Bab 2
"Kenapa Mbak Ul? kok teriak-teriak?" tanya Mbak Salamah. Karena geram sendiri, tanpa aku sadari cerocosanku keras juga ternyata. Hingga Mbak Mah mendengarnya.
Ya, gara-gara chat sama Mbak Yuyun, aku jadi ngedumel, nyerocos, memaki dan apa-apa yang keluar dari mulutku rasanya tak terkontrol lagi.
"Lihat ini, Mbak!" jawabku sambil menyodorkan gawai. Mbak Mah langsung menerima. Biar dia tak penasaran dan bisa membaca sendiri chatku dengan Mbak Yuyun.
"Hua ha ha ha, kan udah aku bilang dia sekilo kurang se-ons, jadi kayak gitu, deh!" balas Mbak Mah. Suara tawanya sangat renyah sekali. Membuat hati semakin dongkol.
"Bukan cuma kurang se-ons Mbak. Tapi kurang banyak!" balasku.
"Hua ha ha ha ha," tawa Mbak Mah semakin renyah saja terdengar. Sedangkan mulutku tak bisa ketawa. Kesal sangat rasanya.
Mbak Mah mengembalikan hapeku. Dengan kasar aku menerimanya. Karena napas dan dada masih naik turun. Ingin memakin siapa saja rasanya.
"Terus aku harus bagaimana, Mbak?" tanyaku. Masih dengan hati yang mencokol.
"Ladenin! datangin biar nggak tuman!" jawah Mbak Mah.
"Iya, Mbak. Gara-gara donat dua puluh ribu aja, sampai nggak mood aku nyelesain yang lain," balasku.
"Yuyun memang sering seperti itu. Tau Mbak Mela? Yang olshop baju. Dia juga kena sama si Yuyun," ucap Mbak Mah.
"Iyakah? Nggak di ambil bajunya?" tanyaku penasaran.
"Ho'oh. Dia pesan baju warna merah. Yang datang juga warna merah. Giliran dia coba, katanya nggak cocok di kulitnya. Jadi dia minta ganti warna. Manalah bisa. harusnya dia beli di toko ready lah kalau seperti itu. Bukan di olshope, ha ha ha," jelas Mbak Mah. Masih dengan tawa gurihnya.
Huuhh ... orang kayak Mbak Yuyun, memang harus di kasih pelajaran. Biar kapok.
"Ok lah Mbak. Aku ladenin si Yuyun. Biar kapok dia!" ucapku.
"Lanjutkan! Aku mau ke rumah Emak dulu. Kangen sama Emak," balas Mbak Salamah.
"Iya, Mbak hati-hati! Salamku untuk Emak," pesanku.
"Siip!" ucapnya.
¤¤¤¤¤¤
Seketika ambyar mood untuk menyelesaikan pembuatan donat. Jempol bengkak tak mau diam. Ingin mengetik kata yang monohok untuk Mbak Yuyun yang terhormat.
[Mbak Yuyun yang cantik seantero jagat, itu hanya sekedar tulisan sayang. Dan bukan maksud sayang-sayangan sama suami Mbak Yuyun. Karena suami Mbak Yun juga bukan level saya,]
Seperti itulah jempol bengkakku mengetik. Bukan hanya jempol yang bengkak, hatiku juga ikut bengkak. Mata juga ikutan bengkak karena geram sama chat Mbak Yuyun.
Tapi aku harus meluruskan. Biar genap sekilo otak Mbak Yuyun.
Gara-gara berbalas chat, terbengkalai semua adonan. Aku malah rebahan aja, gelimbang gelimbung di lantai. Karena tak fokus. Menyedihkan.
Ting.
Tak berselang lama dapat balasan dari Mbak Yuyun. Dengan cepat aku membukanya.
[Halah ... pasti dari hati nulisnya. Eh, apa maksudmu bilang suami saya nggak levelmu. Kalau bukan levelnya Mbak Ul ... ngapa pula tulis sayang-sayangan sama suami saya. Mau saya viralkan?]
Jleb.
Rasanya ingin membanting ini hape. Tapi masih mikir belinya, yang penuh dengan perjuangan. Hingga harus diet makan bakso. Demi membeli benda pipih ini.
Karena geram, akhirnya aku video call saja. Karena tak akan ada habisnya. Semoga saja di angkat.
"Apa Mbak Ul? Apa maksudnya sayang-sayangan sama suami saya? Ganjen amat jadi cewek. Lancang!" cerocosnya. Padahal baru saja diangkat.
"Allahu akbar ... Mbak, saya ini hanya merias donat itu. Yang memberikan donat itu juga bukan saya. Tapi Mbak Yuyun!" balasku.
"Halah ... jelas-jelas Mbak Ul yang nulis. Bisa-bisanya nyalahin saya! Apa maksudnya coba. Pelakor jaman sekarang memang pinter, ya!" sahutnya semakin kemana-kemana.
"Astagfirullah, Mbak Yun ... Mbak Yun ... waktu pembagian otak kemana, sih? Nggak nyambung banget!" geram. Aku sangat geram. Kalau dia dekat, ingin aku krues itu mulutnya.
"Apa maksudnya ngomong kayak gitu? Jelas-jelas Mbak Ul yang nggak nyambung. Malah ngata-ngatain saya. Mikir!" sungutnya.
Huuuhh ... rasanya sudah muncap ke ubun-ubun.
"Mbak Yun ... Yok kita ketemuan! Kita udah kenal lumayan lama. Jadi jangan gara-gara tulisan sayang di donat, kita jadi tengkar," ajakku.
"Nggak sudi ketemuan sama kamu Mbak Ul ... udah terlanjur sakit hati saya! Saya pikir Mbak Ul cewek bener. Ternyata mau sama laki orang! Salah menilai saya dengan keluguan dan kepolosan wajah Mbak Ul," balasnya.
Allahumma baarik laana fiimaa Rozaqtanaa wa qinaa adzaa bannar.
Rasanya ingin aku makan hidup-hidup itu orang. Benar-benar sekilo kurang banyak.
"Yang mau sama laki situ siapa Mbak Yun ... Saya juga sudah punya calon suami!" sungutku. Tak terima rasanya.
"Aduh ... kasihan sekali calon suami Mbak Ul! Kalau tahu calon istrinya sayang-sayangan sama suami orang, pasti di putusin!" ledeknya. Suara Mbak Yuyun sungguh membangunkan singa tidur.
"Mbak tunggu aku! Aku datangin ke rumahmu!" sungutku.
"Ngapain mau ke rumahku? Pasti mau nemui suami saya, ya? Ish, Mbak Ul ... kok makin ganjen, sih!" sungutnya. Aku lihat matanya mendelik-mendelik. Seolah memang tak menperbolehkan aku datang.
"Iya, aku mau ketemu sama suamimu! Biar kejang-kejang sekalian kau!" hilang rasa hormatku ke Mbak Yun.
Tit. Aku matikan panggilan video call itu. Siap meluncur ke rumah Mbak Yuyun. Ingin aku lemparkan donat ini ke mukanya. Rugi tak apalah. Yang penting aku puas.
Geraaammm ... aku tuh ...
DASAR SEKILO KURANG!
