Chapter 4: Theo Cheating
Irene seketika menangis ketika membuka foto yang dikirimkan oleh Claudia. Selama ini dugaanya tidak pernah salah, dia telah diselingkuhi oleh Theo. Namun, hubungannya dengan Theo bahkan belum selesai. Hubungan itu masih mengambang di antara ketidakjelasan Theo yang masih menginginkan Irene untuk bersamanya akan tetapi, dia jarang menghubungi Irene. Hanya sesekali jika dia ingin bertemu, sebagai seorang mahasiswa teknik informatika. Theo sibuk dengan penelitian akhirnya sekaligus praktek magang di berbagai tempat.
Irene mengerti kesibukan Theo, dia tak pernah menuntut Theo untuk menghubunginya setiap saat. Dia hanya butuh Theo memberikan kabar sesekali saja, itupun tidak Theo lakukan dengan alasan sibuk magang di instansi pemerintahan. Irene adalah orang pertama yang selalu menghubungi Theo terlebih dulu dengan menanyai bagaimana kondisi Theo atau sesekali mengobrol tentang kegiatan maupun penelitian mereka. Keduanya dulu sering berbicara, berdiskusi secara aktif bahkan terlibat dalam kegiatan organisasi bersama.
Keduanya mulai pacaran ketika menjadi mahasiswa baru di Melbourne University, bertemu ketika acara perkenalan kampus dulu. Menurut Irene, Theo selain sepupunya juga merupakan pasangan yang baik. Namun, akhir-akhir tepatnya setahun setelah Theo pergi magang, sibuk dengan penelitiannya di tempat lain, dia jadi jarang berkomunikasi dengan Irene. Theo bahkan lebih dekat dengan teman satu jurusan yang menjadi teman selama magang di Sydney.
Valencia namanya, seorang perempuan yang mengadakan pesta ulang tahun tempo hari dimana Irene tidak hadir ke pestanya sebab dia sudah curiga sejak awal tentang hubungan Theo dan Valencia. Dia bahkan menolak ketika Theo mengajaknya pulang, dia merasa sudah muak dibohongi. Semua itu terasa menyakitkan untuknya, bahkan lebih sakit daripada ketika dia hanya mencurigainya saja. Semua ini terlihat lebih jelas sekarang.
"Kau darimana saja semalam, Papamu mencarimu. Dia sampai tak bisa tidur, bahkan ponselmu tidak bisa dihubungi?" Irene seketika mematikan ponselnya ketika mendengar suara ibunya.
"Semalam aku pergi ke klub, aku sangat mabuk jadi, aku menginap di rumah Claudia." jawab Irene tenang.
Lara menyipitkan matanya menatap wajah putrinya yang terlihat sendu, "Benarkah? Kau terlihat bersedih, apa yang terjadi?" tanya Lara penuh perhatian.
Irene tidak tau harus menjawab apa, dia terpaku menatap ibunya dengan isi kepalanya yang melayang kesana kemari memikirkan apa yang baru saja dia lihat.
"Irene, jangan memikirkan tentang penelitian. Aku tidak akan menuntutmu lebih, kau bahkan belum bisa menyelesaikan kuliahmu tepat waktu sekalipun aku tidak akan protes." ucap Lara yang membangunkan lamunan Irene.
"Tidak, aku hanya kepikiran sedikit saja. Aku akan segera menyelesaikannya dalam beberapa bulan ke depan, Mama tidak perlu khawatir." balas Irene.
"Baiklah, minggu esok Mama dan Papa akan pulang. Kami masih memiliki banyak pekerjaan, jangan bersedih. Semuanya akan selesai walaupun sedikit terlambat." Lara menepuk pundak putrinya sebelum pergi keluar. Dia dan suaminya diundang untuk menghadiri pernikahan salah seorang rekan kerjanya.
Setidaknya Irene merasa lega ibunya tidak mencurigai kehadirannya semalam di Grand Foster Hall. Dia menghela napas panjang kemudian, naik menuju ke kamarnya. Irene merebahkan tubuhnya, air matanya seketika mengalir dengan cepat. Dia menjerit menangis, berteriak sekencang-kencangnya merasakan rasa sakit yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Theo adalah kekasih pertamanya yang memiliki hubungan dalam waktu yang cukup lama. Hampir 4 tahun mereka bersama menjalin hubungan.
Irene tidak bisa melupakan setiap kenangan bersama di setiap sudut kota Melbourne dengan Theo. Dia banyak menghabiskan waktu bersama dengan Theo setelah sesi jam kuliah. Keduanya sering berjalan-jalan bersama menyusuri setiap sudut kota Melbourne. Bahkan mereka memiliki beberapa tempat favorit untuk menginap atau sekedar menyempatkan waktunya di sela-sela kesibukannya kuliah.
Bersama dengan Theo, Irene dapat melupakan alasan-alasan yang membuatnya harus bersekolah di Melbourne. Seingatnya dulu, orangtuanya sering bertengkar akan tetapi, ketika dia menghampiri mereka, keduanya berhenti bertengkar. Dia harus tinggal bersama dengan nenek kakeknya di Melbourne selama hampir 11 tahun sampai sekarang. Dia melupakan rasa rindu terhadap kedua orangtuanya seiring dengan kehadiran Theo.
Setahun lalu seolah menghancurkan hatinya, ibunya yang tidak datang berkunjung seperti biasanya sementara, dia sedang mencoba mati-matian menghubungi Theo agar hubungan keduanya tetap baik. Dia tidak tahan ketika harus terus diabaikan, dia memutuskan untuk berhenti menghubungi Theo sampai seseorang memberitaunya tentang kedekatan Theo dengan Valencia.
Irene masih terus menangis, dia tidak tau apa yang harus dia lakukan untuk melampiaskan rasa sakitnya. Air matanya terus menetes sampai dia tertidur di atas ranjangnya sebab kepalanya terasa pusing. Dia kehilangan nafsu untuk makan, dia kehilangan nafsu untuk pergi kemana-mana. Dia bahkan mengabaikan pesan dan telpon yang masuk ke ponselnya. Sampai Vena membangunkannya untuk makan malam. Tak terasa sudah waktunya untuk makan malam. Tadinya dia malas untuk turun akan tetapi, ketika mendengar Vena mengatakan bahwa kakek dan neneknya datang, dia seketika sedikit bersemangat untuk makan.
***
"Aku pikir kau akan mengajukan gugatan untuk bercerai. Apakah kau berubah pikiran, Lara?" tanya Carl datar.
"Aku tidak akan melakukan itu demi putri kesayangannya. Aku akan melakukannya nanti saja jika dia sudah tau semua-"
"Lara, kita sudah bersepakat apapun yang terjadi, Irene tidak boleh mengetahui apapun. Bahkan jika kau bercerai dariku sekalipun." ucap Zach memotong kalimat istrinya.
Lara tertawa kecil, "Dia berhak tau tentang apa yang terjadi di keluarga ini, Zach. Dia berhak untuk mengetahui bahwa jika nenek dan kakeknya juga berselingkuh. Atau tentang ayahku yang berselingkuh selama 6 kali, mungkin lebih."
"Lara! Aku harap kau tidak mengatakan apapun meski kalian sudah bercerai sekalipun." tegas Carl.
"Itu benar, aku tidak akan tahan jika dia mendengar semuanya." ucap Elena menimpali.
"Aku hanya akan mengatakan bagianku saja, aku tidak akan mengatakan bagian kalian." ucap Lara seraya meneguk anggur merahnya, "Kau memang tidak bisa-" Zach berhenti ketika mendengar suara anaknya.
"Selamat malam!" ucap Irene yang datang dengan wajah ceria seperti dia telah melupakan kesedihan yang baru dia alami.
"Aku tidak akan menyangka Grandma dan Grandpa datang kemari, apakah kalian tidak lelah?" tanya Irene seraya memeluk kakeknya.
"Tentu saja tidak, sayang. Kau apa kabar? Sudah lama sekali kami tidak datang berkunjung." Carl mencium kening Irene yang duduk di sampingnya.
"Aku baik-baik saja, aku sudah lapar. Ayo kita makan, aku ingin tidur setelahnya."
Carl seketika meminta para pelayan untuk menyajikan makanannya setelah mendengar ucapan cucunya.
"Tidak bagus tidur langsung setelah makan, sayang. Kau bisa memiliki asam lambung nanti, sebaiknya tunggu beberapa jam sebelum tidur." sahut Elena.
"Dia memang sudah menderita penyakit sejenis, bandel sekali." sahut Lara datar.
Irene menatap ibunya sinis sementara, neneknya mulai mengoceh menasehatinya ini itu. Dia tak suka jika harus menyebut penyakit yang dia derita di depan neneknya yang merupakan seorang dokter. Neneknya akan mulai menasehatinya macam-macam yang membuat dirinya kesal sebab dia sudah bosan mendengarkan hal yang sama dari dokter pribadinya, ya dokter Sherlien yang merupakan sahabat ibunya.
"Baiklah, aku tidak akan langsung tidur setelah makan. Itu bukan masalah besar, kan?" ucap Irene sedikit kesal menanggapi nasehat neneknya, dia bahkan telah menyelesaikan separuh makanan yang disajikan di piringnya ketika mendengar nasehat neneknya.
"Ya, tentu saja. Jangan lupa minum obat jika ada." Elena membelai rambut cucunya, "Kau sangat mirip dengan Yasmin, aku sangat merindukannya. Grandma tidak ingin kehilangan kau, sayang." ucap Elena yang kini terlihat sendu.
"Aku baik-baik saja, Grandma."
"Kalau baik-baik saja, habiskan makanannya." ucap Elena yang membuat Irene kembali duduk dan menghabiskan makanannya walaupun dia sudah kehilangan nafsunya.
"Kami akan pulang besok, Papa akan datang lagi nanti." ucap Zach memberitau.
"Mama?" Irene menatap ibunya yang sibuk dengan ponselnya.
"Mama akan ada di apartemen Stanton untuk beberapa hari sampai pekerjaan selesai. Ada beberapa kasus yang harus diselesaikan, telpon Anne jika membutuhkan sesuatu." jawab Lara sebelum dia akhirnya mengangkat telpon dari ponselnya yang berdering. Lara terlihat sedang memarahi seseorang di luar ruangan yang terlihat dari pintu kaca ruang makan yang tembus ke taman. Irene penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh ibunya.
"Mengapa Mama tidak tinggal di sini saja?" tanya Irene polos.
"Stanton Building Apartement juga tidak jauh dari sini, kan?" tanyanya melanjutkan.
"Tempat itu lebih dekat dengan pengadilan, sayang. Ibumu harus menghadiri pengadilan sebelum persidangan dimulai." Irene mengangguk paham mengingat hal tersebut ada benarnya. Dia lupa jika bangunan apartemen itu dekat dengan pengadilan, tempat dimana dia dulu dan teman-temannya pernah magang.
Irene tak sanggup menghabiskan seluruh sajian makanan yang tersedia di piringnya. Dia beralasan mual agar diizinkan untuk tidur dan minum obat. Elena hendak memeriksanya akan tetapi, dia menolak sebab tak ingin diganggu. Dia bahkan tidak mencium mereka sebelum tidur yang biasa dia lakukan setiap kali mereka datang berkunjung menjenguknya. Dia kembali ke kamarnya dengan perasaan yang sama, sedih sekali rasanya harus berakhir seperti ini. Dia bahkan belum menghubungi Theo untuk memutuskan hubungannya.
"Apakah kau baik-baik saja? Aku dan Claudia mencoba menghubungimu sejak pagi akan tetapi, kau menghilang seperti ditelan bumi begitu saja." ucap Audrey di telpon.
"Aku tidak baik-baik saja-" Irene seketika menangis ketika Audrey bertanya demikian. Dia tidak tau harus mulai bercerita darimana tentang rasa sakit yang dia alami saat ini.
Irene terus menangis sampai dia tak sanggup untuk bercerita, dia menutup telponnya bahkan mematikan ponselnya sebab dia tak ingin diganggu. Besok dia akan segera memutuskan hubungannya yang sudah berlangsung selama 4 tahun bersama dengan Theo. Dia tidak bisa jika harus diselingkuhi seperti ini, Theo telah berbohong kepadanya berkali-kali. Theo mengatakan tidak bisa menghubunginya sebab sibuk akan tetapi, Theo tak masalah jika harus menghubungi Valencia. Dia mengetahui semua itu sebab ini bukan pertama kali keduanya ciuman di tempat umum.
Irene minum obat tidur sebab tanpa itu dia mungkin tidak akan bisa tertidur dengan tenang. Efek dari obat itu berlangsung cukup lama, dia tertidur beberapa jam sampai bangun kesiangan. Ketika dia turun untuk sarapan, tak ada siapapun di tempat itu.
"Tuan Carl dan Elena sudah kembali ke Perth bersama dengan Tuan Zach sebab mereka memiliki acara penting hari ini sementara, Nyonya Lara sudah pergi ke apartemen. Dia hendak membangunkan anda untuk sarapan akan tetapi, dia melihat anda tertidur lelap sampai dia tak tega membangunkan anda." ucap Vena, kepala pelayan di rumah sekaligus mantan perawat masa kecil Irene yang masih memantau Irene jika sakit.
"Baiklah." Irene pasrah seraya duduk di depan meja makan, dia mengambil sedikit makanan untuk mengisi perutnya yang lapar.
"Ini dari ibu anda, baru saja datang dari Perth. Dia juga sudah meminta Anne untuk mengangkat telpon anda kapan saja ketika anda butuh bantuan." Vena meletakkan seluruh buku yang baru dikirim dari Perth di atas meja makan.
"Jadi, dia benar-benar melakukannya." Irene terpaku menatap tumpukan buku dengan judul yang dia butuhkan. Mustahil ibunya tidak mengetahui judul penelitiannya sementara, pimpinan Melbourne Law School merupakan teman baik ibunya yang bernama Ellen Green.
"Tentu saja, Nona. Dia sangat menyanyangi anda." ucap Vena seraya merapikan tumpukan bukunya. Dia memindahkan bukunya ketika telah dipilah oleh Irene, semua buku yang dikirim bagus.
Irene juga mendapatkan kiriman file jurnal dan sejenisnya untuk bahan penelitiannya lengkap berada di emailnya. Dia membuka salah satu email yang tidak ada subjeknya.
"My love, I hope these can help you. Mama so sorry can't help you to get through your research, instead Anne will do for you. I can help later when I finished my job here, love you, dear." Sebuah pesan yang ditulis ibunya dengan melampirkan contoh penelitiannya dulu. Lara juga mencantumkan referensi dari penelitian tahun lalu di universitas yang sama.
Irene tersenyum tipis membaca pesan dari ibunya, dia senang sebab ibunya tidak menuntutnya melainkan mendukung dirinya sepenuhnya. Dia harap ibunya percaya dengan kemampuan yang dia miliki. Setidaknya hal itu yang membuatnya merasa tidak terbebani selama berproses. Dia merasa semua itu adalah hal yang berharga ketika banyak orang yang dituntut untuk cepat selesai.
Dia memutuskan untuk mengerjakan penelitiannya sebelum bertemu dengan Felix. Seseorang yang sudah dia cicipi semalam. Dia tak berhenti tersenyum ketika membayangkan waktu itu, dimana dia sangat menikmati batang besar milik dosennya. Namun, dia tau Felix bukan seseorang yang termasuk tipenya, dia bermain sebab tergoda akan keindahan tubuh Felix yang kekar serta wajahnya yang memang tampan. Felix terlihat lebih dewasa dimata Irene dibanding dengan Theo.
Dia menikmati membayangkan tentang Felix sampai penelitiannya selesai dikerjakan seraya menunggu mesin pencetaknya. Dia mempersiapkan diri untuk bertemu dengan Felix yang ternyata punya waktu luang hari ini. Dia pergi ke kampus setelah semuanya siap, dia merasa puas dengan pekerjaannya sekaligus seolah apa yang terjadi dengan Theo memudar begitu cepat. Dia tak mau memikirkan tentang Theo yang telah berselingkuh darinya lagi.
"Kau tidak akan salah jika bekerja sama denganku, Tuan Graham. Kami membutuhkan sedikit stok untuk itu." ucap seorang pria tua yang duduk santai di hadapan Felix.
"Aku akan menandatangani persetujuannya jika putra kesayanganmu itu mau menghadap langsung kepadaku." balas Felix dengan tatapannya yang tajam.
"Hank akan datang, jangan khawatir." ucapnya tenang.
"Bagaimana dengan perempuan tempo hari? Morettis memang punya koleksi banyak." ucapnya.
"Aku menyukainya hanya saja istriku bisa membunuhku jika mengetahui aku bersama dengan wanita semacam itu." Dia tertawa kecil mengatakan itu.
"Grandpa?" Irene terkejut melihat kakeknya berbicara dengan dosen pembimbingnya apalagi tentang perempuan lain. Seketika pikiran Irene melayang kemana-mana.
To be continued...
