
Ringkasan
Hidup Boril berubah 180° setelah hari itu. Bermula dari suara desahan di siang bolong. Boril seharusnya tidak menuruti rasa penasarannya. Pemuda itu nekat mengintip tetangganya dari lubang pintu dan itulah awal mula terjadinya ....
Novel MemuaskanbadboyCoganOne-night StandMusuh Jadi CintaCinta PaksaCinta PertamaGenitDewasa
BAB 1: TETANGGA KOS
Sebut saja namanya Boril. Pria ini baru saja wisuda, tetapi tidak lama kemudian kebahagiaan memakai toga itu sirna.
Sebagai seorang sarjana baru Boril masih menyandang gelar pengangguran. Selain pengangguran nasib tidak beruntung lainnya adalah musibah yang baru baru ini dialami oleh bapaknya. Pria tua itu baru saja mengalami kecelakaan dan keluarganya tidak bisa meminta pertanggungjawaban karena si penabrak juga orang melarat sama seperti mereka. Sekarang bapaknya masih di rumah sakit dan Boril butuh banyak duit untuk membiayai.
Boril sudah keluar rumah seharian untuk mencari pinjaman dana sementara, tapi sayangnya tidak satu pun teman nya maupun kerabat nya bersedia memberikan pinjaman padanya.
Dihempasnya bokongnya pada sofa usang di rumah kontrakan. Pusing setengah mati. Usianya masih sangat muda, tidak punya pengalaman bekerja, tetapi biaya rumah sakit bapaknya sudah seperti argo yang terus berjalan dan harus dibayar.
Sedang pusing setengah mati, tiba-tiba Boril mendengar suara uh ah uh ah dari balik tembok dinding kontrakannya. Maklum, kontrakan yang dia tinggali hanya rumah petak yang berjajar, satu tembok untuk berdua.
Boril menajamkan pendengarannya. Apakah itu suara Luna? Luna adalah tetangga kontrakannya tepat di sebelah Boril. Setahunya, wanita bernama Luna itu selalu mengaku bekerja sebagai staf administrasi di sebuah perusahaan. Sekarang masih terlalu siang, bukankah seharusnya wanita itu masih di kantor?
Boril penasaran akan siapa gerangan yang saat ini sedang berada di dalam rumah tetangganya itu. Siang hari memang sangat sepi. Semua penghuni kontrakan pergi bekerja, kecuali dirinya yang memang pengangguran. Saking penasarannya, Boril dengan hati-hati meletakkan kursi plastik di luar kontrakan. Dia lalu memanjakan dan melihat ke dalam rumah Luna lubang angin di atas pintu.
“Buset, anjir!” batin Boril.
Wanita itu di dalam sana sedang nungging di atas sofa tanpa sandaran menghadap ke arah pintu. Kepalanya sedikit mendongak, sehingga Boril dapat melihat ekspresi wajah Luna yang tampak tersiksa. Luna sama sekali tidak mengenakan baju, sungguh membuat Boril secara refleks menelan saliva tatkala terpampang di depan mata tubuh Luna yang bohai dengan kulit putih mulus. Tampak memilukan memang karena di belakang wanita semok itu adalah seorang pria tua berperut besar dengan posisi berlutut menggerak gerakkan tubuh, sedang menusuk-nusuk bagian belakang wanita muda yang lebih cocok menjadi cucunya.
Boril jelas sangat syok. Namun, lebih syok lagi ketika sudut matanya menangkap sosok yang sedang berdiri di pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan ruangan di dalam rumah kontrakan itu. Sosok itu sedang menghisap rokok yang tinggal sedikit. Rupanya sosok tinggal besar dan bertato itu sedang menunggu giliran.
Setelah pria tua gemuk berperut besar selesai menuntaskan hasratnya pada Luna. Pria besar bertato itu datang menghampiri Luna. Hebatnya, wanita bertubuh mulus lus itu sama sekali tidak keberatan dan malah seolah menunggu untuk digenjot lagi oleh pria yang berbeda.
Sungguh beruntung dua pria itu. Boril juga sangat mengagumi sosok Luna. Dia wanita yang sangat cantik, tubuhnya juga sangat seksi, suara desahannya begitu menggairahkan, hingga membuat milik Boril mengeras dengan sendirinya.
Namun begitu, meski sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri, Boril tetap saja tidak yakin kalau wanita yang sehari-harinya tampak lemah lembut, ramah, anggun dibalut blazer dan rok span itu ternyata sanggup bermain dengan dua orang pria sekaligus.
“Aarrrrrrghh!”
Terdengar erangan panjang dari pria berbadan besar bertato itu membuat Boril terkejut. Itu adalah tanda si pria berbadan besar bertato baru saja menyemprotkan cairan peju miliknya di dalam sana, sehingga membuat Luna lemas terkapar.
Sementara pria gendut tadi melempar banyak uang ke atas sofa.
Oh....! Boril ber-oh, sekarang dia tahu pekerjaan Luna yang sebenarnya. Boril segera turun dari kursi dan dengan perlahan meletakkan kursi plastik tadi pada tempatnya. Dia pun cepat-cepat masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintu.
Tak lama kemudian, terdengar suara mobil distarter dan perlahan suara mesinnya menjauh, lalu menghilang. Entah apa yang ada di pikiran Boril, pemuda itu malah kembali keluar untuk memastikan apakah dua orang pria tadi sudah pergi.
Ternyata memang sudah tidak ada. Berarti mobil Toyota Rush yang sejak tadi di parkir di halaman adalah milik pria tadi. Menyalakan korek, Boril menyulut rokok yang tinggal satu-satunya, duduk merenung di teras.
Namun, tiba-tiba Luna keluar dengan rambut yang basah dan badan berbalut handuk putih sampai ke paha. Boril tersenyum menyapa, tetapi Luna tidak membalas dan justru berkata, “Nggak usah pura-pura, Ril! Aku tahu kamu tadi ngintip, kan?” tukas Luna.
Seketika Boril gelagapan. Tidak enak hati, malu, canggung jadi satu. Akan tetapi, Luna sepertinya tidak marah kepada Boril. Wanita itu bersikap santai dan masih melanjutkan mengusap-usap rambut basahnya menggunakan handuk kecil.
“BTW bapakmu gimana sekarang, Ril? Udah dapet utangan belum kamu?” tanya Luna. Boril jadi ingat tentang masalah besarnya. Pemuda itu menggeleng lemah.
“Belum, Lun. Semua pada bokek. Nggak ada yang mau ngasih utangan,” jawab Boril.
Luna merasa kasihan pada tetangganya itu. Dihempasnya bokongnya duduk bersebelahan dengan Boril. Dia bukan tidak mau memberikan pinjaman uang kepada Boril, tetapi dia juga sedang butuh banyak dana sekarang.
“Aku sebenarnya ada duit, Ril. Tapi ... aku juga lagi butuh---” kata Luna terpotong secepatnya oleh Boril.
“Nggak usah repot-repot, Lun! Aku sebenarnya juga nggak tahu bisa cepat atau nggak balikin duit yang aku pinjam kalau misalnya dapet utangan,” kata Boril pesimis.
“Tapi aku tahu orang yang pasti bisa bantuin kamu, Ril. Ini juga kalau kamu mau. Kalau nggak ya nggak apa-apa.”
Mau tidak mau itu urusan belakangan. Boril penasaran kira-kira siapa orang yang dimaksud oleh Luna. Dan ternyata itu adalah bos Luna. Jika Boril mau, maka Luna akan memperkenalkan dirinya pada bos berduit itu. Bayarnya gampang. Boril hanya perlu membayar menggunakan tubuhnya. Apa sebutan bagi pria yang menjajakan diri? Ya, itulah yang harus dilakukan Boril jika mau.
“Gimana? Mau?” tanya Luna.
Boril terdiam sejenak untuk berpikir. Akan tetapi, otaknya sedang sulit diajak mikir. Aroma tubuh Luna sangat menggangu meningkatkan libidonya. Apa lagi dua gundukan sebesar melon muda tampak menyembul menantang kejantanan Boril.
“Sek, Lun. Kamu jangan tertawa, ya!” pinta Boril.
“Lah?”
“Anuh, sebenarnya aku tuh belum pernah gituan, serius,” lanjut Boril.
“Ah, yang bener?” Luna tidak percaya. Mana ada cowok metropolitan seperti Boril, anak kuliahan pula, belum pernah gituan.
“Bener, suwer!”
Boril sebenarnya malu untuk mengakui kalau dirinya masih original perjaka ting ting. Paling pol mainan sabun, coli di kamar mandi. Namun, dia harus ngaku di awal supaya bosnya Luna berpikir ulang untuk memakai dirinya yang belum berpengalaman dalam begituan.
Luna terkekeh padahal tadi sudah dipesan untuk tidak tertawa.
“Duuuh, Boril, Boril! Kalau tahu kamu masih perjaka ting ting, udah aku makan kamu dari kemarin kemarin, Ril! Ril!” Luna menepuk-nepuk pundak Boril.
“Ma---makan gimana maksudnya, Lun?” tanya Boril.
“Sosis kamu, Ril. Boleh nggak aku nyicip?” goda Luna.
Godaan Luna membuat wajah Boril semakin merah. Boril jadi sangat tegang, tidak tahu harus berbuat apa.
Dering ponsel mengganggu. Tapi Boril harus segera menjawab panggilan urgent dari rumah sakit. Mereka meminta Boril untuk segera menyetorkan dana operasi bapaknya atau jika terlambat maka bapaknya tidak akan tertolong lagi.
Sepertinya sudah tidak ada alasan lagi untuk menolak tawaran dari Luna. Sekarang yang terpenting adalah Boril harus menyetorkan sejumlah uang untuk membiayai bapaknya yang berada di rumah sakit.
“Kenapa, Ril?” tanya Luna.
“Bapakku, Lun. Bapakku harus segera dioperasi. Udah, Lun. Aku setuju deh sama tawaran kamu yang tadi,” jawab Boril tergesa-gesa.
“Kamu mandi, gih! Dandan yang ganteng dan wangi. Aku telepon bosku dulu. Pokoknya kamu selesai dia datang,” perintah Luna.
