Bab| 9
Gilbert bisa melihat betapa tersiksanya hatinya dari tatapan mata, rapuhnya perasaan ketika bola mata Inzel berkaca-kaca, wanita itu hanya diam, tatkala ia menindihnya dengan memandang penuh haru.
Bibir Gilbert hendak mencium kembali, namun suara bel berbunyi, lelaki itu pun berdiri mengepalkan tangannya kuat-kuat membuka pintu dan langsung memberikan tonjokan kasar, "pergilah! sudah kubilang pergilah!"
"Apa kau gila? memukul bodyguard mu sendiri?" Farro memegang bekas tonjokan yang diberikan Gilbert.
Gilbert memijat keningnya sendiri merasa bersalah, "astaga aku tidak tahu jika itu kau, ayo masuklah!"
Teringat sesuatu bahwa wanita itu belum memakai baju, hanya memakai kaos miliknya yang tak senada dengan tubuh Inzel ditambah boxer.
Gilbert menahan pergelangan tangannya untuk menahan Farro, yang ingin masuk, "tunggulah sini! ayo cepat berikan bajunya!"
Farro pun menuruti nya memberikan hasil belanjaan yang baru saja ia beli karena Gilbert menyuruhnya, Gilbert juga memerintah agar tidak masuk terlebih dahulu dan menunggu di luar.
Diberikan satu kotak entah apa isinya dengan terbungkus sebuah tas, "baiklah pakailah ini!"
Lengan-lengan kekarnya ingin mengendong Inzel kembali, namun ditahan oleh Inzel, "tidak, aku bisa berjalan."
"Kau yakin?" Tanya Gilbert.
Inzel pun berdiri dari sofa, sedangkan Gilbert hanya tertawa melihat tubuh kecilnya memakai kaos dengan boxer miliknya, sungguh wanita ini seperti anak hilang 100 tahun lampau.
Wanita itu berjalan membelakangi nya, "emm tunggu." membuat Inzel berbalik badan dan memasang wajah datarnya.
"Ya," balas Inzel dengan lembut.
"Siapa namamu?"
"Rinziel Finty, tapi kau bisa memanggilku Inzel." ucap Inzel lalu melanjutkan langkah kakinya.
Gilbert menganggukan kepalanya berulang kali dan terus memanggil nama Inzel, Inzel, Inzel dari bibirnya.
Suara bel dari luar memecah lamunannya, oh ia dia hampir lupa bahwa Farro di depan menunggu.
Membukakan pintu apartment disusul Farro yang masuk dan langsung mengambil peralatan obat untuk pereda nyeri di wajahnya.
"Kau semakin kuat setelah bercinta ya kawan." Ucap Farro dengan menempelkan beberapa cairan dingin di hidungnya.
Gilbert pun yang mendengar nya tertawa terbahak-bahak, "hanya reflek."
Niatnya adalah memberitahu siapa wanita bernama Inzel itu tapi Gilbert memikirkan kembali rencananya, lebih baik waktu lain saja lebih mendalam dan tentu empat mata.
Seorang wanita berkulit putih tanpa alas kaki berjalan keluar dari kamar dengan wajah polosnya, tak ada riasan di wajahnya namun wajah khas imutnya itu sungguh menggemaskan.
Gilbert yang asal mula melihat Farro mengobati lukanya sendiri menjadi diam tak berkedip ketika harus beradu pandang dengan wanita itu.
Bagaimana tidak tertegun, ia memakai dress maroon yang mengingatkan dirinya dengan Khansa mantan kekasihnya, terlebih itu adalah warna favorit nya.
"Aku tahu kau mengingat Khansa, tapi ayolah Gilbert, kawanmu ini sudah berusaha membuatmu lupa, aku sengaja membelikan warna merah agar bayangan mu berpindah pada wanita itu," Farro yang sedikit melirik dan berbicara dalam batinya.
Farro selalu ingin melihat Gilbert melupakan Khansa, bahkan segala apapun cara itu, tapi apakah ia mengerti bahwa ulahnya benar atau tidak?
"Kau sangat cantik," puji Gilbert terus memandangi Inzel.
"Terimakasih tuan, tapi saya pikir saya harus pulang ke apartemen saya," Inzel mencincing alas kakinya di tangan kiri.
Oh ya? Pulang? Setelah melihat kejadian yang dilihat kemarin, bolehkah Gilbert membiarkan wanita itu pulang?
Inzel terus berjalan hingga tepat melewati Gilbert, namun tangan Gilbert menahan, "tidak! kau tidak boleh pulang kau harus bersamaku."
Gilbert dengan cepat menyuruh Farro mempersiapkan mobilnya, sedangkan Inzel masih tak bisa bergutik karena lelaki disamping menahannya.
~****************
Suasana di luar sangat cerah dengan suhu yang tidak panas ataupun tidak terlalu dingin, langit pun bewarna biru muda sungguh sangat indah untuk dipandang.
Gilbert mengajaknya untuk menaiki kereta gantung namun hanya terisi oleh dirinya dan Inzel.
Sangat terlihat bagaimana indahnya melewati di atas lautan dan hutan-hutan yang terjulang melekat dari alam.
Tubuh Inzel bergetar, tangannya menempel erat pada kaca transparan di depan, "tenanglah Inzel kau aman bersamaku." Ucap Gilbert dengan menumpuk kembali punggung tangannya.
"Maaf tuan."
"Gilbert,namaku Gilbert, jangan memanggilku tuan."
"Maaf Gilbert, namun kita tidak seharusnya berada disini berdua," kata Inzel.
Pria itu membalikan tubuh Inzel dengan pelan, dirapatkan tubuhnya menempel pada Inzel, "lalu apa kau fikir aku menidurimu itu adalah hal yang seharusnya?"
Gilbert mampu merasakan hembusan nafas wanita didepan menjadi cepat dan tidak teratur sama halnya dengan detak jantungnya, entah perasaan apa ini, apakah ini arti ia bisa melupakan Khansa?
"Maaf aku sudah bersuami." Inzel mencoba lepas dari pelukan itu.
"Tapi suamimu menjual mu.. apakah itu yang bisa kau sebut suami? Lelaki melindungi istrinya, bukan menjual tubuhnya." tutur kata Gilbert terus memandangi mata nya walau Inzel mencoba tidak memandang.
Jemari jempol Gilbert bermain di bibir Inzel, tangan satunya beralih pada punggung dan mengelusnya, "jadilah milikku.. aku akan melindungi mu."
"Kumohon antar aku pulang!" rengek Inzel karena ditempat ini sungguh membuat otaknya tak bisa mencerna dengan baik.
"Baiklah, namun kau harus memikirkan ini ketika sampai di apartemen." Gilbert pun tersenyum dan tangannya menyisiri rambut Inzel.
**********
"Jika membutuhkan bantuan, naiklah di atas, aku ada disana." ucapnya lalu Inzel keluar dari lift dijawab dengan anggukan.
Tak terhitung berapa puluh kali Gilbert mengajaknya agar tetap bersama, namun Inzel hanya menolak dan terus menolak.
Wanita itu memasuki kamar apartement, dan syok melihat kondisi apartemen saat ini seperti kapal pecah.
Ia memungguti seluruh Putung rokok yang berserakan, menyapu debu yang ada di bawah, mengambil sprei ranjangnya dan menggantinya dengan yang baru, tak lupa menyemprotkan bau wangian di seluruh sudut ruangan.
Inzel juga menata selimut diletakan di bawah marmer untuk tempat tidurnya nanti, menata tempat tidur membuat ia mengingat perlakuan Gilbert kepadanya, lain dengan Earnest yang menyuruhnya untuk tidur di lantai.
Ia juga berjalan di dapur membersihkan apa yang dibersihkan dan memasak mini porsi untuk dirinya, karena percuma memasak untuk Earnest, suaminya tidak ingin memakan masakan Inzel.
"Earnest." ucap Inzel ketika melihat suaminya keluar dari kamar mandi.
"Ya pelacur?" Balas Earnest.
Inzel mendekati dengan pelan melepas celemek yang dipakai, "jika sebuah hubungan rumah tangga bisa bertahan, mengapa tidak Earnest... bagaimana aku akan menjelaskan kepada Grandma nanti."
Earnest hanya tersenyum menarik tubuh istrinya dengan kasar di pelukanya, "aku tidak ingin mempunyai istri pelacur."
"Tapi dirimu yang membuat ku merasa bahwa seolah-olah aku pelacur Earnest, seharusnya kau merasa berdosa atas tindakanmu."
Earnest tertawa menjambak rambut Inzel, didekatkan bibirnya tepat di mata Inzel, "aku tidak merasa berdosa, aku justru bahagia karena kau merasakan apa itu sakit, apa itu tekanan, apa itu kesedihan, bagaimana rasanya hubungan yang mengapung, dan penyesalan."
"Itulah... itulah yang aku rasakan saat aku menikahi pelacur semacam kau." teriaknya dan mendorong tubuh Inzel.
Kepala istrinya pun terbentur meja kaca, "awh." tangan Inzel menahan rasa sakit di kepala.
******
Gilbert memandangi foto Khansa yang dibelakang, ia memeluk foto itu dengan mesraz "apakah kau menyebutku menghianatimu jika aku berpaling dari wanita lain sayang?"
"Dan aku sudah meniduri nya, kau bisa berkata aku bejat, bajingan, brengsek, apapun itu."
Ia mencium foto kenangan bersama Khansa, lalu di letakan kembali, mata Gilbert berpindah memandang langit-langit kamar, "Khansa katakan padaku.. ini cinta yang tumbuh.. atau cinta yang hilang."
Gilbert mencintai Khansa namun saat ini alam mereka berbeda dan sangat jauh, sedangkan kehadiran Inzel dalam hidupnya memberi pandangan tersendiri baginya.
Jika memang hatinya memiliki perasaan terhadap Inzel itu artinya titik-titik cinta di antara mereka telah tumbuh, namun ia juga harus mengakui bahwa bendungan cinta yang tersusun rapi untuk Khansa akan sedikit berubah, jadi ini cinta yang tumbuh? Atau cinta yang hilang?
______________________________________
