Bab 05 : Zhen'er terluka
Anak panah pertama melesat dan nyaris menancap di batang pohon tempat mereka berlindung. Shen Li Xuan langsung menarik Hua Zhen ke belakang tubuhnya.
“Bersiap!” seru sang Kaisar.
Dua pengawal bayangan langsung melompat keluar dari semak, menghadapi musuh yang mulai mengepung. Dalam sekejap, tanah hutan jadi ladang pertempuran. Cahaya lentera dari kereta menciptakan bayangan aneh di wajah-wajah musuh bertopeng.
“Jangan biarkan mereka lolos! Bunuh semuanya, tapi bawa wanita itu hidup-hidup!” teriak pemimpin kelompok itu.
Suara denting pedang beradu memenuhi udara. Dua pengawal bayangan Shen Li Xuan bergerak cepat, seperti bayangan, menebas dan menghindar, melindungi Kaisar dan Hua Zhen. Namun, jumlah musuh terlalu banyak. Dua melawan tiga puluh—perbandingan yang timpang.
Shen Li Xuan sendiri ikut turun tangan, pedangnya berputar dengan presisi dan kekuatan yang buas, memotong dua lawan sekaligus. Namun, satu demi satu, tubuh musuh terus berdatangan.
“Yang Mulia! Bawa wanita itu pergi!” seru salah satu pengawal terakhir sebelum dadanya tertembus tombak musuh.
Pengawal satu lagi menahan lima orang sendirian sampai tubuhnya terjatuh dengan luka di sekujur tubuh—mati sebagai penjaga yang setia.
Kini tersisa hanya Shen Li Xuan dan Hua Zhen.
Kaisar bernafas cepat. Tubuhnya berlumur darah musuh. Lima belas orang masih mengelilinginya dengan mata haus darah. Salah satu dari mereka menarik Hua Zhen ke tengah lingkaran. Gadis itu menjerit, matanya membelalak saat tangan kasar menarik rambutnya, membuatnya bersimpuh di tanah.
“Letakkan senjatamu, Yang Mulia Kaisar Negeri Langit, atau gadis ini mati.”
Shen Li Xuan menatap tajam. Genggaman tangannya di pedang mulai melemah. Dadanya naik turun. Ia menatap Hua Zhen—yang pucat, tubuhnya gemetar hebat, tapi matanya tetap menatap balik ke arah Shen Li Xuan, penuh permohonan diam-diam.
Hening sesaat.
Pedang Shen Li Xuan perlahan jatuh ke tanah.
“Ambil dia. Tapi lepaskan gadis itu,” suaranya berat, seperti menelan bara.
Dua orang musuh mendekat hendak mengikatnya. Namun di detik berikutnya...
“Sekarang!” suara lirih dari Hua Zhen membuat semua terkejut.
Tubuh Shen Li Xuan dan Hua Zhen saling bertukar posisi—gerakan cepat, seperti tukar langkah silat.
BLARRR!
Dalam hitungan detik, Shen Li Xuan sudah tepat di belakang musuh yang tadi memegang Hua Zhen. Pedangnya muncul entah dari mana, dan leher musuh itu langsung robek!
“Aaaargh!” teriak musuh lain.
Kaisar berubah liar. Dia membunuh satu per satu dengan brutal, darah memercik ke wajahnya. Matanya merah—bukan karena amarah biasa, tapi karena perasaan tak ingin kehilangan orang yang dia lindungi.
Tiga... lima... tujuh...
Musuh satu per satu roboh.
Namun saat tinggal dua orang lagi...
SWIISSHH!
Panah meluncur—dari kejauhan.
Tepat mengarah ke punggung Shen Li Xuan yang tak menyadarinya karena sibuk melumpuhkan satu musuh terakhir.
Hua Zhen melihatnya.
“YANG MULIAAA!!”
Dia meloncat.
DUKKK!
Panah menancap keras di tubuhnya. Tertancap miring, tepat di bawah tulang selangka—hanya beberapa senti dari jantungnya. Darah langsung mengucur deras, membasahi bajunya.
Shen Li Xuan menoleh dengan wajah syok.
“Hua Zhen...!”
Tubuh gadis itu perlahan limbung—lalu jatuh ke pelukannya.
“Hua Zhen!”
Shen Li Xuan menangkap tubuhnya sebelum jatuh ke tanah. Panah masih tertancap di bawah bahu gadis itu, darah mengalir deras membasahi pakaian dan tangannya. Nafas Hua Zhen mulai pendek dan tidak stabil.
Tanpa pikir panjang, Shen Li Xuan mencabut panah itu cepat-cepat dengan gerakan tegas namun hati-hati.
“Aaakh!” Hua Zhen mengerang pelan, tubuhnya gemetar menahan sakit.
“Maafkan aku...” gumam Shen Li Xuan dengan suara tertahan.
Setelah mencabut panah, ia membaringkan gadis itu perlahan di atas rerumputan. Lalu ia berdiri, mengambil kembali pedangnya yang tergeletak di tanah, dan menatap dua musuh yang tersisa dengan sorot mata membunuh.
“Kalian... sudah selesai hidup kalian.”
Dalam beberapa detik, tubuh mereka berdua jatuh bersimbah darah, tanpa sempat menjerit panjang. Shen Li Xuan tidak memberikan ampun.
Setelah itu, ia segera kembali ke sisi Hua Zhen. Lututnya bertekuk di tanah, napasnya masih berat karena amarah dan rasa khawatir yang bercampur aduk.
“Bodoh!” desisnya dengan suara dingin tapi bergetar. “Kau pikir apa yang kau lakukan tadi? Seharusnya kau tidak jadi tamengku! Aku tidak akan mati hanya karena panah rendahan itu! Tapi kau—dengan tubuh lemah seperti ini—kau hampir kehilangan nyawamu!”
Hua Zhen membuka mata setengah, wajahnya pucat. Namun, bibirnya tersenyum samar.
“Yang Mulia... selamat... hamba senang. Jika hamba mati... tapi bisa menyelamatkan Anda... hamba tidak menyesal.”
Shen Li Xuan menatapnya, matanya berkaca, namun ia segera mengalihkan pandangan. Tangannya gemetar saat ia menyobek kain dari lengan pakaiannya sendiri, lalu dengan hati-hati membuka bagian atas pakaian Hua Zhen, memperlihatkan luka di bahu yang masih mengucurkan darah.
“Hua Zhen, tahan... Aku harus menghentikan pendarahannya,” katanya pelan namun tegas.
Hua Zhen menggigit bibir, menahan perih saat Shen Li Xuan menekan kain ke lukanya, lalu mengikatnya erat. Ia bekerja cepat namun penuh perhatian, memastikan darah berhenti keluar.
Setelah memastikan lukanya terbalut dengan benar, Shen Li Xuan mengangkat tubuh Hua Zhen ke dalam pelukannya.
“Kita tidak bisa lanjut ke istana malam ini. Kau butuh tempat berlindung.”
Ia membawa Hua Zhen melewati hutan, tubuhnya melindungi gadis itu dari angin malam yang menusuk. Beberapa saat kemudian, ia menemukan sebuah goa kecil yang tersembunyi di balik pepohonan rimbun. Ia masuk, meletakkan Hua Zhen dengan hati-hati di atas kain luar jubahnya yang ia hamparkan di lantai goa.
Shen Li Xuan duduk di sampingnya, memeriksa luka itu lagi, memastikan tak ada infeksi. Api kecil ia buat dari ranting kering, menerangi wajah pucat Hua Zhen yang tertidur dengan napas lemah.
Ia menatapnya dalam diam.
“Kenapa kau lakukan itu...?” gumamnya lirih. “Aku... bukan orang yang pantas menerima pengorbanan seperti itu.”
Tapi di lubuk hatinya, Shen Li Xuan tahu—sejak malam ini, dirinya tak akan bisa lagi memandang Hua Zhen sebagai rakyat jelata biasa. Ada sesuatu dalam dirinya yang sudah mulai berubah.
