Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB 3: MELAYANI TANTE-TANTE

Sungguh kaki yang begitu cantik. Boril terpukau bukan main, kaki ini bahkan lebih putih dan lebih cantik dari pada wajah gadis gadis di kampusnya dulu. Putih, lembut, selain itu kuku kuku juga diberi warna merah, terlihat sangat seksi. Tidak ada sedikitpun kulit mati, sangat bersih, sangat lembut, benar-benar sangat indah.

Di saat Boril terhipnotis oleh kaki yang cantik milik wanita itu. Tiba-tiba wanita itu berkata pada Boril dengan suaranya sangat merdu dan menggairahkan. Akan tetapi, maksud dari perkataan wanita itu malah membuat Boril terkejut.

“Kemari lah dan jilati kakiku!”

“What the fuck!” pekik Boril di dalam hati.

Ya. Hanya berani membatin tanpa berani menolak. Kendati kaki wanita itu sangat indah, tapi Boril tetap merasa direndahkan.

Hati nuraninya tidak bisa memungkiri sebagai seorang pria Boril amat terhina. Tapi untuk apa memikirkan hal sepele seperti itu? Bukankah dia datang ke tempat ini memang untuk direndahkan agar bisa mendapatkan uang dari wanita itu dan operasi bapaknya segera dilakukan?

Kemudian, Boril teringat pada Luna. Wanita yang juga tetangganya itu baik-baik saja setelah direndahkan oleh pria pria jelek dengan duit mereka. Maka, sekarang Boril merasa lebih beruntung karena yang merendahkannya adalah seorang wanita cantik. Jadi, pada akhirnya Boril telah menerima dan menekan harga dirinya nyaris tidak ada lagi.

Sempat terdiam dan nyaris berubah pikiran untuk mengundurkan diri, Boril pun bertekad untuk melanjutkan semua yang sudah dia mulai. Pemuda itu merayap perlahan ke atas kasur, menghampiri kaki putih mulus tamunya.

Sungguh kaki yang sangat putih tanpa ada garis atau pun rambut. Benar-benar terlihat seperti lilin dengan telapak kaki berwarna merah muda sempurna. Semakin dekat, Boril dapat mencium aroma kaki wanita itu begitu harum. Baru mencium aromanya saja otaknya sudah terhipnotis seketika nge-fly dengan sendirinya.

“Jangan hanya diam saja. Cepat lakukan!”

Boril terhenyak dan kesadarannya pun kembali begitu mendengar suara wanita itu. Halusinasinya buyar seketika yang tersisa hanyalah sebuah rasa canggung dan kikuk.

“Eh, anuh ... kakinya cantik dan wangi. Ak---aku jadi nggak konsen. Ma---maaf, ya!” kata Boril tergugup.

Jelas sekali wajah pemuda itu memanas saking malunya. Malu? Ya. Sepasang kaki cantik baru saja membuatnya tergoda. Hanya kaki padahal tapi dia sudah nge-fly dan miliknya sudah keras menegang sedari tadi.

“Hihihi...”

Wanita itu malah tertawa. Padahal Boril sudah ketakutan setengah mati kalau kalau dia akan marah. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Ucapan Boril terdengar bagaikan pujian untuknya, sehingga dia pun tertawa senang. Namun begitu, Boril tetap tidak berani ikut tertawa.

Boril segera menunduk segan saat wanita itu menatapnya selekas kemudian tawanya berhenti. Melihat mangsanya tertunduk, dia perlahan mengangkat dagu pemuda itu dengan salah satu kakinya.

“Apa kakiku benar-benar cantik?” tanya wanita itu dan Boril hanya mengangguk pelan. “Kalau dadaku? Bagaimana menurut kamu?” tanya wanita itu lagi.

Cleguk....

Boril gelagapan memikirkan jawaban apa yang harus dikatakan. Dia takut akan membuat wanita itu marah karena dia ternyata ketahuan sempat berkali-kali melirik gundukan bulat besar milik wanita itu. Boril harus tetap menjaga mood wanita itu. Jika tidak dia tidak akan pernah mendapatkan uangnya.

“Ma---maaf. Aku nggak sengaja. Lain kali aku nggak akan lancang lagi,” kata Boril buru-buru meminta maaf karena khawatir membuat wanita itu marah atas sikap kurang ajarnya.

Lagi-lagi Boril salah menduga. Jangankan untuk marah, wanita itu justru tertawa lebih keras dari sebelumnya. Benar-benar tertawa terpingkal-pingkal sampai meringkuk miring selama lebih dari satu menit sampai sampai wajahnya yang putih itu memerah dan terlihat semakin cantik sekali.

Wanita memang sangat rumit. Sebentar marah sebentar tertawa. Sama halnya dengan wanita ini. Tiba-tiba dia turun dari tempat tidur, memakai high heels miliknya lalu berdiri dan merapikan pakaian juga rambutnya.

