengar perdebatan keduanya, rasa bersalah semakin tumbuh dalam hatiku, aku menyesal ketika dulu aku begitu menyusahkan Bibi Kate dan bahkan aku pernah membuatnya hampir menangis dengan sikapku. Aku seharusnya menghargai dirinya, dia seorang yang membutuhkan uang untuk membiayai kehidupan putra dan rela berpisah dengan putranya bertahun-tahun lamanya.

“Jeno, pulanglah,” ucap Bibi Kate, mengatakannya dengan berat hati, Ibu diseluruh dunia ini pasti sangat ingin selalu bersama anaknya dan menghabiskan seluruh hidupnya untuk melihat mereka tumbuh tapi Bibi Kate tidak bisa melakukan itu, dia terlalu menyayangi Keira dan selalu ingin memegang janjinya sampai dia merasa yakin jika dia bisa memenuhinya.

Jeno melepaskan pelukannya, dia menatap wajah sang ibu yang menahan kesedihannya. “Ibu—”

“kamu sudah dewasa, mengertilah Jeno.” 

matanya mengalir saat Bibi Kate mengusap surai putranya, 18 tahun bukanlah waktu yang sebentar apalagi Jeno tumbuh tanpa sosok ayah dan hanya paman yang mengurus dirinya.

“Bibi Kate, maaf aku menyela, kamu bisa membiarkan putra tinggal disini untuk beberapa hari,” ucapku, bagaimanapun juga aku tidak boleh diam di sana, sudah waktunya Bibi Kate merasa kehidupannya yang sebenarnya, menikmati hari tuanya bersama putra satu-satunya, aku yang seharusnya sudah mengerti situasinya.

“aku janji, setelah urusanku selesai aku akan kembali,” tambah Jeno, dia memang ingin meluangkan waktu bersama ibunya yang sudah terlewatkan begitu saja, dia tidak ingin menyesali apapun nantinya, apalagi ketika sang Ibu sudah mulai sakit.

Bibi Kate memejamkan keduanya untuk beberapa detik, dia menatap kearah Giselle dan dirinya yakin jika Giselle mendengar apa yang mereka bicarakan.

“baik, ingat setelah itu kamu harus pulang! Tidak ada penawaran apapun!”

Jeno mengangguk senang, dia mencium kening sang ibu sebelum akhirnya kembali memeluknya lagi. “Terimakasih Ibu, aku sangat menyayangimu!”

“sudah! Lepaskan!” Bibi Kate, meninggalkan putra dan kembali mendekati Giselle.

“Bibi Kate, jika tidak salah hitung hari ini adalah hari bertepatan 4 tahun kematian Orangtua dan Daniel bukan?” ucapku, aku sebenarnya sangat menanti hari ini, mengenakan gaun pemberian Daniel dan memakai cincin pemberiannya.

“Ya Giselle, nanti sore kita akan pergi kesana, sesuatu janji kita kemarin.”

Bibi Kate, mengambil barang belanjanya kembali, dia meninggalkan ruang tamu dimana hanya ada aku dan pria bernama  Jeno itu.

Jeno melangkah mendekati Giselle, dia akan tinggal disini untuk beberapa hari setidaknya dirinya harus mengenal gadis itu bukan? Apalagi dirinya sudah berkata tentang kekurangan gadis itu.

“Namaku Jeno Kharafy, siapa namamu?” Jeno mengulurkan tangan tetap dihadapan Giselle.

“Aku, Giselle Grande, salam kenal Tuan Jeno,” aku melipat kedua tanganku sebagai salam kenal, aku tidak mungkin mencari tangan pria itu, aku tidak yakin dia melakukan hal itu walau aku yakin dia mengulurkan tangan padanya.

“Ya tentu, salam kenal Giselle” Jeno menarik tangannya kembali, tidak seharusnya dia melakukan itu, dia menoleh untuk mengusir kecanggungan dalam dirinya, aneh padahal gadis itu tidak bisa melihat tapi kenapa Jeno harus secanggung ini.

Aku mengambil tongkatku dan mulai meninggalkan ruang tamu, tapi tidak aku sadari jika akan terjatuh karena menyenggol meja. Tapi aku tidak merasa jika tubuhku jauh kelantai melainkan sebuah tangan yang menahanku.

Kenapa aku bersedih? Tangan itu—membuatku ingin menangis. Aku masih belum terbiasa, sentuhan itu seperti Daniel ketika menahanku saat ingin pergi.

Jeno juga tidak tahu kenapa dia begitu sigap saat merasa jika gadis itu akan jatuh, tanpa sengaja tatapan tertuju pada wajah Giselle, ada kesedihan yang tertahankan dari kosongnya mata itu.

“kemana kamu ingin pergi?” lagi-lagi Jeno bertindak tidak sesuai keinginannya, apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya, sang aneh apakah dia simpati dengan gadis buta itu?

Sambil melepaskan tangan pria itu, aku kembali menggenggam tongkat dan kembali menuntun jalan, mendekati Bibi Kate yang seperti akan memasak.

“aku ingin ke dapur menemani Bibi Kate,” ucapku, aku mencoba mengusir agar pria itu tidak berada di sekitarku lagi.

Jeno tersenyum, dia mengambil tangan kanan Giselle, melingkarkan tangan gadis itu di tangannya dan menuntun ke tempat yang dia inginkan.

“Tunggu! Apa—yang kau lakukan?” aku terkejut sampai tongkat digenggamanku terlepas, ini jarak yang begitu dekat dengannya, aku sampai menoleh ke arah pria itu.

“menuntunmu? Aku juga ingin melihat Ibuku,” ucapnya.

Aku hanya bisa diam, aneh karena biasa yang melakukan itu Bibi Kate, kini aku tidak bisa berpikir dengan baik, aku juga tidak tahu tapi mungkinkah dia?

Lembaran paper yang minta untuk aku ambil?

Sebuah kisah baru untuk cerita selanjutnya?

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel