
Ringkasan
Foster S-4 Irene & Felix (18+) Kehidupan Irene Foster yang dianggap sempurna di masa mudanya sirna ketika dia harus pergi ke Melbourne untuk melanjutkan pendidikannya. Berada di Melbourne selama kurang lebih sebelas tahun membuatnya dianggap bukan anak kandung Zach dan Lara. Kendati demikian, Irene tidak peduli sampai suatu hari terdengar rumor mengenai anak Almonds yang sempat hilang. Dia mulai mempertanyakan apakah dia anak kandung Foster atau bukan? Dia mencari semua jawaban itu sendiri sebab keluarganya tak pernah memberitaunya apapun. Dia terus menjalani hidupnya yang penuh dengan prahara perselingkuhan terutama ketika kekasihnya, Theo Stevenson berselingkuh darinya dan skandal mengenai perselingkuhan yang terjadi di keluarganya satu per satu mulai terbongkar. Meski sulit menerima kenyataan itu, ada satu pria yang selalu membantunya sejak dia kuliah di Melbourne hingga dekat dengan Felix yang mengikutinya untuk sesuatu.
Chapter 1: Seminar
"Sexual and domestic violence are currently considered as relevant worldwide public health issues. Although more commonly reported as acts perpetrated against women, sexual and domestic violence affect victims of both genders." Setidaknya itulah pembuka yang disampaikan oleh Profesor Lara Lea Foster yang mengisi salah satu acara seminar di Melbourne University Law School.
Dia kali ini menjelaskan mengenai kekerasan dalam rumah tangga dimana kekerasan tersebut secara spesifik menyangkut korban dan pelaku adalah anggota dalam suatu rumah tangga. Dia juga menjelaskan bahwa kekerasan dalam rumah tangga berbeda dengan kekerasan pasangan intim atau yang disebut sebagai intimate partner violence.
"Domestic violence takes place within a household and can involve a parent and child, siblings, or even roommates. Intimate partner violence occurs between romantic partners who may or may not be living together." Lara menjelaskan definisi terkait perbedaan kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan antara pasangan intim.
Secara spesifik, dia juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan yaitu dominasi pria, budaya patriarki, ketergantungan ekonomi, kekerasan dijadikan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik, dan perselingkuhan. Dia juga menjelaskan dampak dari kekerasan baik dalam rumah tangga maupun kekerasan kepada pasangan intim yang paling parah dapat menyebabkan kematian.
Mendengar salah satu faktor penyebab kekerasan dalam rumah tangga adalah perselingkuhan membuat Irene mengingat sesuatu yang terjadi kepadanya akhir-akhir ini. Hatinya seketika terasa sakit mendengar sesuatu yang mengingatkannya pada kecurigaannya kepada kekasihnya. Dia ingin meninggalkan seminar yang diisi oleh ibunya akan tetapi, dia diminta untuk hadir sampai seminarnya selesai oleh Lara. Dia tetap mendengarkan keseluruhan penjelasan yang disampaikan oleh Lara tentang kekerasan dalam rumah tangga. Lara memintanya hadir sampai selesai agar dia dapat menyelesaikan penelitian akhirnya.
"Pemateri hari ini luar biasa, materi yang disajikan cukup complex dengan pembawaannya yang tegas dan menarik. Aku sangat menyukai semangatnya yang menyuarakan keadilan untuk dua gender yang mana hal tersebut sangat jarang disampaikan oleh pemateri." Ucap salah seorang teman kuliah Irene yang bernama Claudia.
"Kau benar, Claudi. Kita bahkan tidak punya pertanyaan sebab materi yang disampaikan sangat jelas." komentar salah seorang teman wanita Irene yang duduk di samping Irene bernama Audrey.
"Irene, apakah kau punya pertanyaan sepertinya dia sudah selesai menjelaskan?" tanya Claudia kepada Irene yang melamun sejak tadi memikirkan kekasihnya.
Lamunan Irene terbangun, "Huh, apa yang kalian katakan? Aku tidak fokus." tanyanya.
"Pemateri sudah selesai menjelaskan, dia membuka sesi tanya jawab, apakah kau ingin bertanya tentang topik yang dia sampaikan?" ucap Claudia.
"Oh ya, aku akan bertanya." ucap Irene.
Dia mulai mengangkat tangannya setelah Lara menjawab pertanyaan dari mahasiswa lain. Pembawa acara mempersilahkan Irene untuk berbicara dengan menggunakan pengeras suara yang diberikan oleh operator.
"Selamat pagi, Prof. Saya ingin bertanya mengenai topik perselingkuhan yang mana disebutkan dalam faktor dalam kekerasan dalam rumah tangga. Apa yang harus kita lakukan ketika perselingkuhan terjadi baik pada pasangan intim maupun dalam rumah tangga? Terima kasih." Lara dapat melihat mata Irene berbinar ketika mempertanyakan hal itu. Dia seolah dapat menebak apa yang sebenarnya terjadi kepada putrinya namun, dia tak yakin. Sebagai seorang pemateri, dia harus menjawab secara objektif sebab yang bertanya merupakan mahasiswa baginya, bukan putrinya.
"Jika itu terjadi ketika belum terikat pernikahan maka, kita bisa memutuskan hubungan itu secara paksa sebab beberapa pasangan yang manipulatif kadang-kadang tak mau dilepaskan. Sebelum kekerasan baik secara fisik maupun psikis terjadi, sebaiknya putus. Jika terjadi dalam rumah tangga maka, perlu bercerai untuk kesehatan mental dan fisik kita sebagai seorang manusia juga sebagai seorang ayah maupun ibu untuk melanjutkan hidup dan memberikan kehidupan yang lebih layak kepada anak kita jika memiliki anak." jawab Lara dengan tegas.
"Untuk tambahan perselingkuhan selain dapat menimbulkan kekerasan psikis juga dapat menimbulkan kekerasan fisik. Jadi, sebagai seorang manusia kita harus memiliki batasan agar kekerasan tidak terjadi kepada kita. Salah satu batasan tersebut adalah dengan memutus hubungan ketika perselingkuhan terjadi supaya tidak terjadi kekerasan lebih lanjut." jelasnya menambahkan.
"Adakah pertanyaan lain?" tanya Lara sebelum dia beralih menjawab pertanyaan dari mahasiswa lain, "Tidak ada, sudah cukup. Terima kasih, Prof." ucap Irene dengan senyum tipis yang sedikit terpaksa. Sebenarnya perasaannya terasa sedikit hancur ketika mengingat hal itu.
"Pertanyaan yang bagus, nanti kita bisa menjadi tegas jika hal itu terjadi." ucap Audrey memuji pertanyaan Irene, "Terima kasih, Audrey. Bisakah kita pergi makan setelah ini. Aku sedikit bosan." ajak Irene yang terlihat sudah lelah mengikuti seminar selama setengah hari.
"Baiklah kita bisa pergi nanti setelah mendapatkan foto bersama, aku sangat mengagumi Profesor. Dia sangat pintar, aku sangat menyukainya." ucap Claudia yang sangat senang.
"Nanti kita berfoto dulu, Irene. Kau tidak apa-apa, kan? Kita nanti sebentar saja fotonya." tanya Audrey memastikan sebab raut wajah Irene sudah terlihat sangat kesal dan ingin segera meninggalkan auditorium seminar.
"Baiklah, aku akan berbicara agar kita bisa berfoto." ucap Irene pasrah sementara, kedua temannya sangat senang sebab Irene mau meminta agar Lara bersedia berfoto dengan mereka.
Setelah seluruh rangkaian tanya jawab selesai, Lara bersama dengan para dosen lainnya berfoto di atas altar. Mereka juga menghadap ke altar untuk berfoto bersama seluruh mahasiswa peserta. Selesai dengan sesi foto, Lara masih berbicara dengan dokter Amanda Weaves yang merupakan kepala dari Lembaga Penelitian yang mengadakan seluruh acara seminar maupun penelitian di Melbourne University. Irene yang melihat kesempatan itu sekaligus dia diperintah oleh kedua temannya pun segera menghampiri Lara untuk mengajak berfoto. Beberapa mahasiswa juga mengajak untuk berfoto sebelum meninggalkan ruangan auditorium.
"Mama, temen aku ada yang mau foto, boleh kan?" tanya Irene secara langsung ketika dia masih berbincang dengan Amanda, "Ya, kita bisa lanjutkan nanti di kantor, dokter Amanda." ucapnya.
"Mohon maaf, anda sepertinya sedikit tidak sopan." Amanda menyipitkan matanya menatap Irene yang memanggil ibunya bukan dengan sebutan Prof melainkan Mama.
"Kau sepertinya lupa bahwa aku punya anak perempuan, Amanda." Lara melirik sedikit sinis ke arah Amanda.
"Irene Marie Foster, dokter." Irene mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan dokter Amanda, "Oh maaf, Lara. Aku melupakannya, senang bertemu denganmu, sayang." ucap Amanda seraya memeluk dan mencium wajah Irene dengan lembut. Irene terdiam saja melihat respon Amanda yang terkejut tidak mengetahui bahwa dirinya adalah putri dari Lara.
"Baiklah, aku akan menunggumu di kantor." ucap Amanda pamitan.
"Panggilkan temanmu, sayang. Kita bisa berfoto sepuasmu." Lara tersenyum tipis seraya memegang lengan putrinya.
Irene pergi memanggil temannya yang masih menunggu di kursi mereka. Sebenarnya Irene malas untuk berfoto apalagi dengan ibunya sendiri. Pada kondisinya saat ini, kedatangan ibunya adalah sebuah bencana untuknya. Entah mengapa ibunya datang disaat yang tidak tepat seperti ini. Ibunya biasanya mengisi seminar sekaligus penelitian bulanan akan tetapi, jika bukan waktu kunjungan maka, Lara biasanya akan tinggal di apartemen yang disediakan oleh kampus. Namun, selama seminggu kegiatannya nanti Lara akan tinggal bersama dengan Irene di rumah pribadi mertuanya.
"Terima kasih, Prof. Ayo Irene kita pergi makan, kau sepertinya sudah sangat lapar." Claudia menarik lengan tangan Irene untuk mengajaknya pergi makan yang sudah disediakan secara gratis oleh kampus untuk para peserta seminar ini.
"Sama-sama, kalian bertiga berteman?" Irene mengangakat dagunya, dia menatap ibunya sinis ketika mendengar pertanyaan itu, "Iya, kami berteman sejak semester awal, Prof." Jawab Audrey.
"Kalian sudah menyelesaikan penelitian akhir? Kampus memanggilku untuk membantu beberapa penelitian dan bimbingan secara terjadwal. Kalian bisa mengikuti kegiatannya dalam seminggu ini jika mengalami kesulitan selama penelitian." ucap Lara memberitau.
"Mungkin Irene bisa mendaftar, dia sepertinya masih belum mengerjakan. Kami sudah pada tahap ujian namun, kami tetap mendukung Irene untuk selesai." balas Claudia sedikit gugup.
"Mama, kita pergi dulu, ya. Aku sudah lapar." ucap Irene pamitan sebab dia tak ingin membicarakan hal itu lebih lanjut. Dia menarik teman-temannya setelah pamit kepada ibunya.
Claudia dan Audrey heran dengan sikap Irene yang tidak sopan. Namun, mereka telah pamit secara terburu-buru sebab Irene menarik mereka dengan paksa. Ketiganya pergi ke salah satu restoran dekat kampus untuk makan siang. Irene terlihat diam saja tanpa berbicara ketika memesan makanan sementara, Claudia dan Audrey sibuk membicarakan seorang pemateri yang mereka idamkan. Mereka menyukainya sebab mendapatkan gelar demikian pasti sulit, sekarang saja meski sudah pada tahap ujian, mereka masih kesulitan untuk menyelesaikan penelitiannya.
"Irene, kami minta maaf jika sempat menyinggungmu tadi soal penelitian." ucap Audrey sedikit ragu, "Apakah kau marah?" tanya Claudia memastikan.
"Tidak, aku tidak marah. Aku hanya mengingat tentang Theo saja, dia sering menghilang akhir-akhir ini. Dia bahkan jarang menemaniku lagi." jawab Irene pasrah.
"Kami akan membantu menemukan dengan siapa dia berada nanti di klub, jangan khawatir." ucap Audrey menenangkan dengan mengelus telapak tangan Irene.
"Terima kasih kalian selalu ada untukku, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan jika tidak ada kalian." ucap Irene dengan lembut, dia mulai melemparkan senyumnya dengan tipis. Setidakanya kehadiran kedua temannya dapat membuatnya merasa lebih baik dari rasa khawatir berlebihan yang sering dia alami jika memikirkan tentang Theo.
"Sama-sama, oh ya tadi itu ibumu? Kau sempat memanggilnya Mama?" tanya Claudia penasaran.
"Benar, Profesor Lara Lea Foster adalah ibuku. Dia akan menginap di rumahku selama seminggu, aku sangat membencinya." ucapnya kesal.
"Memangnya mengapa? Aku akan senang sebab dia dapat membantu menyelesaikan penelitian kita." Claudia tersenyum membayangkan penelitiannya yang cepat selesai jika dibantu oleh Profesor yang merupakan ibunya.
"Ya, kepada mahasiswanya dia akan membantu. Kepada anaknya, dia hanya akan menuntut, entahlah mengapa pertanyaanya tentang kapan aku akan menyelesaikan penelitian ini membuatku sedikit terbebani. Apalagi aku harus mengambil sertifikasi pengacara sekaligus studi master hukum, aku rasanya tidak sanggup." Irene mendengus kesal ketika selesai bercerita.
"Kami tidak tau jika dia bersikap begitu namun, aku yakin kau pasti bisa menyelesaikan semuanya, Irene. Kau bisa meminta bantuan kami, kami selalu ada untukmu." ucap Audrey menguatkan. Keduanya tetap mendukung Irene dengan afirmasi positif melalui percakapan yang membuat Irene selalu merasa didukung.
Salah satu alasan mengapa ketiganya masih bertahan sebagai seorang sahabat adalah ketiganya yang saling mendukung satu sama lain. Mereka sering menghabiskan waktu liburan bersama sebab orangtua ataupun keluarga masing-masing dari mereka tidak memiliki waktu untuk liburan bersama. Tak jarang mereka pergi untuk sekedar nonton, jalan-jalan bersama. Bahkan sampai ketika masa akhir belajar mereka, mereka tetap saling mendukung untuk selesai bersama. Mereka merupakan teman yang saling peduli terhadap sesama, sering menyuarakan hak-hak untuk kesetaraan gender dalam sebuah organisasi.
Mereka juga sering praktek maupun kunjungan secara berkala untuk melihat praktik pengadilan secara independen maupun tergabung dalam kujungan kampus. Meskipun Irene merasa itu bukan passionnya, lambat laun dia menemukan bahwa bersama Audrey dan Claudia merupakan pengalaman selama belajar yang paling menyenangkan. Dia kebetulan bertemu dengan Audrey dan Claudia semenjak Irene dipindahkan sekolah dari Perth ke Melbourne. Ketiganya menjadi sahabat sejak saat itu sebab ketiganya merupakan anak-anak yang kurang mendapatkan perhatian dari orangtuanya.
Setelah berbincang sampai sore di restoran, Irene dapat mengembalikan suasana hatinya yang tadinya buruk menjadi lebih baik. Mereka pamitan untuk pulang ke tempat tinggal masing-masing yang berada di dekat kampus, rumah Carl dan Elena kebetulan berada di komplek yang terletak tak jauh dari kampus sehingga tak butuh waktu lebih dari setengah jam untuk sampai di rumah.
"Aku pikir dia bisa bertanya ketika di rumah namun, dia tidak pernah berkomunikasi." ucap Lara yang sedang duduk santai bersama suaminya di depan taman belakang. Irene dapat melihat ibunya yang pulang lebih awal dari dirinya.
"Kau jarang sekali berkunjung akhir-akhir ini, tidak seperti biasanya. Kau seharusnya sering-sering berkunjung." balas Zach.
"Kau sepertinya lupa apa yang telah terjadi, sayang. Sepertinya kita semuanya harus melupakan apa yang terjadi setahun lalu." Lara melirik suaminya sinis.
"Apa yang terjadi setahun lalu?" sahut Irene yang kebetulan samar-samar mendengar percakapan kedua orangtuanya.
"Tidak ada, sayang. Kau sudah pulang, kau ingin makan?" tanya Lara dengan lembut.
"Aku tidak mau makan, aku sudah makan tadi. Papa pulang kapan?" tanyanya kepada ayahnya yang biasanya tak tinggal lama di Melbourne.
"Kemarilah, kau terlihat lesu sekali. Apa yang terjadi? Apa uangmu habis, hmm? Apa yang terjadi putri kesayangan Papa." Irene memeluk ayahnya erat, dia sangat menyanyangi ayahnya yang lebih sering berkunjung daripada ibunya yang setahun lalu memang tidak berkunjung sama sekali untuk menjenguknya.
"Bagaimana dengan penelitianmu? Temanmu mengatakan kau bahkan belum memulai? Bukankah sudah ku katakan kepadamu waktu itu. Kau harus segera menyelesaikannya, jika kau membutuhkan sesuatu kau bisa memanggil Mama." Suasana hati Irene seketika berubah lagi setelah mendengar pertanyaan itu.
"Aku sedang mencoba, Ma. Aku diam saja bukan berarti tidak melakukan apa-apa."
"Kalau sedang berusaha setidaknya aku ingin melihat apa yang sedang kau usahakan. Kau terlihat selalu pergi bersama dengan Theo. Siapa dia?" tanya Lara penasaran sebab Irene tak jarang mengunggah foto Theo di media sosial pribadinya.
"Theo Stevenson? Bukankah dia?" Zach mengangkat alisnya sebelah ketika mendengar nama Theo, "Iya, kami hanya berteman saja." jawab Irene sedikit malas. Dia enggan menjelaskan tentang Theo apalagi hubungannya akhir-akhir ini dengan Theo sedang tidak baik.
"Theo Stevenson adalah kekasihmu, tidak mungkin dia bukan kekasihmu jika kalian melakukan ini." Lara menunjukkan sebuah foto yang membuat Irene melotot terkejut.
To be continued...
