Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 03 : Dia Kaisar

“Aku yang akan membelinya,” suara Shen Li Xuan terdengar tenang, tapi penuh wibawa. Tangannya masih melindungi Hua Zhen yang berlutut di sampingnya.

Dengan langkah tenang dan sorot mata yang dingin, Shen Li Xuan berdiri di hadapan semua orang yang memadati ruangan pelelangan. Suara pria tua itu menggema, penuh protes dan amarah.

“Aku yang lebih dulu menawar gadis itu! Aku yang memenangkannya! Kau siapa berani mengganggu hakku!”

Shen Li Xuan tak menjawab. Ia hanya menatap datar, lalu perlahan menoleh pada Madame Yue Niang yang kini maju dengan dagu terangkat, menantang.

“Kalau kau ingin wanita ini, silakan. Tapi bayar lebih mahal darinya,” katanya sambil melirik sinis pria tua itu. “Berapa yang kau tawarkan?”

Hening sesaat. Mata semua orang menatap pria berwajah dingin itu, sebagian dengan rasa penasaran, sebagian lainnya dengan antusias, menunggu tawaran konyol dari orang asing berwajah tampan yang berpakaian biasa saja.

Shen Li Xuan mengangkat satu alis, lalu membuka suara dengan nada tenang namun penuh wibawa. “Lima puluh ribu tael perak.”

Serentak ruangan itu gaduh. Beberapa pria menjatuhkan cangkir araknya, beberapa wanita menahan napas. Bahkan Madame Yue Niang sendiri terlihat membelalakkan mata dengan sorot berbinar.

“Li… Lima puluh ribu? Tael?” gumamnya nyaris tidak percaya.

Hua Zhen menoleh cepat, matanya membesar. Tangisnya seketika terhenti, hatinya terguncang—bukan karena jumlahnya, tapi karena sosok pria itu… benar-benar ingin menyelamatkannya.

Namun, ketika Madame mulai menghitung dalam benaknya, tawanya pecah. “Tawaran yang bagus! Tapi, kalau kau tak bisa bayar saat ini juga, maka ucapanmu hanyalah bualan belaka.”

Shen Li Xuan tetap tenang. “Aku tak membawa uang sebanyak itu malam ini. Aku hanya berniat berjalan-jalan dan menikmati malam.”

Madame tersenyum miring, mendekat beberapa langkah. “Ah, jadi begitu... kalau tak mampu, kenapa berani? Miskin tapi sok ingin memiliki wanita mahal...”

Beberapa orang tertawa kecil. Pria tua yang tadi menawar Hua Zhen tersenyum puas.

Shen Li Xuan tetap tak berekspresi. Tangannya terlipat di balik lengan jubahnya, seolah ucapan tadi tak menyinggungnya sama sekali. Namun, saat ia bicara lagi, nadanya berubah dingin.

“Apakah tempat ini tidak menerima jaminan dari orang yang memiliki otoritas lebih dari sekadar tael perak?”

Madame Yue Niang tertawa makin keras, hingga bahunya terguncang. Suaranya bergema memenuhi ruangan.

“Siapa kau? Pangeran? Bangsawan?” Ia mendekat dengan langkah sombong, menatap Shen Li Xuan dari ujung kaki sampai kepala. “Tidak peduli siapa pun kau, tanpa uang, kau bukan siapa-siapa di tempatku! Tempat ini menjual kecantikan, bukan menerima mimpi kosong dari pria miskin berpakaian compang-camping!”

Para pria di sekitar ikut tergelak. Beberapa mulai bersorak, menghina.

“Sok berlagak!”

“Kalau tak punya uang, minggir saja!”

“Mana buktinya lima puluh ribu tael? Jangankan tael, tampaknya beli sandal baru saja tak sanggup!”

Madame Yue Niang mendengus dan langsung menarik lengan Hua Zhen dengan kasar. “Kau kembali ke ruanganku sekarang! Aku tak akan membiarkan barang berhargaku dicuri oleh pengemis sepertimu!”

Hua Zhen terkejut, tubuhnya terhentak ke depan, namun tatapannya tetap terpaku pada pria berwajah dingin itu—entah mengapa, ia merasa lelaki itu bukan orang biasa.

Shen Li Xuan menggerakkan sedikit tangannya, hendak melangkah, namun dua pengawal pribadi Madame segera maju, menghalangi langkahnya dengan tombak silang.

“Berani kau menyentuh barang milik rumah hiburan Bunga Langit, nyawamu jadi taruhannya!” bentak salah satu dari mereka.

Shen Li Xuan tetap diam. Tatapannya semakin dingin.

Namun sebelum ia sempat bereaksi, dua bayangan melesat dari kerumunan, berdiri kokoh di sisi kanan dan kiri Shen Li Xuan. Tubuh mereka tegap, jubah gelap mereka berkibar saat mendarat.

Salah satu dari mereka menatap tajam para penjaga dan Madame Yue Niang.

“Kurang ajar kalian! Kalian sedang berbicara dengan Kaisar Negeri Langit—Yang Mulia Shen Li Xuan!” suaranya lantang dan tajam seperti pedang. “Jika nyawa kalian masih ingin utuh, tunduk sekarang juga! Atau kepala kalian akan kami penggal malam ini juga!”

Ruangan sontak hening. Para penjaga kaget, ragu, tapi...

Madame malah tertawa makin keras.

“Kaisar? Hah! Ini bukan istana, Tuan. Jangan harap bisa mengelabui kami dengan sandiwara murahan! Mana mungkin seorang Kaisar berkeliaran malam-malam di pasar dengan pakaian rakyat jelata? Kalau kau Kaisar, aku ini Dewi Bulan!”

Belum sempat tawa mengejek itu reda, salah satu pengawal bayangan Shen Li Xuan melangkah maju. Langkahnya mantap, membawa aura dingin dan tekanan mengerikan yang membuat beberapa pria di dekatnya mundur tanpa sadar.

“Aku peringatkan sekali lagi,” suaranya rendah namun menusuk, “Jika kalian masih ingin hidup sampai besok pagi, bersujud sekarang. Di hadapan Yang Mulia Shen Li Xuan, Kaisar Negeri Langit.”

Semua orang terdiam sejenak… lalu pecah lagi dalam tawa.

“Yang Mulia?” salah satu pria mencibir.

“Yang Mulia katanya! Apa dia pikir ini panggung opera?”

Madame Yue Niang pun terkekeh sambil menunjuk dua pria itu. “Kalau kau memang Kaisar, mana kereta emasmu? Mana pasukanmu? Mana buktinya, hah?”

Satu tombak penjaga mengarah ke dada si pengawal. “Omong kosong!”

Detik berikutnya, terdengar denting logam. Dalam sekejap, pengawal bayangan itu bergerak—cepat dan mematikan. Tombak penjaga terlepas, terbelah dua. Darah tidak mengucur, tapi ketegangan meluap seperti badai.

Semua terdiam. Termasuk Madame Yue Niang yang matanya melebar sedikit.

Shen Li Xuan akhirnya bergerak. Dengan tenang, ia menyelipkan tangannya ke balik jubah sederhana yang dikenakannya dan mengeluarkan token kekaisaran—sebuah lempengan emas bertuliskan lambang kekuasaan tertinggi, bersinar di bawah cahaya lentera.

Kilau emas itu menampar seluruh ruangan dengan kenyataan yang tak bisa dibantah.

Suasana berubah drastis.

Wajah Madame memucat.

Para penjaga langsung menjatuhkan senjata dan berlutut serempak.

“Y-Yang Mulia... ampun... hamba tidak tahu...”

Shen Li Xuan menatap lurus ke arah Yue Niang, tatapannya bagai es yang membekukan darah siapa pun yang dipandangnya. “Kau berani memperjualbelikan rakyatku seharga keledai, dan mencemarkan martabat seorang wanita di depan umum. Apa kau pikir aku akan membiarkan itu begitu saja?”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel