Bab 5
Segera aku sreenshot hasil chat dengan Mbak Yuyun. Mbak Salamah juga masih di rumahku.
Biyung kebetulan lagi nggak ada di rumah. Aku juga nggak tahu Biyung di mana. Mungkin pergi sama Bapak. Karena Bapak juga nggak ada. Kencan mungkin mereka.
"Komentarnya makin berhamburan, Mbak Ul ... makin banyak yang ikut komen," celetuk Mbak Salamah.
"Bikin malu memang dia, Mbak ...." sahutku. Jempol bengkakku masih terus mengutak atik gawai.
"Ho'oh, tapi harusnya dia juga malu, loo, soalnya banyak yang kontra juga sama dia," balas Mbak Salamah.
"Sesuai yang Mbak Salamah bilang, lah ... sekilo kurang. Lakinya juga sama. Cocok kalau di satuin sekilo genap," sahutku. Aku masih sibuk dengan screenshoot, chat dengan Mbak Yuyun.
"Suaminya juga sama? Sekilo kurang?" tanya Mbak Salamah. Mungkin dia juga belum tahu karakter suami Mbak Yuyun. Karena memang beda desa.
"Ho'oh, Mbak ... sekilo kurang juga, klop pokoknya kalau jadi suami istri," balasku.
"Owalaaah ... kalau sama-sama sekilo kurang, kalau di satuin bukannya genap, tapi malah dua kilo kurang, ha ha ha," ucap Mbak Salamah sambil ngakak renyah.
Aku hanya manyun saja. Mau ikutan tertawa renyah nggak bisa. Emosi bawaannya. Muncap sampai ke ubun-ubun. Ingin makan orang bawaannya. Emosi meluap kemana-mana pokoknya.
"Iya juga, Mbak. Jadi dua kilo kurang, ya!" balasku.
"Hua ha ha ha, iyalah ... haduh ... nggak bayangin aku jadi kamu, Mbak Ul ...." sahut Mbak Salamah.
"Nggak usah dibayangin, Mbak Mah. Bikin tensi naik," balasku. Mata Mbak Mah masih fokus ke layar pipihnya.
"Ajak Ziyem kalau kesana lagi. Ziyem kan darah rendah tuh, siapa tahu diajak nemui Mbak Yuyun dan lakinya, langsung naik, ha ha ha,"
Lagi, Mbak Salamah menggelegarkan tawa. Ziyem itu adik tirinya Mbak Salamah. Nama aslinya Nazia. Tapi, nggak tahu kenapa biasa di panggil Naziyem atau Ziyem.
"Ogah nemui Mbak Yuyun lagi. Kapok," sahutku.
"Hua ha ha ha," lagi, Mbak Salamah semakin gurih ketawa lebarnya.
Aku hanya mencebikkan mulut. Karena masih panas hati ini bebsquuhh ....
*******
Segera aku membuka akun efbe yang sudah lima tahun aku mainkan. Bersiap memposting hasil screenshoot chat itu.
"Cepat di posting. Udah nggak sabar aku!" perintah Mbak Salamah.
"Ho'oh, Mbak. Aku juga udah nggak sabar ngajak duel si Yuyun di efbe. Dia pikir dia aja yang bisa ngumbar masalah ini di sosial media," balasku.
"Iyo ... sok pintar dia," balas Mbak Salamah.
"Di tag nggak, Mbak?" tanyaku meminta saran. Mbak Mah menggeleng dengan cepat.
"Jangan! Si Mayuyun kan nggak ada tag. Jadi kamu juga jangan tag, Mbak Ul!" jawab Mbak Salamah.
"Ok!" balasku seraya mengangguk.
Jempol bengkak ini siap meluncurkan hasil screenshoot. Siap mengetik caption yang menohok.
[Para Netijen yang berbahagia. Bisa di nilai sendiri, siapa yang sekilo kurang dan siapa yang sekilo genap,] bagikan.
Seperti itulah caption yang kubuat.
"Hua ha ha ha ... seru seru seru," ucap Mbak Salamah. Sambil tangan memegang perut.
Seperti itulah Mbak Salamah. Dia tipikal orang yang tak bisa menahan tawa. Walau dari tadi aku diam dan hanya nyengir, dia tetap saja tertawa renyah dan gurih. Bodo amat denganku yang hanya memonyongkan bibir.
Tak berselang lama, emot berdatangan. Ada yang kasih like, love, smile dan peduli.
Luar binasa. Dalam kondisi seperti ini masih ada yang kasih emot love. Apa maksudnya coba? Cinta kami berantem? Tepuk mata yang meriah ajalah. Kedip-kedip.
Ting. Ting. Ting.
Tak berselang lama, kolom komentar di serbu netijen yang maha benar.
"Waahh ... ramai. Aku suka," celetuk Mbak Salamah. Dengan binar mata yang sangat bahagia, Mbak Salamah terus memandangi benda pipihnya.
Pun aku. Dari tadi, tugas Mbak Mah hanya kasih emot smile ngakak setiap ada kolom komentar yang masuk.
Aku masih terus memantau. Salah satu komentar seperti ini.
[Pembelinya itu yang sekilo kurang, ha ha ha ... jauhkan! Jauhkan! Jauhkan!]
[Mbak Masulin, sabar aja! Resiko jualan memamg seperti itu. Pasti ada saja menemukan pembeli yang sering PHP,]
[Mbak Ul ... hajar! Penasaran sama suami yang pesan itu. Seganteng apa? awokawokawok,]
[Mbak Ul ... itu Mbak Yuyun istrinya Mas Arjuna bukan?]
[Ya Allah ... dapat pembeli dari planet mana tuh, kok, nggak nyambung blass,]
Dan banyak lagi. Bahkan kebanyakkan hanya masih komen ketawa ngakak aja.
"Emang suaminya Mbak Yuyun, namanya Arjuna?" tanyaku.
"Nggak tahu, iya mungkin. Bagus amat," jawab Mbak Mah. Aku mencebikkan mulut.
"Itulah ... nggak sesuai blaass sama bentukkannya," balasku.
"Emang bentukkannya kayak mana?" tanya Mbak Salamah.
"Kayak di foto itulah," balasku.
"Giginya berantakkan. Hua ha ha ha," lagi tawa Mbak Salamah semakin tak terkontrol.
"Ho'oh. Kayak gitu di cemburuin sama si Mayuyun," balasku.
"Ganteng og di mata dia. hua ha ha ha," teruslah Mbak Mah ketawa. Aku hanya tanggapi dengan nyengir kuda.
"Ho'oh, saking gantengnya, dedemit pun kabur!" sahutku.
"Hua ha ha, jangan terlalu benci sama si Mas Arjuna. Ntar jatuh cinta, ha ha ha," balas Mbak Salamah.
"Amit-amit jabang tuek," balasku. Sambil ketok-ketok pelan kepala. Semakin lebar saja tawa Mbak Salamah.
"Eh, Quen Yunika, Dia komen ini," ucap Mbak Salamah
"Iyakah? Komen apa dia?" balasku.
"Nggak tahu, yok kita baca!" perintah Mbak Salamah.
Astagfirullah ....
Mataku melebar saat melihat komentar dari Mbak Yuyun.
[Pelakor jaman sekarang hebat. Nggak tahu malu! Malah di share di sosial Media. Jelas-jelas dia sayang-sayangan sama suamiku. Astagfirullah ... nyesal aku kenal kamu Mbak Ul! Untuk semua istri yang ada di sini, hati-hati sama penjual donat ini. Dia ganjen sama suami orang. Kaboorrr!]
Allahumma baarik laana fiimaa Rozaqtanaa wa qinaa adzaa bannar.
Aku beneran pengen makan orang. Geraaamm ... aku tuh ....
DASAR SEKILO KURANG!
"HUA HA HA HAAA ...." Mbak Salamah ketawa sampai ngences.
******
