Pustaka
Bahasa Indonesia

Stained Purity

25.0K · Ongoing
Hes_Re
29
Bab
6.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

kau telah berstatus istri namun kau masih VIRGINITY, lalu apa yang kau rasakan jika suamimu menjual MAHKOTAMU sendiri? perempuan manapun tak menginginkan itu semua bahkan semut sekalipun, bukankah suami melindungi dan menjaga kehormatannya? "kau tidak mencintaiku..aku mengerti ..tapi aku istrimu .. setidaknya perlakukan diriku dengan layak." ~RINZIEL FINTY"Aku tak pernah menganggap mu sebagai istri, dimataku kau hanyalah pembantu bagiku itu saja...dan satu lagi, kau juga seorang pelacur... jangan harap aku menyentuh tubuhmu.. aku sama sekali tidak Sudi," ~Earnest AddisonUntuk apa mempertahankan jika salah satu ingin berpisah, ibarat menggenggam angin yang takkan pernah bisa.

One-night StandPerceraianRomansaBillionaireRevengeIstriFlash MarriageMenyedihkanDewasaBaper

Bab 1

AUTHOR POV...

AMERICAN WASHINGTON DC.

Dengan sangat sakral selesai sudah pernikahan antara gadis cantik bernama Rinziel Finti biasanya dipanggil Inzel oleh orang terdekatnya.

Baju putih yang menyapu seluruh karpet menjadikan nya seperti putri dongeng dalam sebuah novel atau film yang pernah di ceritakan.

Semua tertawa, semua bersulang menikmati jamuan berderetan di atas meja ditutupi taplak putih sentuhan bunga tulip.

Tapi tidak dengan gadis ini... hatinya membutuhkan lebih dari oksigen untuk menolongnya agar bisa bertahan setelah ini.

Megahnya gedung, indahnya gaun yang ia kenakan, mahalnya semua perhiasan yang menempel pada kulit putihnya takkan bisa membuat orang berfikir bahwa harga dirinya kini di ambang oleh sebuah bencana.

"Apa yang kamu fikirkan," ucap nenek-nenek berkisaran berumur 70 mendekatinya dengan membawa tongkat sebagai bantuan berjalan.

"Nothing Grandma," Inzel tersenyum.

"Kau sangat cantik,"Puji Grandma.

Lelaki berahang keras yang memiliki mata securam jurang pun meliriknya dengan memegang segelas minuman dengan tatapan tak suka.

Meletakan gelas yang ia pegang dan menghampiri kedua nya. "Grandma... bisa tinggalkan kami berdua," ucap Earnest sembari memeluk Inzel dihadapan nya.

Grandma pun mengangguk lalu berbalik badan berjalan pelan menjauhi jarak antara cucunya.

"Kau sudah memancing emosiku... kau biarkan pernikahan ini terjadi.... Maka jangan lupakan satu hal... dan jangan menyesal atas apa yang telah terjadi," ekor matanya menatap penuh ketegasan.

"Aku sudah berusaha.... namun tak ada pilihan," balas Inzel.

Selesai acara pernikahan mereka pun berkumpul...

Mencium pipi kanan dan pipi kiri meminta doa agar selamat di tempat tujuan.

Disitu sudah ada Grandma, dan kedua orang tua Inzel yang menangis.

Hari ini mereka berdua akan pergi ke tempat bulan madu sekaligus tempat baru baginya yang akan ia tinggali.

"Ingat Earnest, di Miami, Grandma berharap kau bisa mengurus usahamu dengan baik, dan jagalah istrimu sebaik mungkin, dia adalah anak yang baik," Grandma terus meneteskan air matanya.

"Okey," balas singkat Earnest.

Mengandeng tangan Inzel berpura-pura mesra dan melaju ke tempat selanjutnya.

~

MIAMI

mereka sudah berada di sebuah apartemen, tak ada sapaan, tak ada yang memulai pembicaraan.

Rinziel yang takut sedangkan Earnest yang memang sengaja untuk tidak berbicara dengannya.

Di depan cermin berukuran besar, Gadis itu duduk di depan cermin menyisir rambut, sedangkan Earnest duduk di ranjang dengan membolak-balik sebuah majalah.

Berdiri dengan rasa was-was dan duduk di ranjang.

"Turun," ucap Earnest dengan suara bariton nya.

"Apa?" Inzel menyaut.

"Aku bilang turun," ucapnya sekali lagi .

"Aku ingin tidur, bukankah ini kamar kita?"

Earnest Meringkus selimut, mengambil 1 bantal dan 1 guling di lemparnya di bawah.

Menarik lengan Inzel dengan kasar dan menjatuhkan tubuhnya, "kau tidur di bawah,"

Gadis itu melihat ada sebuah sofa ia pun ingin tidur di sofa jika tidak dibolehkan tidur di ranjang.

Meringkus semua yang ada di bawah dan di naikkan di sofa.

"Siapa yang menyuruhmu tidur di sofa? Kau tidak dengar bahwa aku menyuruhmu tidur disini," tangannya menunjuk arah bawah lantai.

Tak menjawab, Inzel, malah meneruskan nya menata selimut di atas sofa.

Earnest mendekatinya dan menarik lengannya, "kau membantah ucapanku,"

"Aku tidak mau tidur di bawah, itu sangat dingin," Inzel Mencoba melepaskan dirinya sendiri.

"Aku yang berhak disini, jadi turuti perintahku," Earnest melempar kembali sprei nya di bawah lantai.

Tak ada pilihan, Inzel pun memunguti dan menata nya seperti membentuk tempat tidur.

AC yang sangat dingin, lantai pun terasa sedingin es ketika tubuhnya bersentuhan dengan marmer itu walaupun sudah di tutupi selimut.

Earnest dengan santainya berbaring di atas ranjang ukuran king size nya.