Boril terlihat bloon sekali. Berpikir sebenarnya apa yang dia lakukan dan apa yang diinginkan oleh wanita ini?

“Dasar oon! Tapi nggak apa-apa, itu justru imut sekali,” kata wanita itu.

Tidak tahu itu pujian atau hinaan, tetapi Boril merasa ini telah selesai. Buktinya wanita itu malah memakai kembali high heels miliknya dan sekarang terlihat sama persis ketika dia baru datang.

“Okay! Pakai bajumu lagi! Kita sudah selesai,” perintah wanita itu.

Benar seperti dugaan Boril. Memang sudah selesai. Apa hanya seperti ini permainannya? Karena Boril juga tidak tahu apa yang ingin dia lakukan, jadi dia pun segera melakukan apa yang diperintahkan oleh wanita itu. Boril melepaskan pakaian kulit dan kembali memakai bajunya sendiri.

Selekas kemudian wanita itu terlihat membuka tas kulit mewah yang dibawa. Dia mengeluarkan sebuah buku kecil yang berbentuk persegi panjang dari dalam tas.

Lalu dia mengambil sebuah pena dan dengan cepat menuliskan sesuatu di atasnya.

Kemudian, setelah selesai menulis dia pun merobeknya dan memberikannya pada Boril.

“Nih, ambillah!” kata wanita itu saat menyodorkan selembar cek.

Boril menerima dan membaca angka di atas cek itu. Matanya terbelalak membulat. Apa mungkin si wanita salah menuliskan jumlah nol di belakang angka? Bukan 5 juta, tapi 50 juta rupiah.

“Eh, anuh, kamu nggak salah nulis toh? Ini nolnya apa nggak kebanyakan?” tanya Boril.

Tidak langsung menjawab, wanita itu justru kembali tertawa, semakin tertawa semakin cantik, semakin cantik Boril semakin tidak berani melihatnya. Lagi-lagi dirasakan oleh Boril wajah yang memanas. Benar-benar sekian menit yang full canggung, sekian menit yang sangat cukup untuk melupakan tentang harga diri.

“Kenapa? Kurang?” tanya wanita itu di sisa-sisa tawanya.

“Nggak. Bukan kurang, tapi---”

“Itu bayaran kamu dariku. 50 juta untuk ketololanmu dan untuk nomor telepon kamu,” kata wanita itu memberikan ponsel miliknya pada Boril meminta Boril untuk mengetik nomor telepon sendiri.

Masih dalam kondisi syok, Boril mengetik 12 digit nomor teleponnya pada ponsel dan menamainya dengan namanya sendiri, Boril. Setelahnya Boril masih tercengang mengingat mereka berdua tidak melakukan apa-apa tapi tiba-tiba dibayar 50 juta rupiah. Benar-benar tidak pernah dibayangkan kalau uang sebanyak itu ternyata sangat mudah didapatkan.

Wanita itu tersenyum menatap layar ponsel miliknya. Kemudian memasukkan benda pipih itu kembali ke dalam tasnya.

Fokusnya kembali pada pemuda di depannya. Wanita itu tiba-tiba mengangkat tangannya yang putih dan lembut untuk kemudian secara perlahan mengangkat dagu pemuda itu, seolah-olah sedang mempermainkan sosok lemah. Tidak hanya sampai di situ. Dia kemudian menatap Boril dengan tatapan yang panas, hingga membuat Boril merasa kikuk. Pemuda itu bahkan tidak berani untuk balas menatapnya dan buru-buru memejamkan mata.

“Kenapa? Buka matamu dan lihat betapa cantiknya aku!” perintah wanita itu.

Boril terhenyak. Mau tidak mau harus menahan rasa panik di dalam hati. Dengan perlahan Boril pun membuka matanya. Dilihatnya dengan teliti sepasang mata sipit, alis kecoklatan yang rapi, hidung yang bangir, bibir imut berwarna peach, kulit wajah putih dan lembut, serta dagu dan pipi yang tirus proporsional.

“Bagaimana? Apa aku terlihat cantik?” tanya wanita itu. Boril pun mengangguk sebelum menjawab.

“Sangat cantik. Demi apa pun aku belum pernah melihat wanita secantik kamu. Bahkan artis saja masih kalah cantik dibandingkan kamu,” jawab Boril. Serius, dia tidak sedang membual.

Seperti pada umumnya, wanita tidak akan percaya pada perkataan laki-laki. Boril bahkan berkata jujur apa adanya sesuai dengan pengelihatan dan juga hasratnya terhadap lawan jenis. Namun, tiba-tiba wanita itu menyunggingkan senyuman sinis meremehkan.

Tangannya yang semula berada di dagu Boril, secara perlahan berpindah ke pipi. Mengelus lembut wajah pemuda itu. Sangat halus, hangat, membuat Boril lagi-lagi terhanyut untuk menikmatinya.

Plakkkk!!!
Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel