Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Chapter 3: Stuck in His Room

"Apa yang anda lakukan di sini, Nona muda? Aku tidak melihat nama Irene Foster tertera pada undangan, bagaimana kau bisa masuk?" Felix mengangkat alisnya sebelah, dia justru keheranan bagaimana Irene bisa masuk tanpa undangan resmi.

"Aku bisa masuk kapan saja sebab aku adalah anggota keluarga, gedung ini adalah milik keluargaku dan acara ini-"

"Ini acara lelang, bukan acara keluarga. Jika kau tidak keluar maka, mereka bisa mengetahui keberadaanmu. Para penjaga itu bisa mengusirmu sebab tak memiliki undangan resmi." jelas Felix memotong kalimat Irene.

"Jangan panggil mereka, aku akan keluar." ucap Irene lirih sebab dia tak ingin ketahuan kedua orangtuanya.

"Pengawal!" Felix tersenyum menyeringai menatap Irene ketika memanggil pengawal yang langsung menanyai Irene tentang undangannya. Melihat kericuhan itu, Lara dan Zach jadi terganggu sebab acaranya saat ini masih berlangsung.

Irene yang melihat ibunya menghampiri ke arahnya pun segera menutup wajahnya dan berlari meninggalkan aula. Dia berlari secepatnya tanpa ada yang mencegahnya sebab tak ada pengawal di luar ruangan. Napasnya terengah-engah ketika sampai di pintu depan.

"Dasar dosen gila! Apa yang dia lakukan di tempat itu? Mengikuti lelang? Dasar psikopat, pemakan gaji buta, narsis. Astaga aku sangat membencinya!!" ucap Irene mencibir dengan kesal.

Setelah meluapkan kekesalannya terhadap sikap dosennya itu, dia menuju ke mobilnya untuk pergi ke klub. Dia tidak terkejut dengan acara yang diadakan oleh perusahaan semacam lelang pelacur, penjualan organ maupun obat-obatan berbahaya secara illegal. Irene setidaknya mengetahui tentang bisnis-bisnis itu sebab dia akan melanjutkan profesi ibunya sebagai seorang pengacara yang menangani masalah keluarganya sekaligus masalah yang berkaitan dengan hukum yang mengancam bisnis keluarganya.

Irene cukup tau tentang beberapa bisnis keluarganya hanya saja dia juga tak menyukai pembunuhan apalagi jika pembunuhan itu dilakukan oleh keluarganya sendiri meski terima jika mereka melakukan pembunuhan untuk mengambil organ orang secara illegal. Irene tetap tak suka jika mereka membunuh orang-orang yang dia kenal atau dia tau secara singkat. Walaupun tak terima, dia tetap tidak peduli sebab itu merupakan hal biasa bagi keluarganya. Selama sebelas tahun lebih dia tinggal di Melbourne pun hidupnya sejahtera tanpa ancaman dari keluarga Almonds yang merupakan musuh bebuyutan keluarganya.

"Kau tidak punya kelas hari ini, Irene?" tanya salah seorang bartender kepadanya, "Semua kelas telah selesai, aku hanya tinggal mengerjakan penelitian untuk lulus." Irene tertawa kecil seraya sedikit mabuk dengan whiskey yang dia minum.

"Kau pasti bisa melakukannya lagipula kau sangat pandai, kau pasti bisa menyelesaikannya dengan cepat." Irene tertawa lirih mendengar hal itu, "Aku akan menyelesaikannya jika bukan karena Theo. Dia membuat hidupku sangat kacau." ucap Irene. Wajahnya terlihat sedikit layu sebab terlalu banyak minum, dia sampai mabuk dan melantur macam-macam tentang Theo.

"Irene, apa yang kau lakukan? Kau mabuk terlalu banyak, biarkan aku mengantarmu pulang." ucap Theo menghampiri Irene yang sudah mabuk berat.

"Pergilah dasar keparat! Aku tidak ingin melihatmu lagi, mengapa kau melakukan semua ini!!! Pacarmu itu sedang berulang tahun. Pergi dari hadapanku!!" usir Irene dengan lemah, dia sudah sangat mabuk.

"Aku tidak akan meninggalkanmu, Valencia itu bukan kekasihku. Kami hanya berteman saja." jelas Theo.

"Kau sudah berselingkuh dariku dengan wanita itu?! Mengapa masih peduli kepadaku, pergilah Theo!!" usir Irene sembari berteriak. Dia mencoba beranjak dari kursinya untuk menghindari Theo yang tidak mau pergi.

Irene berjalan sempoyongan menghindari ajakan Theo yang mau mengantarkannya. Theo bahkan memaksa Irene untuk mau menerima tawarannya sebab dia khawatir sesuatu buruk akan terjadi kepada Irene yang sedang mabuk berat. Irene dengan tegas menolak bahkan mencoba menyingkirkan tubuh Theo yang menghalanginya. Dia sekuat tenaga mencoba untuk melanjutkan perjalanannya akan tetapi, tubuh Theo terlalu kuat. Irene sampai digendong oleh Theo karena terlalu banyak melawan.

Irene berteriak ketakutan sampai Felix datang dan melepaskan Irene dari pelukan Theo. Felix memukul wajah Theo dengan keras sampai wajahnya terlihat lebam. Felix segera membawa Irene pergi setelah memukul wajah Theo. Dia membawanya ke apartemen dimana dia tinggal.

"Bagaimana jika kedua orangtuanya mencarinya, Tuan? Apa yang akan kita katakan kepada mereka?" tanya asisten Felix yang bernama Leonard.

"Jangan khawatir, mereka tidak akan melakukan sesuatu jika aku tidak mendapatkan informasi tentang adikku. Aku akan melepaskan Irene besok, dia bukan permainan kita. Aku masih fokus dengan Isabella dan Alexander." jawab Felix seraya menyesap rokoknya.

"Kau sebaiknya panggilkan dokter untuknya besok, aku khawatir terjadi sesuatu. Dia sepertinya sangat mabuk." perintah Felix kepada Leonard yang menyipitkan matanya heran. Dia tak pernah melihat bossnya sangat peduli terhadap wanita.

Leonard hanya mengenal bossnya sebagai seseorang yang tak pernah peduli terhadap wanita meski jika wanita itu memiliki hubungan dengannya. Selama ini Leonard belum pernah melihat bossnya menjalin hubungan romantis bersama seorang wanita bahkan Leonard mengira jika bossnya adalah seorang gay.

Leonard memanggil dokter untuk memeriksa Irene keesokan harinya setelah Irene tersadar dari tidurnya. Semalam dia tidur terlalu nyenyak sampai tak sadar bahwa dia berada di kamar dosennya. Dia menyapu matanya melihat kamar yang tak seperti biasanya, dia membuka matanya lebar-lebar hingga menyadari bahwa dia tidak sedang berada di rumahnya. Dia hendak berteriak akan tetapi, Felix datang bersama dengan seorang dokter untuk memeriksanya.

"Jangan takut, dokter Mara akan memeriksamu." ucap Felix mempersilahkan Mara untuk memeriksa Irene yang masih sedikit shock dengan kedatangan keduanya.

"Rileks, Nona Foster. Aku akan melakukan pemeriksaan sebentar saja, Tuan Graham mengatakan semalam anda mabuk berat." Mara mulai memeriksa detak jantung Irene. Dia juga memeriksa tekanan darah Irene sampai memeriksa perutnya yang terasa kembung dan nyeri.

"Maaf, apakah itu terasa sakit?" tanya Mara ketika melihat Irene merasa nyeri di bagian perutnya.

"Iya, sedikit." jawabnya.

"Anda tidak boleh minum banyak alkohol, nanti asam lambung dapat naik dan membuat anda mual." Irene seketika mual ketika mendengar ucapan itu sebab dia belum makan. Mara memberikan beberapa obat untuk ditelan agar dia tidak mual.

"Sudah selesai?" tanya Felix yang datang membawakan sarapan, "Sudah, Tuan. Aku permisi." ucap dokter Mara pamit.

Felix meletakkan makanannya di atas meja yang terletak di balkon, dia membawa Irene untuk duduk dan sarapan di balkon kamarnya. Irene menurut saja sebab dia merasa sangat lapar saat ini. Felix membawa makanan untuk dirinya dan Irene. Dia menuangkan minuman untuk Irene sementara, Irene masih terpaku menatap Felix yang bersikap sangat manis padahal semalam dia hampir membuat Irene tertangkap oleh kedua orangtuanya.

"Makanlah, nanti kau tidak akan lemas selama perjalanan. Aku akan mengoreksi penelitianmu jika kau sudah memperbaiki dan menyempurnakannya. Jangan khawatir, aku sebenarnya sudah membacanya." Felix tertawa kecil sembari menyantap sarapannya.

Irene masih terpaku, baginya semua ini seperti sebuah mimpi. Dia tertidur di kamar apartemen milik dosennya? Apakah semalam dia sempat melakukan seks. Hanya itu yang Irene khawatirkan sebab dia tak mengonsumsi pil pencegah kehamilan akhir-akhir ini sebab dia telah putus dari Theo meski dia tak pernah melakukan seks dengan Theo.

"Makanlah, aku yakin kau akan suka. Ini lembut untuk lambungmu." Felix mulai menyodorkan sesuap sup untuk Irene.

"Apakah semalam kita tidur bersama, Pak?" tanya Irene dengan polos tanpa memakan sesuap sup yang telah disodorkan oleh Felix.

"Jangan panggil aku 'pak', sayang. Panggil saja Felix jika kita sedang berdua. Kau bisa melupakan tentang semalam." Felix meletakkan kembali supnya seraya tertawa ringan.

"Jadi, semalam kita?"

"Tidak, aku tidak melakukan itu. Kau mabuk kemudian tertidur di ranjang. Aku akan mengantarmu jika kau selesai bersiap, barang-barangmu masih tersimpan di almari." Felix kembali menyantap sarapannya sebab lapar.

"Aku harus pulang sekarang, kedua orangtuaku pasti mencariku." ucap Irene lembut. Dia tidak tau harus merespon apa terhadap Felix yang telah menolongnya dari Theo semalam.

"Habiskan dulu makanannya baru kau bisa pulang, jangan bandel. Aku tidak suka melihatmu sakit seperti semalam apalagi ketika ada seorang lelaki yang menyakitimu." Felix menatap Irene serius ketika mengatakan kalimat terakhirnya. Dia menyadari bahwa hal ini terasa aneh untuk dilakukan, mengapa dia peduli kepada Irene. Seorang gadis muda yang menjadi mahasiswa bimbingannya.

"Felix, aku mohon, aku ingin pulang. Jika orangtuaku menemukan kita maka-"

"Apakah mereka akan memarahimu sebab kau bertemu denganku?" ianya Felix seraya meneguk segelas jusnya.

"Tidak, tap-"

"Makanlah!" Felix seketika memasukkan sesuap makanan ke mulut Irene yang akan mengoceh ini itu agar dia membiarkannya pulang. Felix terus menyuapinya yang membuat Irene kesal bahkan hampir tak bisa berbicara sebab Felix tanpa henti terus menyuapinya sampai sarapannya habis.

"Kau bisa membersihkan diri sekarang baru kau bisa pulang, aku akan mengantarmu ke rumah." ucap Felix.

"Aku bukan anak kecil! Aku harus pulang sekarang!!" Irene beranjak dari kursinya akan tetapi, Felix mencengkram pergelangan tangannya dengan cepat yang membuatnya tak jadi pergi.

"Lepaskan aku!!" teriak Irene, "Aku tidak akan melepaskanmu sampai kau benar-benar bersih." Felix seketika mengangkat tubuh Irene dan membawanya ke ruangan untuk mandi.

Felix seketika mencium bibir Irene yang sudah sangat menggodanya, Irene pun membalasnya. Keduanya saling berciuman dengan intens, Felix semakin menjelajahkan lidahnya ke dalam seraya melucuti seluruh pakaian Irene yang menyisakan bra dan celana dalamnya. Felix terus mendorong Irene sampai di bawah shower dimana Felix mulai menurunkan celana dalam Irene.

"Baru berciuman saja sudah basah." Felix tersenyum menyeringai ketika menyentuh liang kewanitaan Irene yang sudah sedikit basah, "Jika saja kau tidak telanjang setengah badan ketika sarapan tadi, aku mungkin tidak akan tersihir dengan tubuhmu yang indah itu." ucap Irene tanpa sadar sebab dia sedang menikmati gerakan jari Felix yang masuk ke dalam liang kewanitaannya sekaligus memijat klitorisnya.

"Ahhhh! Faster, please." Irene mendesah semakin keras sebab merasakan ketegangan sekaligus kenikmatan yang tak dia dapatkan dari siapapun. Mendengar desahan Irene yang semakin keras membuat Felix memainkan jarinya dengan cepat.

Kaki Irene terasa tegang dan bergetar merasakan kenikmatan akan permainan jari Felix dengan tempo cepat. Dia terus mendesah dengan kencang apalagi ketika tangan Felix beralih dari bawah ke atas memainkan kedua payudaranya yang masih tertutup oleh bra. Felix membuka bra-nya dengan gentle. Dia meremasnya seraya mencium bibirnya dengan intens, menjelajahkan lidahnya mulai dari lehernya menurun ke atas puting Irene yang sudah mulai tegang. Felix terus menjelajahkan lidahnya di atas puting Irene sementara, tangannya yang lain meremas satu sisi payudara Irene.

Irene menutup matanya menatap ke arah langit-langit dimana shower tak sengaja terpencet secara otomatis oleh tubuhnya yang bergerak membentur ke arah shower. Keduanya tersiram oleh shower yang membuat Felix melucuti celananya dimana batangnya sudah berdiri tegak sejak melihat bibir Irene yang berbicara dengan polos. Dia mendekatkan tubuh Irene, mengangkat satu kakinya agar memudahkan batangnya untuk masuk ke dalam liang kewanitaan Irene. Felix terus menghantam dengan tempo cepat memenuhi liang kewanitaan Irene yang sedikit sempit baginya.

"Ahhhhh, sakit. Arghhhh-ahhhh!!" Irene menjerit kesakitan ketika batang besar milik Felix terus menghantam kewanitaanya. Dia terus menjerit dengan desahan penuh kenikmatan yang membuat Felix semakin semangat untuk menghantamnya. Dia mengeluarkan batangnya sejenak kemudian, menundukkan tubuh Irene untuk membungkuk. Dia mulai menusukkan batangnya memasuki liang kewanitaan Irene seraya menekuk kakinya. Pinggulnya terus bergerak dengan cepat dengan dorongan batangnya yang memenuhi kewanitaan Irene.

"Ahhhh, sakit!!" Irene menjerit kesakitan namun, dia merasakan kenikmatan dari hantaman batang Felix yang besar. Felix terus menggerakkan pinggulnya sepanjang desahan Irene yang semakin mengeras apalagi ketika Irene hampir mencapai puncak sebab batang Felix yang besar, Felix menghantam dengan cepat hingga keduanya mencapai puncak disertai dengan cairan sperma milik Felix yang menyembur ke dalam rahim Irene. Keduanya berdiri kemudian, berciuman di bawah shower yang masih menyiram keduanya.

Felix membantu Irene untuk membersihkan tubuhnya, begitupun dengan Irene yang membersihkan tubuh Felix. Dia sangat tersihir dengan dada bidang yang atletis milik Felix apalagi gerakannya ketika seks yang tidak dia dapatkan dari lelaki manapun termasuk Theo. Irene sangat menyukai hal itu, dia bahkan mencium Felix setelah keduanya selesai melakukan seks di ruang mandi.

Felix tertawa lirih seraya mengeringkan rambut Irene, "Jadi, kau menyukainya, kan?"

"Tidak, seharusnya durasinya lebih panjang daripada itu, Felix." Irene tersenyum tipis menatap kaca seraya membersihkan wajahnya.

"Benarkah? Ternyata tadi durasi kita kurang panjang. Jika aku bisa menculikmu maka, durasi kita akan lebih panjang." Felix memainkan jarinya di bibir Irene. Dia sangat menyukai wajah Irene yang polos akan tetapi, pandai bermain.

"Tapi, aku sudah punya pacar. Kita tidak bisa sering-sering melakukannya, terlebih sekarang aku harus pulang. Jangan mengunciku dengan memamerkan dada bidangmu yang indah itu." Irene tersenyum tipis seraya menyentuh dada Felix yang atletis sebelum dia memakai pakaian yang telah disediakan pelayan.

"Baiklah, panggil saja Felix. Jika kau membutuhkan sesuatu, kau bisa selalu untuk memanggilku kapan saja." keduanya berciuman sebelum akhirnya Irene meninggalkan apartemen Felix. Dia diantarkan pulang ke rumah oleh supir Felix.

Dia merasa itu semua adalah sesuatu yang salah untuk dilakukan namun, apa boleh buat dia merasa sudah terlanjur tersihir dengan dada bidang milik Felix. Dia sudah terlanjur melakukannya dan mendapatkan kenikmatan yang tidak diberikan oleh Theo selama ini. Lagipula, hubungannya dengan Theo masih belum jelas. Dia ingin putus akan tetapi, Theo menolak dengan dalih dia tidak pernah berselingkuh dengan Valencia padahal jelas-jelas keduanya sering berciuman di bar.

Dia mendapatkan kiriman foto dari teman-temannya tepat ketika sampai rumah, ternyata dugaannya tidak salah.

To be continued...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel