Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 5: MERASA DIPERBUDAK

Aku meninggalkan hotel kemudian kembali ke rumah dengan wajah babak belur. Entah sedang menunggu aku kembali atau memang hanya kebetulan saja. Kulihat Luna berada di luar rumah. Dia langsung berdiri dan berlari melihat kedatanganku. Luna buru-buru memapah dan membantuku duduk di sofa di dalam rumah kontrakannya. Tersirat kekhawatiran pada wajah wanita berhidung bangir ini.

“Apa yang terjadi, Ril? Kamu kok jadi kayak copet ketangkep warga gini?” tanya Luna. Tangannya sibuk memasukkan bongkahan es batu ke dalam waslap untuk menyeka memar memar di wajahku.

“Aduh, aduh!” ringisku.

“Tahan dikit! Bonyok semua gini. Ada apa, sih?” tanyanya lagi.

Aku kemudian menceritakan semuanya yang terjadi, termasuk kekecewaanku karena Sophia mengambil cek senilai 50 juta rupiah itu dariku. Kemudian bisa kulihat raut wajah penuh kemarahan Luna usai mendengarkan penuturan dariku.

“Apa!? Sophia merampasnya?” Aku mengangguk. “Nenek lampor sialan! Kenapa dia melakukan hal sekeji itu, itu adalah uang untuk menyelamatkan nyawa seseorang!” murka Luna mengumpat kesal pada bosnya yang tentu saja tidak ada di tempat ini bersama kami.

Membanting waslap, gadis itu tiba-tiba bangkit dan berjalan cepat ke kamarnya. Tidak lama kemudian dia keluar dengan sebuah ponsel di tangan. Setelah itu dia tampak menelepon seseorang yang kutebak itu adalah Sophia.

“Halo! Mbak Sophia!” serunya.

“Nggak usah berteriak, aku masih bisa mendengar suaramu,” jawab Sophia dari dalam telepon yang bisa kudengar dengan begitu jelas.

“Mbak, bapaknya Boril beneran harus dioperasi karena kecelakaan. Bisakah Mbak—” Belum selesai Luna bicara, Sophia terdengar menyambar begitu saja.

“Nggak usah ngomongin duit orang kalau kamu sendiri belum bisa bayar utangmu ke aku. Bayar dulu utangmu, baru kamu berani bicara....”

Sophia berhenti bicara setelah terdengar bunyi tut tut dari dalam telepon yang diputuskan.

Luna tampak begitu kecele dan canggung padaku. Dia kemudian menghampiriku dan duduk di sebelahku. Suaranya rendah dan lembut meminta maaf padaku. Entah apa yang harus ku maafkan darinya. Semua ini bukan salahnya. Gadis itu awalnya hanya berbaik hati ingin membantuku mendapatkan solusi biaya operasi untuk bapak.

Kendati demikian, gadis itu sepertinya jadi tak enak hati padaku karena, yaaah! Semuanya sekarang jauh panggang dari api.

“Ril, sorry banget. Tadinya kupikir udah kasih solusi yang tepat buat kamu. Jadi, kamu bisa bayar biaya operasi bapak kamu segera. Aku nggak menduga kalau Sophia orang yang kelewat keji sampai nggak peduli perkara nyawa orang. Aku benar-benar minta maaf, Ril,” ucapnya penuh rasa bersalah padaku.

“Nggak usah merasa bersalah, Lun. Ini semua di luar rencana. Aku tahu kamu berniat bantuin aku. Terima kasih,” jawabku.

Namun, sepintas kemudian aku ingat kata-kata Sophia di telepon tadi soal Luna yang masih berhutang kepada Sophia. Rasanya tidak bisa tahan untuk tidak bertanya. Mungkin bisa mengalihkan topik pembicaraan jadi dia melupakan rasa bersalahnya padaku.

“Ngomong-ngomong, tadi Sophia bilang kamu berhutang padanya. Kok, bisa?” tanyaku.

“Masalah lama, Ril. Aku ditipu orang,” jawabnya diselingi dengan senyuman getir di bibirnya yang dipoles liptint mengkilap.

“Aku siap mendengarnya, Lun,” ucapku.

Luna menerawang ke langit-langit, mengambil beberapa tarikan napasnya sebelum kemudian dia menceritakan masa lalunya.

Ternyata pengakuan awal dirinya yang bekerja di perusahaan bukan omong kosong. Luna benar-benar seorang administrator di sebuah perusahaan bonafit, tepatnya dia di bagian keuangan perusahaan. Sampai suatu hari dia memiliki seorang kekasih yang diceritakannya sangatlah tampan dan romantis. Keduanya berandai-andai menikah dan hidup bahagia.

Suatu ketika, pacar Luna mencuci otaknya agar melakukan korupsi di perusahaan. Ya, meskipun itu terdengar mengerikan, tapi cowok itu mengatakan hanya meminjam uang perusahaan dan akan mengembalikannya sebelum ketahuan. Rencananya uang-uang itu akan digunakan untuk bermain saham. Siapa yang tidak tergiur dengan profit yang diiming-imingkan? Namun, Luna jelas langsung menolak.

Sampai sang pacar mengancam untuk putus saja jika tidak jadi menikah tahun itu. Apa hubungannya dengan menikah? Ya, rencananya uang hasil peruntungan bermain saham itu akan digunakan untuk melamar Luna, membuat pesta pernikahan mewah di hotel, dan bulan madu ke Cappadocia. Akhirnya, Luna yang terbuai ucapan manis si tokek belang pun menyetujuinya.

Setelahnya, semua benar-benar jauh dari ekspektasi. Tidak satu pun angannya terealisasi. Uang-uang itu tidak pernah kembali, apesnya lagi perusahaan terus mendesak Luna agar mengembalikan uang tersebut atau dia akan diperkarakan sehingga mendekam di penjara.

Pacarnya tidak lantas kabur begitu saja. Dengan penuh penyesalan meminta maaf karena kalah main saham. Kemudian sang pacar menawarkan sebuah solusi agar Luna bisa mengembalikan uang perusahaan. Itu adalah awal mula dia bertemu dengan Sophia. Seorang rentenir berwajah cantik berhati iblis.

Sophia bersedia meminjamkan uang sebesar 300 juta rupiah, tetapi dalam waktu seminggu harus membayar 30 juta sebagai bunganya. Luna langsung menolak mentah-mentah. Namun, sang pacar bilang kalau sekarang ini dirinya juga keluarganya sedang berupaya untuk mengumpulkan uang dan menjual pekarangan di kampung halaman mereka. Pokoknya sebentar lagi pasti bisa melunasi semuanya yang penting untuk saat ini uang perusahaan kembali dulu supaya Luna tidak dipenjara.

Cowok itu meyakinkan Luna bahwa semuanya akan berakhir jadi tidak perlu khawatir. Lagi-lagi Luna percaya pada pacarnya. Uang sejumlah 300 juta itu diserahkan oleh Luna kepada perusahaan. Dia dimaafkan, tetapi juga dipecat. Sampai Luna menyadari bahwa pacarnya sudah tidak pernah datang dan tidak bisa dihubungi sama sekali. Cowok itu menghilang tanpa jejak.

Seminggu kemudian, sesuai kesepakatan. Sophia datang menagih bunga hutang sebesar 30 juta. Uang dari mana? Luna bahkan telah kehilangan pekerjaan juga pacarnya malah kabur. Sayangnya, Sophia bukan peri baik hati. Persetan dengan alasan yang dikatakan Luna pokoknya 30 juta harus ada hari itu juga.

Sophia memberikan perpanjangan waktu 3 hari lagi pada Luna. Jika masih tidak membayar juga, maka orang-orang Sophia akan menelanjangi Luna kemudian menaruhnya di gang penuh dengan gelandangan. Setelah itu mereka akan mengambil foto telanjang Luna dan menggunakan itu untuk mengancamnya dengan cara menyebarkannya ke setiap sudut kampung halaman Luna supaya keluarganya juga malu.

Mendapatkan ancaman tidak manusiawi semacam itu, Luna saat itu juga langsung ketakutan dan memohon untuk diampuni. Sampai akhirnya Sophia menawarkan cara lain untuk membayar hutang, yaitu dengan bekerja untuknya. Sejak saat itu lah, Luna masuk ke dalam lembah kenistaan, digilir oleh pria berbeda setiap hari demi mendapatkan uang untuk membayar hutang kepada Sophia.

"Apa pria-pria yang kemarin itu —" tanya ku memotong cerita Luna.

Dia mengangguk, "Iya, Ril. Mereka itu pria hidung belang yang merupakan klien Sophia. Melayani mereka seperti itu, hanya bisa mengurangi sedikit hutangku. Padahal, rasanya sudah setengah mati dikentot sana sini. Tapi, mau gimana lagi?" jawabnya terdengar melas.
Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel