#Capter 6: Dendam Kesumat Mak Kunti (Nafsu)
Masalah tak mungkin terjadi jika keinginan buruk tidak dilibatkan. Kecemburuan dalam percintaan tidak bisa dihindari, dibutuhkan perasaan dan sikap yang dewasa untuk menghadapinya. Semua orang menginginkan yang terbaik untuk hidupnya, termasuk pasangan, karier, dan hubungan sosialnya. Maka jadilah yang terbaik untuk orang yang kamu cintai.
.................
Lili mendapat perawatan dari tim medis universitas. Saat ini ia ditempatkan di tenda perawatan khusus. Matanya sangat merah sehingga sulit dibuka.
"Aku akan membalas gadis bodoh itu atas perbuatannya!"
"Hentikan! Fokus pada matamu. Kamu pikir kamu tidak lebih bersalah dari Mitha?"
Seketika Prisilia terdiam. Jika Rosaria kesal, lalu siapa yang akan mengobatinya?
Rosaria memeriksa kornea dan kelopak mata Lili di bawah cahaya terang menggunakan kaca pembesar dengan bantuan Serafina.
"Teteskan sedikit pewarna ke matanya, semoga goresannya tidak terlalu parah...
Seharusnya kau tidak mengucek matamu sejak awal, Prisilia..."
"Aku tidak menyadarinya... Aduh!"
“Beri aku antibiotik topikal,” pinta Rosaria lagi.
Langkah terakhir, ia memberikan obat nyeri dan radang lalu memintanya istirahat.
Senja keesokan harinya....
Dua orang laki-laki datang ke gua Raskin untuk meminta sesuatu. Sesaji dan dupa menjadi atribut utama yang mereka bawa. Wowo (Genderuo) duduk di singgasana seolah-olah dia memiliki kekuatan, dan kemudian permainan lama pun dimulai.
Laki-laki di sebelah kanan menyusun sesaji kemudian menusukkan dua batang dupa yang menyala.
Anwar berjalan lurus ke utara mencari ranting untuk membuat api unggun. Tanpa disadari, dia sudah berada di mulut gua. Aroma dupa tersebut menimbulkan tanda tanya di benaknya, “Kenapa ada bau seperti ini?”
“Kalau penasaran, masuklah ke dalam,” ucap Tiren yang kini bersandar santai di ambang pintu gua sambil menyilangkan tangan.
"Tidak, lebih baik aku mengajak orang lain..." kata Anwar. Nyalinya tak sebesar rasa penasarannya saat ini.
Sementara itu di dalam gua...
"Saya mohon Pak Sueb dirugikan Yang Mulia. Beliau adalah saingan terberat saya saat ini dalam pemilihan kepala desa..."
Wowo mengangguk, "Saya mengerti..."
Mendengar perkataan Wowo tanpa bisa melihat wujudnya, pria itu merasa puas.
Wowo memberikan nasehat yang aneh dan menyesatkan, “Ambil dua helai rambutnya dan oleskan kotoran ayam. Ucapkan kalimat ini sebelum menguburnya di halaman lawanmu..."
Firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَآءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِا للّٰهِ فَقَدِ افْتَـرٰۤى اِثْمًا عَظِيْمًا
innalloha laa yaghfiru ay yusyroka bihii wa yaghfiru maa duuna zaalika limay yasyaaa, wa may yusyrik billaahi fa qodiftarooo isman 'azhiimaa
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 48)
Joni dan Anwar menyelidiki dari jarak dekat, keduanya dikerumuni anak-anak Genderuo dan Kuntilanak seperti sedang menonton pertunjukan.
"Saya telah kembali!" seru Mak Kunti gembira. “Ternyata ada pengunjung baru?”
Tuyul berbalik, "Pengunjung lama, Ma. Dia ingin Pak Sueb menderita."
................
Mak Kunti ikutan duduk di samping suaminya. Ia merogoh kantung berisi tulang belulang ayam sisa tetangga sebelah rumah Zamir. Decakannya mengundang keinginan sang anak untuk mencoba namun masih menahan diri...
"Hee'eemmm... " sendawa Mak Kunti.
"Minta dong, Ma... " ujar Juring memohon.
"Bau amisnya sampai ke hidungku, Ma! Mama dosa lo jika tak bagi-bagi... " sambung Tuyul cengengesan.
Tak tega atas permintaan mereka, Mak Kunti pun melempar tulang-belulang ayam tersebut menggunakan tangan kirinya.
Bak anak anjing tiga bocah setan itu mengunyah, memperebutkan, bahkan sisa-sisanya yang tercecer di atas tanah mereka jilati...
"Sebenarnya mereka bodoh atau pura-pura bodoh?" bisik Anwar terhadap kelakuan dua pria tersebut.
"Ikhtiar, tapi instan... " balas Joni mengejek.
Tiba-tiba bulu kuduk Anwar merinding, Wewe Gobel tengah mengerjainya dengan meniup-niup tengkuknya berkali-kali, "Ih, apa ini....?"
"Diamlah, nanti kita ketahuan!"
Anwar meneliti sekitaran gua di belakang punggungnya namun tak ada apapun. Wewe Gombel itu menjilati pipi serta telinganya dan ini menimbulkan ketidaknyamanan pria pendek nan gembul tersebut, "Kita pergi saja, Jon... "
"Sebentar lagi, momen yang ku tunggu belum terjadi... "
Pak Darta dan Samiaji bersujud syukur sebagai tanda penghormatan terakhir. "Bagus, bagus!" kata Joni puas. Tiba-tiba Anwar lari terbirit-birit karena tak tahan lagi. Sang sahabat makin tenggelam dalam hasratnya untuk mencari tahu lebih jauh tentang praktik politeisme itu. Wewe Gombel merasa tertarik, ia mengamati seluruh bagian tubuh Joni, lalu mengendus dan mengikuti ke mana pun lelaki itu pergi.
"Ini bisa jadi bahan penelitianku, mantap! Rejeki takkan pergi ke mana pun, Joni...!" katanya puas. Pada malam kedua, pukul 22.30 WIB:
Wewe Gombel menjelma menjadi Lili dalam mimpi Joni. Lili tampak seksi menari sensual hingga mereka bergulat...
"Jon, Joni bangun!"
Joni malah tengkurap, persis seperti dalam mimpinya...
"Ya ampun, Joni!" bentak Anwar lagi...
"Lili... ah...!"
"Lili? Apa maksudmu?" Anwar tak tinggal diam dengan kelakuannya. Ia menuang setengah botol teh hingga Joni terhuyung berdiri.
"Sudah puas dengan Lili?"
Joni membelalakkan matanya takut. Ia membekap mulut Anwar tanpa ampun, "Omong kosong! Tutup mulut kotormu, ya?!"
Anwar berusaha melepaskan diri, tetapi kalah telak.
"Kau sebarkan ke orang lain, aku tak akan memaafkanmu!"
Anwar Satya mengacungkan jempol tanda setuju, tetapi akhirnya meminta penjelasan tentang apa yang baru saja dialami sahabatnya itu.
"Aku juga tidak tahu," kata Joni sambil menggaruk-garuk kepalanya. Tahukah kau, di hatiku inisial Prisilia tak pernah muncul." "Apa kau lupa salat?
Sebaiknya kau salat dulu sebelum tidur. Setan bisa dengan mudah masuk ke dalam mimpi seseorang jika kita tidak melindungi diri dengan doa..."
"Aku sedang haid....."
"Sialan, kamu! Aku serius..."
"Minta ampun kepada Allah Ta'ala sebelum terlambat... Jangan seperti setan dan antek-anteknya yang sombong di hadapan Sang Pencipta..."
"Kamu terlalu serius, kawan..." canda Joni Anwar kemudian meninggalkan tenda untuk berbaur dengan yang lain.
Pagi itu dingin dan menusuk, tetapi sangat sejuk dan menenangkan. Cahaya lentera yang berasal dari perahu nelayan di laut lepas perlahan menghilang, hal ini diabadikan oleh para siswa. Ucapan syukur yang lembut diucapkan sesuai dengan keyakinan pribadi masing-masing....
..........
Suara kokok ayam Pak Sueb menandakan fajar telah lewat dan matahari mulai muncul. Diam-diam Samiaji mengambil secuil kotoran ayam sesuai perintah Pak Darta. Aksinya ini nyaris ketahuan oleh anak pemilik ayam itu jika saja tidak memberikan alasan yang tepat...
Sarah menceritakan kejadian itu kepada ibunya. Mendengar hal itu, Diana mengira Samiaji hanya ingin mencuri ayam, tetapi itu sangat tidak mungkin karena Samiaji dianggap orang yang cakap dan merupakan ajudan Pak Darta, pemilik tanah di desa ini...
“Benarkah dia tidak membawa apa-apa?”
Sarah menggeleng polos.
“Ibu jadi tidak enak hati...”
Firasat Diana sangat kuat. Ketenangan pikirannya terusik sepanjang hari.
