Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3

Dengan mengendarai motor matic, segera aku meluncur ke desa Rambutan. Desa di mana Mbak Yuyun tinggal. Beserta kue donat itu, juga sekalian aku bawa. Ingin aku lempar ke wajahnya. Disabar-sabarin malah ngelunjak dan ngatain aku pelakor.

Gawaiku bergetar dan berbunyi terus. Panggilan dari Mbak Yuyun tak aku hiraukan. Karena memang dia tak menginginkan aku datang ke rumahnya. Bisa jadi dia kelabakkan aku mau ke sana. Bodo amat.

Karena hati sudah terlanjur sakit. Lebih sakit dari patah hati. Seolah di injak-injak harga diriku. Karena dia bilang aku pelakor.

Ya Allah ... perjaka masih banyak, duda muda juga banyak, nggak mungkin mau aku sama suami orang. Apalagi suaminya Mbak Yuyun. Astagfirullah.

Aku memang kenal sama Mbak Yuyun sudah lumayan lama. Tapi tak akrab. Hanya sebatas kenal. Sedangkan muka lakinya saja aku tak begitu ingat. Seingatku giginya berantakkan aja. Yang lainnya tak ingat.

Kalau Mbak Yuyun ini stres, tapi dia masih keliaran bebas. Kalau dibilang waras, tapi diajak ngomong, kok, nggak nyambung. Benar-benar menguras hati dan pikiran. Membuang waktu dan tenaga juga. Tapi, kalau nggak di ladenin, ntar dia tambah mikir aku sayang-sayangan beneran sama suaminya. Dilema Bebsquuh ....

Tau ah ... gelap. Mau dia waras atau nggak, hati sudah terlanjur sakit. Hari ini gagal cari rupiah tak apalah. Yang penting hatiku puas. Puas melempar donat ini ke muka si Yuyun.

Duel sama Mbak Yuyun juga aku jabanin. Demi kehormatan dan harga diri. Karena akan merusak imageku nanti. Siap tempur pokoknya.

******

"Mbak Yun keluar!" dog dog dog.

Teriakku seraya menggedor pintu rumahnya. Tapi belum ada sahutan. Ya, aku sudah sampai di rumah Mbak Yuyun. Tapi pintu rumahnya tertutup.

Dog dog dog.

Terus aku menggedor pintu rumah itu. Berharap tuan rumah segera membukanya.

"Mbak Yuyun! Keluar!" teriakku lagi tanpa salam. Karena emosi sudah benar-benar naik ke ubun-ubun. Tak terkontrol lagi.

Kreeekk ....

Tak berselang lama, pintu itu terbuka. Muka Mbak Yuyun sudah berada tepat di depan mata. Ekspresi mukanya terlihat menantang.

"Heh ... Mbak Ul ... nggak sopan banget bertamu ke rumah orang!" sungutnya. Dengan ekspresi bibir dia mainkan.

"Aku nggak bertamu! Kalau bertamu jelas aku sopan!" balasku. Tak kalah menyungut.

"Ada apa sih, Yank?" terdengar suara laki-laki dari dalam. Jelas suami Mbak Yuyun. Siapa lagi.

"Ini, Mas. Ada orang yang mau gangguin kamu!" balas Mbak Yuyun sellow. Semakin melebar mataku mendengar ucapan Mbak Yuyun.

What? Pede sekali dia bilang seperti itu.

Suami Mbak Yuyun ikut menatapku. Memamerkan gigi berantakkannya. Ya, dia sudah berada di belakang Mbak Yuyun. Merongos nggak jelas.

Astagfirullah. Suami model begini di cemburuin? Seandainya dia bujang atau duda pun aku nggak mau. Dikasih dedemit pun ku rasa, dedemitnya yang nggak mau.

"Jangan teriak-teriak, Yank. Bisa di selesaikan baik-baik," ucap suami Mbak Yuyun, seolah terdengar bijaksana. Sumpah mual parah aku melihat mereka.

Aku buka kue donat yang sudah aku rias itu. Ku letakkan di meja kecil yang ada di terasnya. Mereka keluar dari ambang pintu.

"Mas, Mbak Yuyun ini pesan kue donat ke saya. Katanya suaminya ulang tahun. Saya tanya mau di tulis apa. Katanya terserah. Yang penting romantis. Ok lah saya tulis seperti ini. Malah di bilang saya ganjen dan sayang-sayangan sama, Mas," jelasku. Berharap dia mengerti.

Mbak Yuyun mencebikkan mulutnya. Seolah tak suka dengan apa yang aku katakan. Tapi bodo amat.

Suami Mbak Yuyun mendekat dan memperhatikan donat berhias itu. Terlihat keningnya melipat.

"Yang nulis ini siapa?" tanyanya. Aku melongo. Kurang jelaskah penjelasanku tadi. Allahu Akbar.

"Aku, Mas, yang nulis," jawabku singkat. Masih terus mengontrol ledakkan bom atom di hati.

"Kamukan yang nulis. Jadi istri saya benar dong! Mbak nulis sayang untuk saya. Jadi istri saya nggak salah!" jelasnya.

What? Lagi, ucapannya semakin membuat otakku mendidih.

"Kan, memang pekerjaan saya seperti ini Mas. Mendekor donat ini biar cantik. Cuma dua puluh ribu pun," aku masih berusaha menjelaskan. Berharap pasangan suami istri ini mengerti.

"Astaga, Mbak! Apa nggak ada kerjaan lain? Cuma dua puluh ribu, tapi mau-maunya nulis sayang-sayangan untuk suami orang. Ingat Mbak! Dosa! Kayak nggak ada pekerjaan lain aja."

"Ngeyel dia, Mas, kalau di bilangin! Malah ngatain aku nggak nyambung diajak ngomong. Jelas-jelas dia yang nggak nyambung. Alibi," Mbak Yuyun ikut menambahi.

Gustiii ... kalian tahu bagaimana panasnya hatiku? Lebih panas dari air panas yang lagi mendidih.

Ya Allah ... mereka ini berasal dari planet mana sebenarnya? Kok, nggak nyambung di ajak ngomong pakai bahasa manusia.

Napas dan dada terasa semakin kencang naik turunnya. Segera aku raih donat itu.

Ku remas-remas dengan kekuatan penuh. Seolah lebih kuat dari pada saat menguleninya.

"DASAR SEKILO KURANG!!!"

Teriakku sambil menemplokkan donat yang sudah aku remas ke baju dan wajah mereka. Sekenanya.

"Kamu sudah gila, ya!" sungut Mbak Yuyun. Dia juga menghindari templokkan donat itu.

"Iya, gara-gara kamu aku jadi gila! Puas!" sungutku geram.

"Orang gila kok keliaran! Harusnya di rumah sakit jiwa!" sungutnya lagi.

"Iya, makanya aku ke sini. Karena rumahmu ini, rumah sakit jiwa!" balasku. Karena saking geramnya. Terus aku menghambur-hamburkan donat yang sudah aku remas itu suka-suka. Sekenanya. Kalap bebsquuh ....

"Sudah! Stop! Silahkan pulang! Mbak Ul sudah lancang datang ke rumah saya!" teriak Yuyun.

"Aku juga tak sudi lama-lama di sini! Karena ikut sekilo kurang jadinya!" balasku. Masih dengan raut wajah yang menantang.

"Sekilo kurang? Apa maksudnya?" tanya Mbak Yuyun balik.

"Pikir sendiri!" balasku. Kemudian berlalu.

Masih aku sempatkan menatap suaminya. Yang terlihat menganga dengan gigi berantakkannya.

Biarlah aku kayak orang sinting. Setidaknya aku puas hari ini.

"Awas saja Mbak Ul! Akan aku viralin kamu! Dasar ganjen!" ancamnya.

"Virallin! Aku nggak takut!" tantangku.

*********

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel