Bab| 7
Wanita itu berjalan keluar dari apartemen, sedangkan Earnest hanya menyalakan rokok dan duduk santai di balkon.
Tak ada gunanya tinggal ditempat neraka hidup seperti ini, menyakitkan hati, menguras emosi yang sudah melampaui batas.
Ting...
Lift yang sudah di tunggu Inzel terbuka, lagi-lagi ia menabrak seorang lelaki dan kejadiannya sama persis yaitu ia melingkarkan tangannya tepat di pinggang seperti saat beberapa hari lalu.
Mata Inzel sangat pusing, namun buramnya mata Inzel masih bisa menerawang bahwa lelaki itu adalah kemarin yang mengambil kesuciannya.
"Lepaskan aku.... Setidaknya bahwa aku menjauh dari takdir mengutukan ini," ocehan Inzel yang mulai ngelantur.
Farro yang berada di sampingnya hendak membantu nya namun dicegah Gilbert, "biar aku yang mengurusnya,"
Sebenernya tujuan Gilbert di apartemen ini memang menemui Earnest, untuk bertanya tentang gadis yang menemaninya semalam, bahkan Gilbert sudah bertanya di resepsionis atas nama Earnest Addison itu tinggal di kamar nomor 275, saat sudah sampai tepat di lift dimana kamar itu berada, tiba-tiba orang yang ia cari kini malah tepat dihadapannya dan sedikit tidak sadarkan diri.
Farro pun melanjutkan lift nya di kamar paling atas yaitu kamar paling spesial karena memang khusus dirancang untuk Gilbert Gustavo si pemilik.
"Bawa aku pergi," ucap Inzel hingga ia pingsan di dekapan Gilbert.
Gilbert tak tinggal diam, segera menggendong Inzel ala bridal style, "hai..are you okey?" ucap Gilbert melihat Inzel sudah menutupkan kedua mata.
Ia terus mengendong wanita itu dipelukanya tanpa merasa lelah hingga benar-benar sampai pada kamarnya yang berada di lantai atas.
Memasuki kamar apartemen, ditidurkan tubuh Inzel dengan perlahan, bagian tubuh Inzel serasa panas karena demam, bagaimana tidak sakit baru saja ia pulang dari lelaki yang tak ia kenali lalu Earnest melakukan hal itu kedua kalinya tanpa perut yang terisi?
"Astaga cepat panggilkan dokter," ucap Gilbert di tujukan kepada Farro, Farro pun mengangguk mengerti.
Tak lama kemudian, Dokter pribadi Gilbert pun memeriksa dan mengatakan bahwa saat ini kondisi dari nona Inzel sangatlah lemah dan membutuhkan banyak istirahat.
"Dia tidak bisa berjalan beberapa hari ini, kuharap jangan terlalu keras jika ingin melakukan sebuah hubungan intim," Ucap sang dokter.
Hati Gilbert menjadi sangat panas dan nyeri mendengarkan, begitupun Farro yang ingin pura-pura tak ingat atas perihal apa yang dibuatnya karena memasukkan obat pil Viagra.
"Baiklah terimakasih," dokter pun pergi setelah menerima sebuah lembaran cek dari Gilbert.
"Kosongkan semua jadwal ku, aku ingin menemani nya," Gilbert mengambil mini kursi sofa dan duduk di samping kasur.
Seolah wanita itu harus berada dalam pengawasan nya untuk sementara waktu, melihat wajah Inzel yang polos sungguh sangat tidak membosankan.
"Aku akan menunggumu diluar," Ucap Farro.
"Pulanglah, Aku bisa atasi ini sendiri," Farro pun menuruti perintah Gilbert.
Gilbert berlari di dapur memasak sedikit bubur untuk orang sakit, sangat mudah membuatnya karena bubur itu sudah tersedia dalam serbuk instan, kebetulan ia menyimpan bubur instan itu di dalam kulkas.
Ia menyuapi dengan telaten walau mata wanita itu belum terbuka sepenuhnya, setidaknya sesuap atau tiga sendok sangat diperlukan.
Gilbert mengelitik kecil punggung Inzel agar merasa geli dan membuka mata, "ayo kau harus makan,haii" Gilbert terus berusaha untuk membangunkan Inzel.
Begitu telaten Gilbert memaksa bibir Inzel agar terbuka, "egghh," Inzel yang sedikit tersedak.
Seluruh bubur yang berantakan di bibir Inzel dibersihkan dengan jari Gilbert tanpa ada rasa jijik sama sekali, "baiklah cukup,"
Jam sudah menunjukan 4 sore, lelaki itu binggung harus memandikan nya atau tidak, sejenak Gilbert menimang jawaban, "baiklah kau harus mandi," salah benar itu urusan belakang bagi Gilbert.
Gilbert mengendong Inzel di dalam bathtub air hangat, melepas semua pakaiannya tanpa mencoba melirik yang ia buka dan menahan nafsu yang ada pada dirinya, begitupun Gilber melepas semua pakaian dan ikut masuk kedalam bathub.
Ia mengambil shampo di tuangka dirambut Inzel, mencucinya lalu membilas dengan lembut.
Gilber memandikan dengan sangat hati-hati, "selesai," ucap Gilbert dengan memeras rambut Inzel agar tidak terlalu basah.
Digendong kembali tubuh wanita itu naik di atas ranjang, "astaga aku tak punya pakaian wanita," ucap Gilbert berbicara sendiri karena tak mungkin memakaikan pakaian yang tadi karena sudah bau dan kotor.
Gilbert mengacak lemari, mencari sebuah kaos namun terhenti mendengarkan sebuah suara, "dingin ..dingin," ucap Inzel pelan.
"Apakah aku salah memandikannya?" Gilbert segera memegang keningnya dan suhu Inzel sangatlah panas.
"Sial mengapa jadi begini," Gilbert segera mencari remote AC, dimatikan AC kamar itu.
"Tidak... ini ruangan tidak ada ventilasi, tidak mungkin," mau tidak mau AC pun harus tetap menyala.
Tubuhnya semakin mengigil dan terus menggigil, "baiklah aku akan menghangatkan mu,"
Gilbert menaiki ranjang dan tidur disebelahnya, "maaf jika ini kurang ajar, tapi aku tidak akan macam-macam,"
Dipeluknya tubuh Inzel, didekatkan di dada bidangnya, tak lupa sebuah selimut melilit di kedua tangan Gilbert, mengelus helai an rambut Inzel, "tidurlah, aku akan seperti ini hingga kau terbangun,"
_____________________________________
