Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

#Capter 4: Dendam Kesumat Mak Kunti (Rombongan Anak Dari Jakarta)

Tiba-tiba Zamir mengangkat kedua betisnya, hendak dikatakan hal terakhir namun nasihat Mimi Milea mencekal lisannya untuk berkata-kata. "Aku pamit kalau gitu. Assalamu'alaikum."

"Ente kenapa sih, Zam? Tumbenan bersikap snewen sama orang? Apa... Sifat dulu itu kambuh lagi?" gumam Amar sepeninggalnya.

Angkringan Mimi Milea...

Sekelompok anak muda cekcok mulut hingga keributan kecil terjadi. Hampir-hampir mangkuk bakso melayang bebas pada wajah Badrun, namun Mimi Milea mampu mencegatnya.

"Istigfar lu semua! Cuma masalah sepele di besar-besarkan sampai mau tumpah darah di angkringan gue!" tunjuknya satu per satu pada Badrun, Diki, Duloh, dan Yani. "Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Rajanya manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia."

"Mi, ada yang pesan soto Betawi tuh."

Mimi Milea menoleh pada putri bungsunya, "Ya deh, tunggu bentar lagi."

Lea mengangguk malas kemudian berbalik menjauh.

Rombongan anak dari Jakarta tiba di parkiran Pantai Raskin. Satu per satu turun bus bersama bawaan masing-masing. Mereka merentangkan tangan lalu menarik napas panjang. Inilah camping yang diharapkan Joni, Mitha, Lila, Joko, Gisel, dan Anwar. Kepenatan dalam lingkungan asrama kampus hampir-hampir saja membuat otak mereka soak sebelah.

"Sasaran tuh," senggol Tuyul.

"Mata gue masih rabun, jadi lu aja yang goda malam ini..."

"Payah lu, Ring. Urusan pribadi harus dikesampingkan demi kejayaan umat."

Juring kembali membenahi matanya berkali-kali. Diputarnya kanan dan kiri hingga rasanya lumayan pas, "Ok, deh. Lu goda cowoknya, gue goda cewek-ceweknya..." tukasnya bangkit dari bongkahan batu karang lalu berjalan menuju kumpulan anak kuliahan itu.

Tak banyak kegiatan malam ini, para mahasiswa cuma mendirikan tenda dan bakar-bakaran sosis dikarenakan rasa lelah usai berjam-jam didalam bus.

Mitha memperhatikan punggung Joni yang tengah membenahi kobaran api unggun, hal ini seketika kepergok si Juring. Bocah dedemit itu cukup terlatih hingga tidak butuh waktu lama mendapat ide menyesatkan bagi bidikannya, "Oh, itu kedemenan lu? Ok, gue bantu supaya apa yang lu dambakan tercapai malam ini juga..."

Provokasi cinta yang terpendam terus digaungkan si Juring. Kalimat sesat syarat nikmat membuat tubuh Mitha memanas, rasa ingin memeluk Joni tiada tertahan hingga kedua kakinya bergerak mantap seolah terkena guna-guna.

"Jon, butuh bantuan?"

Joni menoleh lalu melemparkan senyuman sama seperti yang sudah-sudah. "Nggak ada, cukup duduk di samping gue nih di sini sebagai penjaga."

Joni kemudian memilih dua bilah besi yang bakal ditancapkannya...

"Bagus, Mith... Responnya bagus... Teruskan langkah selanjutnya sampai reaksinya tambah positif padamu," hasut Juring. Syetan itu pun meniup pinggiran api unggun hingga sebilah abunya menempel pada hidung Joni.

"Ih, apaan tuh?"

Joni kebingungan, "Apaan?"

Satu jentikan kilat meluncur pada ujung hidungnya.

"Thanks deh... lu yang paling the best, Unyil."

"Apaan, sih!"

"Ya nanti kan kalau sampai dilihat cewek-cewek bisa hilang pesona pentolan Universitas Nusa Raya 3 ini..."

Mitha tersenyum lebar, namun hatinya merutuk. Kini panggilan "Unyil" atau "the best" tak elok lagi. Dia menginginkan dianggap sama seperti wanita pada umumnya: cantik, menarik, feminin, dan pantas untuk diperhatikan.

"Kenapa? Ngelamunin gue?"

"Mimpi, lu. Gue bukan cewek yang sama seperti yang ngejar-ngejar elu, Dodol!"

"Wudih, siapa yang dikejar-kejar? Nggak ngerasa tuh. Lagian mereka ngejar gue lantaran tugas, bukan urusan rasa atau cinta..."

Mitha manggut-manggut, dia menganggap itu cuma bualan belaka, tapi harapan takkan ada wanita lain yang nyantol di hati sang arjuna kian menyesakkan dadanya.

3 tahun lalu...

Mitha mendapati Joni bangkit dari kolam renang. Tubuhnya atletis dengan otot yang mengagumkan. Wanita berambut keriting itu mulai merasakan suka. Siapa yang mengira di balik tubuh jangkung Joni tersimpan otot yang kekar? Jika gadis-gadis tahu, mereka pun pasti semakin terpikat.

"Jon, tipikal cewek idamanmu kayak apa sih?"

"Good Mitha, inilah gadis pemberani...." gumam Juring.

Joni tidak menoleh, tetap fokus memasang pilar pada kedua sisi api unggun, "Cerdas, tangkas, baik, nggak ngebosenin, mau diajak susah, dan..."

"Dan?"

"Dan nggak mata duitan!"

"Gue banget," batin Mitha, "tapi kalau cerdas...? Sial!"

"Cewek lain yang sial, Mith, bukan kamu. Mereka memikat Joni dengan kelebihan itu padahal nggak sepadan dengan kebaikanmu selama ini." Hasutan yang berefek besar dari Si Juring.

Kebencian perlahan hinggap pada jiwa Mitha. Ditatapnya sekumpulan para gadis. Rasa benci itu pun tersemat pada sahabatnya Lila dan Gisel

..............

Mak Kunti terbang bebas mengikuti ke mana pun Zamir melangkah. Tidak cukup kejadian kala di musholla tadi baginya.

"Masya Allah, Zamir. Mau ke mana, Nak?" Pak Sueb menegur penuh antusias.

Zamir tersenyum.

"Bapak barusan dari angkringan ibumu, kirain kamu sudah di sana bantu-bantu."

"Tafakur sekalian tahajjud barusan."

"Artinya kamu sempat tidur ya?"

"Ya, tadi pas di pelataran masjid. Nggak sadar."

"Alhamdulillah kalau gitu. Mending sekarang temui ibumu, barusan insiden kecil kejadian lagi."

"Astagfirullah. Maunya apa mereka? Ke sana makan atau adu gaya adu otot sih?"

Cukup sulit menangani perkara orang lain, jika saja tidak terjadi di tempat ibundanya, ada juga keinginan untuk mengabaikan. Ia garuk-garuk jidat tanda berpikir keras, "Ya sudah, Pak Sueb, saya ke sana dulu. Terima kasih informasinya."

"Sama-sama, Nak Zamir. Assalamualaikum."

"Wa'alaikum salam."

...........

Obrolan renyah Joni dan Mitha mengundang kecemburuan Lila. Dia pun mendekat kemudian duduk tepat di samping Joni tanpa jarak.

"Ganggu lu, Lil!" tegur Mitha disertai wajah kesal.

"Idih, tumben sewot gitu! Biasanya kita kumpul bareng!"

"Iya, tapi gue lagi bahas masalah pribadi....!"

Lila tertawa mengejek, "Apaan sih? Sok penting banget lu sekarang! Situasi yang lu terangkan barusan cuma teruntuk orang yang punya jalinan cinta!"

"Stop, bro... Woles.... Kita best friend forever. Kecemburuan sosial tidak sepatutnya ada, ok?"

"Si kriting itu yang bermasalah!"

Mitha melotot...

"Ini kedua kalinya lo, Jon, dia bersikap seperti ini!"

Pernyataannya membuat Mitha bangkit kemudian melayangkan segenggam pasir.

"Aw! Sial lu, Mith!"

Lila mengucek kedua matanya berkali-kali sambil bangkit tertatih-tatih.

Teman-teman mereka panik, sebagian cuma nyinyir, sebagiannya tepuk tangan, dan segelintir lagi kecewa berat geleng kepala.

"Hahaha! Jagoan kelas kakap!"

Sorakan Juring disambut antusias Mitha Anjani. Si gadis baik nan bijaksana lenyap tiada meninggalkan jejak....

Joni kecewa bukan kepalang, bukan karena matanya perih atau kecemburuan Mitha, namun langkah minusnya dalam menghadapi perkara ini.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel