Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

#Capter 5: Soleha Si Pencuri Hati (Liburan Nyambi Ke Rumah Mbah Yut)

Akhir pekan:

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

الَّذِيْ جَعَلَ لَـكُمُ الْاَ رْضَ فِرَا شًا وَّا لسَّمَآءَ بِنَآءً ۖ وَّاَنْزَلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً فَاَ خْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّـكُمْ ۚ فَلَا تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَا دًا وَّاَنْـتُمْ تَعْلَمُوْنَ

allazii ja'ala lakumul-ardho firoosyaw was-samaaa-a binaaa-aw wa angzala minas-samaaa-i maaa-ang fa akhroja bihii minas-samarooti rizqol lakum, fa laa taj'aluu lillaahi angdaadaw wa angtum ta'lamuun

"(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu, janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui." (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 22)

قُلْ يٰعِبَا دِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوْا رَبَّكُمْ ۗ لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوْا فِيْ هٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَاَ رْضُ اللّٰهِ وَا سِعَةٌ ۗ اِنَّمَا يُوَفَّى الصّٰبِرُوْنَ اَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَا بٍ

qul yaa 'ibaadillaziina aamanuttaquu robbakum, lillaziina ahsanuu fii haazihid-dun-yaa hasanah, wa ardhullohi waasi'ah, innamaa yuwaffash-shoobiruuna ajrohum bighoiri hisaab

"Katakanlah (Muhammad), "Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu." Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan Bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." (QS. Az-Zumar 39: Ayat 10)

(Sumber: Al-quran Indonesia)

Tanah longsor terjadi di kawasan Puncak semalam. Hal ini mengganggu arus lalu lintas hingga kemacetan parah mengular dengan radius 4 kilometer. Rojali membunyikan klakson karena tidak sabaran, hasilnya pengendara minibus di depannya ikutan panas, tak pelak cekcok mulut pun sempat terjadi.

"Bang, jangan gitu ah, kita di situasi yang sama! Bisa-bisa Abang adu jotos nanti!" pinta Laila sedikit ketakutan.

"Dia nyolot juga sih!"

Bu Fulanah menoleh lalu berkedip pada Laila.

"Huh! Pengen liburan tapi berakhir penyesalan! Tadi mendingan tiduran saja di rumah!" Rosita menyilangkan tangan lalu membenahi posisi duduknya agar lebih nyaman.

Jarum jam menunjukkan pukul 12 siang pada pergelangan tangan Bu Fulanah, artinya sebentar lagi waktu zuhur tiba tetapi situasi seolah terhenti di tempat.

"Kita tayamum," instruksinya selaku orang tua.

"Sholatnya gimana, Nyak?"

"Ya di mobil, masa di atap? Sudah, jangan banyak alasan kamu."

Entah doa siapa yang dikabulkan Allah Ta'ala, setengah jam kemudian kendaraan lajur kiri bisa bergerak meski sangat-sangat lambat.

Liburan kali ini bukan sekadar rekreasi, melainkan juga mengunjungi Mbah Buyut. Sudah lama keluarga Bu Fulanah tidak menengok keadaan beliau.

Mbah Yut duduk berselunjur di dipan bambu depan rumah pagarnya. Hamparan kebun teh selalu saja menjadi penyejuk, pelepas penat, dan penyegar pikiran usai beraktivitas ringan.

Junet mengemudikan minibus sesuai instruksi Bu Fulanah. Ternyata rumah Mbah Yut benar-benar di pelosok desa dan agak jauh dari tempat rekreasi yang nantinya mau mereka tuju, paling tidak waktu tempuhnya sekitar 1,5 jam, benar-benar butuh usaha lebih.

"Kemana lagi nih?"

"Tuh udah kelihatan," tunjuk Bu Fulanah.

"Innalillahi.... Orang setua itu ditinggal di tempat seperti ini?"

Rosita refleks mencubit pundaknya.

"Aw! Apaan sih bocil? Sakit!"

"Jangan sembarangan bicara! Itu keinginannya sendiri!"

"Iya nih Bang Rojali, alur kisahnya nggak seperti yang Abang pikiran. Fitnah itu namanya...." sungut Laila.

Mereka pun tiba. Mbah Yut memastikan sejelas-jelasnya siapa yang parkir sembarangan di halaman gubuknya tersebut.

Bu Fulanah turun disusul Laila, Rojali, kemudian Rosita. Mbah Yut masih belum begitu jelas akan sosok tamu agung itu hingga Sayuti Fulanah alias Bu Fulanah menyebut namanya.

"Mak! Assalamualaikum!"

"Allahu Akbar! Nduk cah ayuku! Wa'alaikum...!"

Singkatnya.....

Satu sendok bubuk kopi dan dua sendok gula pasir dituangkan ke dalam gelas bening bermotif bunga warna-warni. Tertatih, Mbah Yut mengambil ceret besi dari atas tungku. Kala Air mendidih dia tuangkan, serta-merta aroma kopi menyeruak hingga ke luar pagar,

"Diminum, Nak. Maaf, Si Mbah cuma punya ini.. Kalau Anak mau, boleh petik rambutan sesuka hati. Per kilonya cuma 10 ribu."

Rojali yang tadinya berbunga-bunga jadi kecewa berat, "Emak sama anak benar-benar tidak jauh beda sifat dan tingkat lakunya," pikirnya. Kalau dia punya dana lebih, sudah pasti bakalan beli sangu di rest area tadi.

"Nah (panggilan Bu Fulanah) bantu Ibu masak spaghetti, sudah pahit lidahku dari semalam!"

Rojali curi-curi pandang sambil menyeruput kopi panasnya, mau menggeleng artinya dia meremehkan nenek tua itu, dipendam dalam dada tapi pasti membuncah juga kala di rumah. Hadew... Ternyata cassing benar-benar tidak boleh dijadikan patokan zaman sekarang.

.............

Setelah tarik-ulur yang sangat-sangat alot, Mbah Yut akhirnya bersedia ikutan tinggal di kota hanya untuk sementara waktu, meski masih teka-teki apa pemicu utamanya. Dia begitu ramah terhadap Rojali bak ibu kepada anak menantunya. Kini Mbah Yut duduk di samping kemudi, dia senang celoteh tuanya ditanggapi Rojali.

"Oh.. Jadi lukisanmu sudah tembus luar kota?"

"Ya, Mbok. Tapi baru beberapa dan tidak seberapa juga hasilnya."

"Ucapkan alhamdulillah saja, toh nanti Allah SWT bakal menambahkan yang lebih besar dari saat ini."

"Ya, Mbok. Maafkan Rojali."

"Idih sok imut!" celetuk Laila.

Bersambung.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel