Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab| 8

Earnest menginjakkan kakinya di bawah lantai yang baru saja bangun dari tidurnya, "aw," kaki yang tak sengaja menyentuh percahan atom kecil yang sudah hancur.

Ternyata itu adalah percahan kecil dari ponsel milik istrinya yang sudah mati total, "menganggu saja," Earnest pun mengambil dan meletakan nya di tas yang kebetulan sudah terbuka di atas meja.

"Dimana si pelacur itu? Sasar tidak berguna." Ejek Earnest merendahkan.

Dering ponsel Earnest bergetar, ternyata itu adalah telpon dari Farro, hati Earnest menjadi ketakutan... apakah masih ada yang perlu di bayar? Apakah pelacur itu tak bisa melayaninya dengan baik?

"Earnest? Apakah ini kau? Wanita yang kau kirim kemarin sedang berada di apartemen paling atas." suara Farro dari telpon.

"Apartemen paling atas?" Tanya Earnest.

"Ya, dia bersama tuan Gilbert Gustavo, bisakah kita berbicara."

"Baiklah nanti akan kutemui," ucap Earnest.

Earnest pun menutup ponselnya, "sekali pelacur memanglah tetap pelacur, bahkan dia mencari pemuas sex nya dengan menghampiri lelaki itu lagi." umpat Earnest asal bicara tanpa mengetahui faktanya.

Sedangkan Farro pun menelpon Earnest untuk membicarakan hal yang penting, ia bisa melihat sedikit tanda perhatian dimata temanya, sekaligus Gilbert berkata bahwa jangan sampai ada lelaki yang menyentuhnya, satu hal yang patut di pertahankan oleh Farro, andai saja wanita itu tidak Virgin tak mungkin Farro melangkah sejauh ini, namun ini berbeda wanita itu memang masih virgin dan Gilbert lah yang pertama kali menyentuhnya walau tetap saja definisi nya sebagai wanita penghibur.

Segera Farro bersiap untuk menuju apartemen LAMENDA .

***********

Tubuh wanita itu sudah sedikit lebih baik dari sebelumnya, ia merasakan ada jemari menyentuh punggungnya, hembusan nafas yang melambat, dan gerakan detak jantung yang kini tepat di wajahnya, tunggu, siapa dia?

"Lepaskan aku! siapa kau?" Inzel memandang seluruh ruangan dan kini ia berada di kamar, matanya mengintip di balik selimut betapa kagetnya bahwa tubuhnya benar-benar bugil kali ini.

"Kau?" Inzel memukul lengan Gilbert agar terbangun dari tidurnya.

"Kau sudah bangun? Apakah kau baik-baik saja?" Lelaki itu memundurkan punggungnya bersender disopong sebuah bantal di belakang.

"Dimana pakaianku? Katakan dimana aku sekarang?" Teriak Inzel histeris.

"Kauu di apartemenku, pakaianmu sudah bau, jadi aku memandikanmu." Gilbert pun menjawab dengan jujur.

Mengeratkan selimut putih itu di tubuhnya, "apa? Memandikanku? Jangan bilang bahwa dirimu yang me-" ucap Inzel terpotong.

"Ya, aku yang melepas semua pakaianmu." Gilbert beranjak berdiri membelakangi tubuh wanita itu karena tahu bahwa wajah malunya sudah terlihat, tak ingin menambah malu ia pun berpura-pura tak melihat.

Gilbert pun menelpon Farro untuk membeli beberapa pakaian wanita, terpaksa Farro yang sudah hampir sampai pun berbalik arah menuju butikk wanita.

Tak ada suara setelah perdebatan kecil itu, lelaki itu pun menoleh dan melihat bahwa wanita itu sedang menangis di atas ranjang, ia mendekatinya dan duduk sedikit menunduk.

"Aku meminta maaf karena pernah melukaimu... Tapi percayalah itu diluar kendaliku." Gilbert menarik dagu Inzel dengan pelan.

Wanita itu meneteskan air matanya. "Bolehkah aku meminjam uang padamu, aku berjanji aku mengembalikannya."

"Tidak perlu meminjam, katakan apa yang kau butuhkan?" tanya Gilbert pelan .

"Aku akan pulang dan menemui ibuku, menceritakan semua yang terjadi."

Belum selesai pembicaraan antara keduanya bel apartemen pun berbunyi, "baiklah tunggulah sebentar." Gilbert berdiri dan berjalan menuju pintu.

Membuka pintu apartemennya dan melihat Earnest yang sudah berada di depan pintu, "maaf jika ini menganggu, bisakah kau memberitahu dimana wanita itu?"

Ia pun mengerti siapa wanita yang ia cari, namun apakah ia memiliki hak untuk membuatnya tidak menemui nya? Tentu tidak....

"Ya.. dia di dalam kamarku." ucap Gilbert.

"Sekali lagi maaf menganggu waktumu, namun saat ini diriku benar-benar ingin menemuinya saat ini juga."

"Baiklah masuklah dan tunggulah di sini." Gilbert menyuruh untuk duduk di sofa.

Gilbert mengambil sebuah kaos miliknya yang berukuran besar dan memakaikannya di tubuh Inzel, dan sebuah boxer diletakan di ranjang untuk dipakainya sendiri, "pakailah ini, setidaknya ini yang bisa kau pakai, ada bos mu mencarimu."

"Bos? Aku tidak punya bos." Ucap Inzel.

Ia pun menggendong Inzel ala bridal style, "hai aku bisa berjalan, lepaskan."

"Earnest." ucap Inzel dalam hati melihat Earnest yang sudah menatapnya sangat tidak suka.

"Turunkan aku!" Bisik wanita itu namun Gilbert tak bergeming, ia malah selesai mengendong nya dan didudukan tepat di hadapan Earnest.

Earnest berpura-pura tersenyum, lain dengan Gilbert yang meninggalkan nya memberi pembicaraan yang lebih privasi.

"Good... Good... Kau sangat menjijikan," Earnest mendekatinya.

Wanita itu sama sekali tak menatapnya, membuang arah pada tv Led yang besar, "aku tidak ingin melihat wajahmu."

"Akan secepatnya aku mengurus surat perceraian kita... Cerai...cerai.. cerai.." teriak Earnest dengan menangkap dagu Inzel, wajahnya berpapasan sangat dekat.

Earnest tak sengaja teriak, ia lupa bahwa sekarang dirinya berada dimana, teriakan kata-kata cerai itu mampu terdengar oleh Gilbert yang sudah berusaha tidak mendengarkan nya, ia pun berbalik badan segera menghampirinya.

"Hentikan! jadi kau suaminya?" Gilbert Menarik kera baju Earnest agar menjauh dari wanita itu.

"Ya... Tapi aku akan segera menceraikannya.. secepatnya.. secepatnya..aku tidak Sudi mempunyai istri seperti dia." Ucap Earnest menunjuk wajah Inzel.

Gilbert menghantam wajah Earnest sangat keras, "keluarlah! Kau sangat keterlaluan." digeret tubuh Earnest dan dilempar begitu saja di depan pintu, lalu menutup pintu itu dengan sangat keras.

Hembusan nafas Gilbert menjadi kian menderu tak teratur, ia berjalan membuka sebuah laci dimana isi didalamnya adalah sebuah pistol Lalu mengambilnya dan berjalan mendekati wanita masih membisu di atas sofa.

"Jadi kau istrinya?" Kaki Gilbert berlutut tunduk di hadapannya.

Ia hanya mengangguk, "iya." Segelintir air mata jatuh dari pelupuk mata Inzel.

Gilbert menyodorkan pistolnya, memberikan pada tangan Inzel agar wanita itu mengambilnya, ditancapkan tepat pada jantung hatinya, "ayo bunuhlah aku! sekarang! Bunuhlah aku sekarang! matikan jiwaku, redupkan kedua mataku jika itu mampu membuatmu lega." Ucap Gilbert meremas jemarinya dengan kuat-kuat.

"Tidak, aku tidak bisa membunuhmu, ini bukan kesalahanmu tapi ini adalah ulah suamiku sendiri." Jemari Inzel melepas gagang pistol yang cukup berat itu .

"Kau istrinya? Dia suamimu? Lalu aku menidurimu? Tapi mengapa kau virgin?" Gilbert menaikan tubuh Inzel duduk berdampingan disebelahnya.

"Dia tidak menginginkan pernikahan ini, dia berkata bahwa aku harus menandatangani sebuah bisnis untuk datang di apartemen namun kejadian di luar dugaan ku.. sangat diluar dugaan ku." Balas Inzel bersedih.

Lelaki itu telah membuat goresan luka yang tak biasa, bahkan tak semua wanita akan mampu melewati masa terkelam seperti ini.

Tangan Gilbert mengelus setiap inci rambut Inzel, menciumnya dengan selembut mungkin menenangkan isi hatinya, wanita itu hanya memejamkan mata begitupun dengan Gilbert.

Inzel hanya diam, diamnya menyisahkan seribu pikiran yang bercampur aduk.

"Kau tidak akan pernah menyesal karena telah memberikan kehormatanmu pada lelaki yang tepat, kau murni namun aku menodaimu, karena aku telah menodaimu maka aku akan membuat jiwamu merasa bahwa kau tidak pernah ternodai olehku.. apakah kau paham?" Bisiknya setelah cumbuan kecil yang diberikan Gilbert.

Kau telah menjatuhkannya di tanganku, lalu aku menangkapnya dengan ketidaksengajaan, dan selanjutnya.... Kau akan mati di pelukanku.

______________________________________

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel