Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab | 11

2 bulan kemudian...

Keluarga besar Earnest berkumpul di ruang tamu rumahnya, disana sudah ada Grandma, Inzel dan kedua orang tua Inzel.

Wanita itu menangis menghadap sebuah kertas yang isi di dalam surat tersebut adalah surat perceraian dengan Earnest.

Tangan Inzel memegang tisu mengelap matanya yang basah akibat tangisannga dengan sesenggukan, "maafkan aku Grandma, aku tidak bisa mempertahankan rumah tanggaku."

Kedua orangtua Inzel menepuk pundak Inzel menenangkan, sedangkan Grandma hanya memandang tajam cucunya Earnest dengan tatapan tak suka.

"Ayo! cepat tanda tangani surat perceraian ini!" teriak Earnest.

"Kauu terlalu egois, bukalah mata batinmu, lihatlah perempuan yang menangis di hadapanmu ini Earnest! kau sudah menyia-nyiakan itu." Grandma mengoceh namun tidak terlalu keras karena suaranya mengecil akibat efek usia.

Earnest mengambil bulpoin dan dipaksakan masuk dalam jemari Inzel, "ayo cepat! kau kan yang memintanya cerai, aku juga tidak Sudi punya istri pe-"

"Earnest!" teriak Inzel menangis keras, takkan ia biarkan Earnest membongkar aib nya di depan keluarg, itu sungguh memalukan, benar-benar memalukan.

Selama ini tak ada yang mengerti betapa tersiksanya Inzel, di Miami berhari-hari tidur di lantai, tak ada perhatian seorang suami pada yang seharusnya ditunjukkan pada istri.

Inzel menyembunyikan keadaan pahit itu, bahwa ia pernah dijual oleh suaminya sendiri, sampai saat ini Grandma dan orang tuanya pun tak mengetahui.

"Sudah ayo Inzel tanda tangani ini!" paksa sang ibu dengan menyodorkan bulpoin.

"Jangan berteriak di hadapan putriku, dia akan menandatangani surat itu." ayah Inzel pun berdiri hendak memukul Earnest namun istrinya menghentikan itu semua.

"Sudah.. sudah." tegur ibu Inzel.

Memegang bulpoin saja tangan Inzel kian bergetar, air mata terus menetes di bola mata wanita itu, di sekujur tubuhnya keringat saling menetes.

"Earnest hentikan ini! atau kau akan menyesal." teriak Grandma lagi-lagi mengingatkan Earnest.

Inzel menarik napas dalam-dalam, disentuh tinta hitam di atas kertas putih bermaterai lalu membuat coretan  tanda tangannya.

"Bagus... sekarang kita sah bercerai." Earnest mengambil kembali surat itu dan pergi meninggalkan mereka semua.

Lemas, tubuh wanita itu lemas, disenderkanya kepalanya di pundak sang ibu, "maafkan aku ibu."

"Tenanglah Inzel... ini bukan salahmu." mengelus rambut putrinya dengan lembut.

"Aku yang memang meminta nya bercerai ibu, Grandma kumohon maafkan, aku tidak bisa menepati janjiku." Tangis Inzel begitu menderu.

Jika ada akibat tak mungkin tak ada sebab, Grandma percaya bahwa Inzel melakukan ini ada sesuatu hal yang telah terjadi, ia pun ingin menelisik ke dalam dan mengapa sampai seperti ini.

"Kau anak yang baik sayang." puji Grandma ditunjukkan pada Inzel.

****************

"Aku tidak menyangka ada suami yang tega menjual istrinya sendiri." ucap Farro memijat kepalanya sendiri seakan tak percaya.

"Aku menginginkan nya Farro, bisakah kau membantuku?" Gilbert menatap mata Farro seolah mengintimidasi.

"Dengan senang hati, tapi apakah kau tidak terluka mengingat bahwa bisa saja suaminya itu menyetubuhinya?" Tanya Farro.

Gilbert mengepalkan tangan, "tidak Farro, dia berkata bahwa tidak menginginkan pernikahan itu, jadi aku yakin tidak, lagipula aku yang mengambil keperawanan wanita itu." Ucap Gilbert sedikit pusing memikirkan Inzel dan Inzel.

"Aku bertanya, bagaimana itu terjadi?" ulang Farro membuat Gilbert semakin pusing.

"Tak masalah.. aku akan tetap menjadikan dia milikku, akulah yang mengambil kehormatannya, aku akan membangun kembali kehormatannya."

Farro tersenyum melihat Gilbert seperti ini, ia juga berterimakasih kepada Inzel telah melancarkan rencananya, tetapi rasa bersalah akibat masalah pil itu masih terputar di benak Farro sampai detik ini.

______________________________________

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel