Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5. Jadi Kuli Di Pasar

“Apa kamu sanggup bekerja kasar seperti mereka?” tanya pria setengah baya itu menunjuk para pekerja nya yang tengah beraktifitas.

“Aku sanggup, Pak.” jawab ku yakin.

“Kamu sanggup untuk mengangkat barang-barang itu dari sini ke atas mobil atau juga lantai atas los pasar di sana?!” tanya nya lagi sambil menunjuk arah yang ia maksudkan.

Pandangan ku langsung aku arahkan ke lokasi yang ia tunjuk, aku berfikir untuk beberapa saat.

“Ya, Aku sanggup Pak.” tegas ku lagi.

“Hemmm... Aku hargai kegigihan mu, Nak. Jarang sekali aku jumpai orang se usia mu mau bekerja seperti ini, aku sebenarnya nggak tega karena kamu masih sekolah tapi mendengar cerita mu tadi aku akan terima kamu bekerja di sini.” tutur pria setengah baya itu diiringi senyum kagum nya.

“Terima kasih, Pak. Tapi apakah bisa aku hanya bekerja setengah hari saja, karena aku musti sekolah dulu? Jika aku masuk pagi, siang nya sepulang sekolah aku langsung ke sini dan jika aku masuk siang, pagi nya aku ke sini dulu bekerja.” Ucap ku gembira, namun aku terlebih dulu ingin memastikan apakah pria setengah baya pemilik usaha itu mau menerima ku bekerja setengah hari.

“Ya, kamu boleh bekerja setengah hari dan memang kamu harus sekolah dulu. Kalau sampai kamu nggak sekolah karena keasyikan kerja, kamu akan aku berhentikan!” tutur pria pemilik ruko dan usaha itu.

“Terima kasih, Pak. Terima kasih,” aku sangat senang mendengar penuturan bijak dari pria setengah baya itu.

“Namaku Bimo Panggil saja aku dengan Paman Bimo, para pekerja di sini juga memanggilku begitu.” pinta nya.

“Baik Paman, aku ganti pakaian dulu dan saat ini juga aku akan mulai bekerja.” Ujar ku langsung bersemangat.

“Ya silahkan, tuh di sana saja kamu ganti pakaiannya!” ujar Paman Bimo menunjuk ruangan kecil di ujung rukonya itu, tempat biasa para pekerjanya berganti pakaian.

Ruangan itu berupa kamar mandi yang cukup besar, di sana juga ada toilet untuk buang air kecil dan besar dan mandi serta berganti pakaian.

Setelah selesai berganti pakaian yang sengaja aku bawa dari kos karena ingin mencari pekerjaan di kawasan pasar induk itu, sebelum mulai bekerja Paman Bimo memanggilku untuk duduk kembali di kursi tempat aku duduk tadi.

“Ada apa, Paman?” tanyaku.

“Untuk kamu ketahui juga, aku memberikan upah pada para pekerjaku di sini seharian penuh Rp. 30.000,- jika kamu bekerja setengah hari itu artinya kamu hanya akan aku upah Rp. 15.000,- saja.” tutur Paman Bimo.

“Wah, itu udah lebih dari cukup buatku Paman.” ujarku senang.

“Ya, Kamu hanya bekerja mengangkut barang-barang yang sudah dikemas ke dalam karton itu ke lantai atas tepatnya pada pendagang enceran,” Paman Bimo menerangkan.

“Nanti setelah kamu antar, mereka akan memberi uang per kartonnya. Uang itu kamu serahkan sama aku di sini, apa kamu sudah mengerti Ray?” sambung Paman Bimo.

“Sudah Pama, aku mengerti dengan cara kerja yang Paman katakan.” jawabku.

“Bagus, sekarang bergabunglah dengan mereka!” akupun mengangguk lalu bergabung dengan para pekerja di ruko itu.

Jarak dari ruko Paman Bimo ke toko-toko di lantai atas itu memang tidak terlalu jauh, namun membawa beban dengan menaiki beberapa anak tangga menuju lantai atas itulah yang tidak mudah, meskipun terasa berat aku tak mau mengecewakan Paman Bimo yang telah bersedia menerimaku bekerja. Los pasar tingkat atas yang panjang dan lebar itu terdapat puluhan toko-toko enceran barang-barang sembako, hingga setiap 15 menit sekali ada saja para pedagang itu yang memesan barang-barang dari ruko Paman Bimo.

Ada belasan kali aku hilir-mudik membawa karton berisi barang-barang yang di pesan di bahu bahkan di atas kepala, itu aku lakukan karena uangku terbatas dan ingin aku kumpulkan untuk membayar sewa kos. Aku makan siang segaja tidak membeli nasi, melainkan hanya dengan beberapa buah gorengan yang aku beli seharga Rp. 500,- / buah, sementara yang disediakan Paman Bimo hanya air mineral untuk keperluan minum para pekerjanya.

Pahit memang perjuangan hidup yang aku rasakan saat itu, namun aku tak ingin mengecewakan kedua orang tuaku di desa, yang telah bersusah payah mencari biaya untuk kelanjutan sekolahku di kota itu. Boleh dikatakan hanya akulah satu-satunya siswa di kota yang bekerja di luar jam sekolah menjadi kuli angkat di pasar.

Pekerjaan itu pun selesai saat jam telah menunjukan pukul 17:30 Wib sore, setelah membersihkan wajah di kamar mandi akupun dipanggil oleh Paman Bimo.

“Nah, ini gaji yang kamu terima untuk setengah hari bekerja.” tutur Paman Bimo sembari memberiku Rp. 15..000,- dari kantong celananya.

“Terima kasih, Paman. Besok aku akan masuk bekerja lagi sepulang dari sekolah,” ucapku yang sangat gembira menerima upah pertama bekerja di tempat usaha pria setengah baya itu.

“Ya, kamu boleh masuk kapan saja asal kamu tetap sekolah dan tidak boleh bolos. Jika masuk pagi, kamu bisa ke sini siangnya dan jika masuk siang kamu tentu harus ke sini pagi-pagi sekali.” tutur Paman Bimo yang senang melihat aku begitu rajin.

Dengan pakaian yang lembab akupun meninggalkan ruko milik Paman Bimo itu, aku menuju jalan raya yang ada di depan pasar untuk naik angkot menuju kos. Di dalam angkot aku begitu gembira mendapatkan upah hasil jerih payahku bekerja hari itu, meskipun tak dapat dipungkiri pekerjaan itu memang cukup berat, butuh ke hati-hatian agar barang yang dibawa tidak jatuh begitu pula dengan diriku sendiri saat meniti belasan anak tangga.

Setibanya di kos aku segera mandi dan berganti pakaian, ku menghitung uangku yang masih kurang Rp. 20.000- lagi agar aku bisa membayar sewa kos bulan ini.

Aku menggaruk-garuk kepalaku sendiri yang sebenarnya tidak gatal, semua itu karena reflek saja mengingat uang untuk bayar kos-kosanku masih kurang.

“Gimana ya? Apa aku harus pinjam sama Om Zul kekurangan uang buat bayar kos?”

“Ah... Aku rasa nggak perlu. Besok kan hari sabtu, lusa hari minggunya aku bisa bekerja seharian penuh. Hemmm.. Aku pasti akan mendapatkan uang untuk penambah bayar sewa kos bulan ini,” gumamku bersemangat, kerisauan yang kemarin hadir melanda pikiranku saat itu juga sirna dengan upah yang aku terima dari hasil pekerjaanku sebagai kuli.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel