#Capter 3 : Soleha Si Pencuri Hati (Si Mbak Rose)
"Jamu kuat, Rose."
"Gue jamu pelangsing."
"Sekalian paketnya Bang Tukul, biar efeknya cepat sesuai harapan." Sambil menuangkan jamu dari botol ke dalam gelas mini, Mbak Rose menawarkannya.
"Tapi dompet gua kagak bisa diandalkan, Rose..."
"Ya dikumpulin pelan-pelan terus beli deh jamunya, betul kan bapak-bapak?"
"Betul!"
Minum jamu Rose memang berefek sangat besar, usai ditenggak sekali minum, seluruh badan bugar kembali.
"Makasih ya, Rose. Besok datang lagi ya?"
"Siap, Bapak Susan. Tapi jangan lupa bayarannya..."
Si bapak-bapak serempak mengeluarkan uang nominal 5 ribuan dari dompet lecek masing-masing.
Mbak Rose melanjutkan perjalanan ke pengkolan arah rumah baru Soleha. Dari kejauhan nampak Akmal baca koran di kursi bambu estetiknya di teras rumah dengan dua pohon mangga mengapit yang menjulang tinggi.
Rose sebisa mungkin menyembunyikan rasa dalam hatinya meskipun sulit. Ia mengatur napas, gerak tubuh, dan suara sebelum berkata-kata menjajakkan jamu gendongnya.
"Jamu-jamu bapak-bapak! Jamunya bikin sehat-bikin tubuh jadi semangat!"
Akmal menoleh.
"Bang Akmal, jamu beras kencurnya masih ada."
Rose tidak memberi pilihan lain bagi Akmal. Ia mendekat lantas serta-merta menurunkan bakulnya tanpa bisa dicegat.
Akmal segera menengok ke dalam memastikan istrinya tidak mengetahui kedatangan Marlin Munrose, "Segelas saja, Rose...."
"Ya, saya tahu. Nggak usah diperingatkan juga masih ingat, Bang..."
"Astagfirullah....." batin Akmal.
"Bang?" tegur Soleha.
Deg!
"Neng Soleh juga mau?"
"Nggak, aye masih kuat-masih segar, kagak mungkin loyo masih tengah hari gini."
Soleha mengibaskan serbet di tangan kanannya ke pundak Akmal, "Lunch-nya sudah siap. Masuk yuk, Beb."
Mulut Rose seketika miring ke kiri mendengar panggilan itu. Ia merasa gadis desa semacam Soleha tak pantas pakai-pakai bahasa gaul apalagi lulusannya cuma tamatan SMA.
Di tiap pelataran rumah warga pasti ada saja sekelompok ibu-ibu bergosip ria. Nggak jarang pula tiap yang lewat jadi bahan empuk, tiada terkecuali Mbak Ros.
"Mbak Rose!" Gibahar melambaikan tangan.
"Apes!" batin Mbak Rose. "Mau jamu Mbak?"
"No Mbak Yu. Aye udah minum susu UHT full cream barusan, tapiii, situ dari rumah pengantin baru? Si Roh Alus pasti nggak beli kan? Dia gimana sikapnya sama Mbak? Ketus? Atau pura-pura bloon kayak biasanya?"
Senyum Rose perlahan memudar, "Biasa aja dia. Tapi yah tadi lumayan ketus. Namanya aja Bang Akmal kan calon saya dulu!"
Gibahar tiba-tiba mengangkat tangan kirinya seraya diputar-putar. Dia sengaja supaya Mbak Rose menyadari gelang emas baru kreditannya, padahal itu juga cuma KW 2, "Udah jam segini, Mbak, saya buru-buru takutnya rawon Si Mbah habis duluan."
"Dipersilakan Mbak Gib!"
Keduanya komat-kamit nyumpahin satu sama lain kala saling membelakangi. Gibahar nyumpahin bakul Mbak Rose melorot terus jatuh berhamburan, Mbak Rose nyumpahin Gibahar nyungsep ke parit biar encok satu bulan.
.................
Ustad Syam mengintruksikan para jamaah merapikan dan merapatkan saf. Takbir terucap merdu dan keheningan seketika menyeruak.
" بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
bismillaahir-rohmaanir-rohiim
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
al-hamdu lillaahi robbil-'aalamiin
الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
ar-rohmaanir-rohiim
مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ
maaliki yaumid-diin
اِيَّا كَ نَعْبُدُ وَاِ يَّا كَ نَسْتَعِيْنُ
iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin
اِهْدِنَا الصِّرَا طَ الْمُسْتَقِيْمَ
ihdinash-shiroothol-mustaqii
صِرَا طَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّآلِّيْنَ"
shiroothollaziina an'amta 'alaihim ghoiril-maghdhuubi 'alaihim wa ladh-dhooolliin
"Aaamiin."
" اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِا لدِّيْن
a ro-aitallazii yukazzibidiin
فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِي
fa zaalikallazii yadu''ul-yatiim
وَ لَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَا مِ الْمِسْكِيْنِ
wa laa yahudhdhu 'alaa tho'aamil-miskiin
فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّيْ
fa wailul lil-musholliin
الَّذِيْنَ هُمْ عَنْ صَلَا تِهِمْ سَاهُوْنَ
allaziina hum 'ang sholaatihim saahuun
الَّذِيْنَ هُمْ يُرَآءُوْنَ
allaziina hum yurooo-uun
وَيَمْنَعُوْنَ الْمَا عُوْنَ
wa yamna'uunal-maa'uun
"Tu kan masbuk lagi kita!"
"Baru dimulai, nggak boleh nahan buang hajat, kan?"
Roni segera menyusul jamaah yang lain di saf ke-10. Emang sih nahan hajat hukumnya makruh.... Tapi kalau sudah merasa "pengen," harusnya disegerakan untuk "dibuang."
"Allahu Akbar!" Imam bertakbir kemudian ruku.
"Samiallahuliman hamidah..... Allaahuakbar."
Selang 5 menit:
"Assalamu'alaikum warahmatullah... Assalamualaikum warahmatullah..."
Maling tempo hari kembali beraksi, kali ini sasarannya sandal jepit. Tidak peduli sandal jepit usang ataupun baru dibeli, yang penting dia dapat cuan supaya encok pinggulnya segera kelar.
"Apes! Telat gue!"
Buru-buru dia sembunyi sebelum kepergok, akibatnya maling sontoloyo itu malah ngumpet di tempat wudhu kaum akhwat.
"Apes-apes banget kali ini! Kenapa sholatnya cepat banget sih? Ayatnya yang panjang sedikit dong, Ustad! Huh!" Rambutnya diacak-acak dan kerah kaos oblongnya digigit-gigit hingga melar.
"Siska! Ngapain kamu di sini!?!"
"M-pok Mumun..." Siska terkejut bukan main, terlebih karena yang menangkapnya adalah istri Babe Miing.
"Ngapain?"
"Oh, itu, saya mau wudhu, Mpok."
Mpok Mumun jadi curiga, masa dia tidak tahu kalau tempat wudhu ini adalah bagian akhwat?
"Hmmm, seriusan kamu?"
"Cius, masa saya bercanda urusan sholat?"
Bu Mumun pun bertolak pinggang,
"Wudhu di sebelah sana, buruan sebelum pikiran saya jadi negatif sama kamu."
"Makasih, Mpok, tapi jangan bilang siapa-siapa ya? Takutnya saya dituduh kembali jadi kaum Nabi Luth."
"Ya, saya bakal tutup mulut, buruan gih. Saya juga mau wudhu."
Terdengar desahan tangis dari saf terakhir di pojokan kiri, sebagian jamaah mencari-cari sumber suara itu. Mereka takjub pada kekhusyuan Siska alias Suparno yang tengah tersedu sambil bersujud.
"Ya Allah... Tolong lain kali jangan digagalkan lagi usaha hamba. Hamba cuma pengen beli salep karena tidak tahan nahan encok, besok-besok hamba bakal usahakan di tempat lain, bukan di rumah-Mu yang suci ini... Please Ya Allah... dikabulkan ya..." dalam hati Siska mengucapkannya.
"Masya Allah... Hidayah masuk pada siapa tidak bisa ditebak," ujar H. Darwiah mengangguk-angguk.
"Saya coba husnudzon juga deh, Pak Aji."
"Maksud Haji Basuki?"
Ustad Syam melanjutkan ceramahnya.
"Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِذَا جَآءَكَ الْمُنٰفِقُوْنَ قَا لُوْا نَشْهَدُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُ اللّٰهِ ۘ وَا للّٰهُ يَعْلَمُ اِنَّكَ لَرَسُوْلُهٗ ۗ وَا للّٰهُ يَشْهَدُ اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ لَـكٰذِبُوْنَ
izaa jaaa-akal munaafiquuna qooluu nasy-hadu innaka larosuululloh, wallohu ya'lamu innaka larosuuluh, wallohu yasy-hadu innal-munaafiqiina lakaazibuun
"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, "Kami mengakui, bahwa engkau adalah rasul Allah." Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta."
(QS. Al-Munafiqun 63: Ayat 1)
اِتَّخَذُوْۤا اَيْمَا نَهُمْ جُنَّةً فَصَدُّوْا عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اِنَّهُمْ سَآءَ مَا كَا نُوْا يَعْمَلُوْنَ
ittakhozuuu aimaanahum junnatang fa shodduu 'ang sabiilillaah, innahum saaa-a maa kaanuu ya'maluun
"Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-Munafiqun 63: Ayat 2)
"Pak Ustad! Saya boleh tanya?"
"Silakan, Mas Suparno."
"Mm.... Kapan dosa manusia betul-betul tidak diampuni?"
"Saat nyawa sudah di tenggorokan dan kala matahari mulai terbit dari barat. Ada lagi, Mas?"
"Kira-kira neraka itu ada berapa tingkat, Pak Ustad?"
"Tujuh tingkat, Mas Suparno, dan tiap tingkatan dihuni orang-orang berdosa dengan dosa yang berbeda."
"Tapi.... Tapi ada remisinya kan, Pak Ustad?"
"Ya, orang mukmin pasti masuk surga usai dihukum. Tiap perbuatan pasti ada ganjarannya, baik itu kebaikan ataupun kejahatan.. Allah tiada lupa dan aniaya terhadap semua hamba-hamba-Nya."
"Pak Ustad."
"Silakan, Bang Junet."
"Kira-kira hutang di dunia bisa diampuni Allah Ta'ala tidak?"
Ustad Syam kemudian membenahi sarung abu-abunya, "Utang pada sesama manusia harus dilunasi dan tidak ada hal apapun yang bisa meringankannya. Kecuali jika si penghutang sudah mengikhlaskan atau ada pewaris yang bersedia membayarkan."
"Alhamdulillah."
"Kenapa, Net?"
Junet menengok ke samping kanan, "Cuma nanya hukumnya saja, Pak Bokir. Takutnya kan kalau salah satu dari Ibu-ibu itu jiun, ane kan jadi gampang ngurusinnya."
"Bukan bini gue kan?"
Pak Bokir jadi panas sendiri, dia tersinggung lantaran tahu sang istri sering ngebon pepaya California kedemenannya.
"Ya sudah, bapak-bapak sekian dulu ceramah kali ini, kita sambung besok malam. Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh!"
"Wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh!"
Semua jamaah beranjak dari duduk masing-masing. Pak Bokir buru-buru menyamperin Siska buat kasih perhitungan....
Puk!
Siska melotot.
"Gara-gara elu gua jadi kebagian malu, Sis! Lain kali jamaah di masjid sebelah!"
